Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Perundungan, Psikolog: Sekolah Harus Lakukan Pengawasan dan Evaluasi

Kompas.com - 06/09/2022, 10:50 WIB
Angela Siallagan,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kasus bullying atau perundungan di lingkungan sekolah masih banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2022 didapati 226 kasus kekerasan fisik, psikis, termasuk perundungan.

Menurut Psikolog Klinis Anak (Clinical Child Psychologist), Rendra Yoanda mengatakan bahwa kondisi ini perlu mendapat perhatian serius dari pihak sekolah dan orangtua, guna memutus mata rantai perlakuan buruk di lingkungan sekolah.

Di samping itu, Rendra mengatakan perlu juga dipahami alasan perundung tersebut mencari korban. Terjadinya perundungan disebabkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang akhirnya menyebabkan anak melakukan perundungan.

Baca juga: Psikolog: Tanda Anak Alami Bullying di Sekolah, Orangtua Harus Tahu

Mengenal faktor internal dan eksternal anak melakukan perundungan

Rendra yang juga merupakan Konselor Anak dan Remaja di Sekolah Cikal itu menuturkan bahwa ada lima faktor internal yang menyebabkan anak usia sekolah melakukan perundungan.

Faktor-faktor ini perlu dipahami oleh pihak sekolah dan orangtua dalam mencari penyebab mengapa anak melalukan perundungan. Dengan mengetahui penyebab, maka sekolah dan orangtua dapat memberikan bimbingan yang tepat bagi anak yang melakukan perundungan.

1. Ada kebutuhan akan kuasa (power) yang kuat sehingga dia berusaha menampilkan dominasinya di lingkungan.

2. Perlu perhatian berlebih (seeking attention).

3. Faktor impulsivitas karena individu yang bersangkutan kesulitan untuk mengelola perilakunya.

Baca juga: 5 Ciri Orang Cerdas Bukan Hanya Dilihat dari IQ, Kamu Punya Ciri-cirinya?

4. Tidak adanya pemahaman bahwa perilaku yang mereka lakukan menyakiti atau melukai orang lain jadi merasa apa yang mereka lakukan adalah hal yang wajar,.

5. “Balas dendam” karena mereka mendapatkan perundungan sebelumnya maka perlu melakukan perundungan juga kepada orang lain yang mereka anggap posisinya lebih lemah.

Dina Rahmawati Berkaca pada kasus perundungan yang menimpa siswa SD di Tasikmalaya, lantas bagaimana cara mencegah tindakan bully?

Selain itu ada juga faktor eksternal yang mendorong perundung melakukan bullying, seperti modelling yakni pelaku kemungkinan tinggal di lingkungan pengasuhan yang agresif atau keras sehingga strategi pemecahan masalah yang mereka ketahui juga memiliki nuansa agresif dan keras.

“Perbedaan status sosial juga bisa menjadi pencetus munculnya perundungan karena salah satu pihak merasa lebih kuat, lebih mampu, atau lebih populer sehingga menganggap pihak lain yang lebih lemah perlu tunduk atau menurut pada mereka,” ungkap Rendra kepada Kompas.com ketika diwawancarai.

Baca juga: Sosok Muhammad Ilyas, Siswa Madrasah Peraih Nilai Sempurna UTBK 2022

Selain itu, ada juga faktor lingkungan yang kurang memperhatikan keadaan sekitarnya sehingga membuat perundungan makin subur. Maka, ketika tidak bertindak atau melakukan apapun ketika kita melihat perundungan terjadi, sama artinya dengan menyetujui perundungan tersebut.

Anak yang telah menjadi korban perundungan tentu berdampak bagi psikis dan psikologisnya. Secara fisik, korban tersebut tentu akan mengalami luka fisik, mulai dari luka ringan sampai cacat permanen. Bahkan, ada banyak kasus juga yang menunjukkan bahwa perundungan mengakibatkan kematian korban.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com