Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum UM Surabaya Sebut Hak-hak Korban KDRT

Kompas.com - 01/10/2022, 12:10 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi pada Lesti Kejora saat ini menjadi sorotan masyarakat Indonesia.

Namun sejatinya tindakan KDRT ini sudah sering sekali terjadi baik yang menimpa public figure maupun masyarakat biasa. 

Dari data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, selama 17 tahun, yaitu sepanjang 2004 hingga 2021 ada 544.452 kasus KDRT pada ranah personal.

Namun kasus KDRT ini kadang tidak dilaporkan ke pihak kepolisian karena berbagai faktor. Mulai dari malu karena dianggap KDRT adalah sebuah aib keluarga hingga rasa khawatir tidak akan dinafkahi jika melaporkan ke polisi.

Baca juga: Hari Kesaktian Pancasila, Nadiem Makarim Ingatkan Pesan Bung Karno

Terkait kasus KDRT pakar hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Satria Unggul Wicaksana memberikan pendapatnya.

Satria menerangkan, secara definisi, menurut pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT), Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga.

Termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

"Pada pasal 3 UU KDRT memberikan porsi bagi siapa saja yang dapat menjadi korban dalam kekerasan rumah tangga. Baik suami, istri, maupun asisten rumah tangga yang menetap di rumah dengan prinsip kesetaraan gender," terang Satria seperti dikutip dari laman UM Surabaya, Sabtu (1/10/2022).

Baca juga: Evaluasi KIP Kuliah, Penerima KIP Bisa Digantikan Mahasiswa Lain

Hak korban KDRT sesuai UU

Dia mengungkapkan, untuk korban KDRT, khususnya pada pasal 10 UU KDRT memberikan hak-hak sebagai berikut:

1. Dapat perlindungan

Satria mengungkapkan, korban KDRT dapat perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

2. Layanan kesehatan

"Bagi korban KDRT dalam UU KDRT juga diatur bisa mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis," tutur Satria.

Baca juga: Mengajar Kajian Selebritas di UGM, Prilly Latuconsina Lakukan Hal Ini

3. Rahasia korban dijaga

Satria menambahkan, dalam kasus KDRT penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.

4. Bantuan hukum

Satria mengungkapkan, korban KDRT bisa mendapat pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Layanan bimbingan rohani

"Korban KDRT dalam UU KDRT juga bisa mendapatkan pelayanan bimbingan rohani," imbuh dia.

Baca juga: Mengenal Pasukan Cakrabirawa dalam Peristiwa G-30-S

Pasal 26 UU KDRT selanjutnya memberikan hak bagi korban untuk melaporkan secara langsung, atau memberikan kuasa pada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian.

"Hal tersebut bertujuan agar publik figur yang diduga melakukan KDRT wajib dilaporkan kepada polisi, agar tidak menjadi preseden dan contoh buruk bagi khalayak luas," pungkas Satria.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com