Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Tiga Varian dan Jalur Menuju Profesor

Kompas.com - 29/08/2022, 14:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bahwa penganugerahan Profesor Kehormatan bisa diberikan kepada setiap orang yang memenuhi kriteria yang ditetapkan di dalam PermendikbudRistek 38/2021.

Selain itu, menurut Mahkamah, untuk membedakan dengan pencantuman jabatan Profesor Akademisi, penulisan jabatan akademik Profesor Kehormatan dilakukan dengan menambahkan kata “Kehormatan” atau “Honoris Causa (H.C)” diikuti dengan nama PT pemberi gelar [Pasal 11 ayat (4)] sebelum nama yang bersangkutan.

Tata tulis ini, mengikuti pemakaian gelar Doktor Kehormatan atau Doktor Honoris Causa yang ditulis sebagai Dr. (H.C.) yang telah diatur dalam Permenristekdikti 65/2016, maka Profesor Kehormatan harus pula ditulis: “Prof. (Kehormatan Universitas A)” atau “Prof. (H.C. Universitas A)”.

Masa jabatan Profesor Kehormatan hanya 3—5 tahun. Jabatan Profesor Kehormatan dapat diperpanjang oleh pimpinan PT, jika berdasarkan evaluasi menteri melalui Dirjen yang bersangkutan memiliki kinerja dan kontribusi baik/layak dalam melaksanakan Tridarma.

Sebaliknya, Jabatan Profesor Kehormatan bisa dicabut oleh pimpinan PT, jika berdasarkan berdasarkan evaluasi menteri melalui dirjen yang bersangkutan dinilai berkinerja dan berkontribusi tidak baik/tidak layak; mendapatkan sanksi (etik, disiplin, integritas akademik dan/atau pidana); serta memasuki batas usia 70 tahun.

Dari berbagai sumber, saat ini di Indonesia terdapat 13 tokoh dari berbagai bidang profesi telah menerima Profesor Kehormatan dari sejumlah PT di Indonesia dan luar negeri.

UNHAN (Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, & Terawan Agus Putranto); UNDIP (Muhamad Syarifudin); UNHAS (Syahrul Yasin Limpo); UNNES (Zainudin Amali); UB (Siti Nurbaya); UBAYA (Yuyun Moeslim Taher, & Otto Hasibuan); UNAIR (Nicolaas C Budhiparama, & Achsanul Qosasi); UNP (Fahmi Idris); UNS (Soeprayitno); Kaznau (Riri Fitri Sari), dan SIA (Megawati Soekarno Putri).

Para pemegang Profesor Kehormatan tersebut berhak atas Nomor Urut Pendidik (NUP) pada PT bersangkutan; honorarium sesuai dengan kinerja dan kontribusinya dalam pelaksanaan Tridarma; dan pencantuman Prof. (H.C. Nama Universitas) pada Namanya.

Namun, PermendikbudRistek tidak jelas menyatakan apa tugas dan kewajiban Profesor Kehormatan, kecuali yang bersangkutan harus memiliki kinerja dan kontribusi dalam pelaksanaan Tridarma pada PT yang bersangkutan.

Karenanya, penyebutan Profesor Kehormatan sebagai “jabatan akademik” sebenarnya kurang tepat, karena pencapaiannya tidak melalui “sistem penjenjangan jabatan” (job grading system atau career system) seperti pada Profesor Akademisi, melainkan melalui “sistem penghargaan” (reward system).

Selain itu, kewajiban melaksanakan Tridarma PT bagi Profesor Kehormatan sebagai salah satu aspek evaluasi kinerja, juga agak janggal.

Karena seseorang yang diangkat sebagai Profesor Kehormatan tidak lantas menjadi dosen pada PT pemberi anugerah (walaupun berhak mendapatkan NUP).

Juga, menjadi pertanyaan, model Tridarma PT seperti apa yang menjadi tugas dan kewajiban seorang Profesor Kehormatan?

Belakangan, penganugerahan Profesor Kehormatan ini viral dan sempat menjadi perbincangan publik dan WargaNet.

Publik khawatir pemberian jabatan kehormatan yang banyak diberikan kepada pejabat publik, pengusaha, dan/atau politikus sarat dengan motif dan kepentingan politik, bersifat transaksional.

Penganugerahan Profesor Kehormatan dikhawatirkan menjadi instrumentasi balas budi, ajang membangun jaringan, serta perjanjian politik karena yang bersangkutan telah menyumbangkan uang dalam jumlah besar kepada perguruan tinggi pemberi jabatan Profesor Kehormatan.

Bukan karena yang bersangkutan benar-benar telah dianggap berjasa dan atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia (Farisi, 2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com