Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosiolog Unair: Kenaikan Harga BBM dan Sembako Munculkan Orang Miskin Baru

Kompas.com - 14/09/2022, 10:31 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan non-subsidi resmi mengalami kenaikan pada Sabtu (3/9/2022) lalu.

Pakar Sosiologi Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Bagong Suyanto mengatakan, efek domino kenaikan harga BBM dapat memicu rentetan kenaikan barang kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.

“Efek domino kenaikan harga BBM ini kan memicu juga rentetan kenaikan barang kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. Jadi wajar kalau muncul kekhawatiran dan ketidakpuasan kalau kenaikan harga BBM menimbulkan tekanan sosial baru,” ujarnya dilansir dari laman Universitas Airlangga.

Baca juga: Cara Daftar DTKS 2022 untuk Dapat KJP Plus, KJMU, hingga Bansos

Ia menilai, pemerintah sudah memahami hal tersebut, termasuk dampak sosial dari keputusan yang tidak populer tersebut. Ini terlihat dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang langsung digencarkan agar tekanan sosial yang terjadi tidak terlalu besar.

Meningkatkan jumlah orang miskin baru

Namun, ia menekankan bahwa yang menjadi tantangan ialah bagaimana menjamin kepercayaan masyarakat mengenai distribusi BLT yang merata.

“Yang dikhawatirkan, program bansos tidak banyak berdampak, karena logika pemerintah kayaknya membayangkan kalau masyarakat itu kondisi ekonominya nol, lalu diberi 600.000, dan katakanlah plus 600.000. Tapi masalahnya, bagaimana kalau masyarakat minus?” tambah Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair tersebut.

Baca juga: Cara Daftar Bantuan Dana bagi Siswa SD-SMA Swasta Jakarta, hingga Rp 10 Juta

Selain masalah distribusi, Prof Bagong juga bicara perihal kemanfaatan. Menurutnya, distribusi yang tepat sasaran belum tentu tepat manfaat.

Apalagi, imbuhnya, dampak sosial dari putusan tersebut akan meningkatkan golongan orang miskin baru. Tentunya banyak masyarakat yang harus beradaptasi dengan kondisi tersebut.

“Untuk kelompok yang kita sebut sebagai kelompok near poor, dekat dengan kemiskinan, gejolak harga membuat mereka bukan tidak mungkin akan menjadi orang miskin baru,” ucapnya.

Selain itu, ia juga menilai stimulus pemberian subsidi tidak selamanya baik apabila dilakukan secara berlebihan.

Hal tersebut akan berdampak pada masyarakat yang selalu ketergantungan.

Baginya, ketika subsidi dikurangi atau dicabut, maka masyarakat akan merasakan kehilangan atas apa yang dinikmatinya selama ini.

“Pemerintah sebaiknya tidak banyak pada bantuan yang sifatnya karitatif ya. tapi pada bantuan yang lebih memberdayakan dan kebijakannya jangan seperti pemadam kebakaran yang menunggu apinya menyala, baru dimatikan,” pungkasnya.

Baca juga: Kemendikbud Ajak Lulusan S1 untuk Jadi Guru Profesional, Ini Cara Daftar

Prof Bagong juga berpesan kepada masyarakat agar melakukan diversifikasi usaha dan tidak berpatokan pada pekerjaan pokok.

Menurutnya, pekerjaan pokok gampang sekali terombang-ambing dengan regulasi yang ada.

“Bagaimana masyarakat diajari, didorong untuk memperkuat penyanggah ekonomi keluarga. Bukan membesarkan ekonomi pokok karena kalau kolaps maka kolaps ekonomi keluarga itu. Tapi kalau pemasukannya banyak, mereka akan lebih banyak menghadapi tekanan,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com