Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Tiga Varian dan Jalur Menuju Profesor

Kompas.com - 29/08/2022, 14:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Seorang calon Profesor Riset harus memenuhi persyaratan substantif dan administratif. Secara substantif, mereka telah menduduki jenjang jabatan fungsional sebagai Peneliti Ahli Utama, memenuhi standar kompetensi; dan memiliki draft Naskah Orasi.

Secara administratif, mereka harus berkualifikasi strata-3 (S3) yang diakui dan memenuhi persyaratan administrasi kepegawaian lainnya.

Peraturan LIPI tidak mengatur lebih lanjut tentang tugas dan kewajiban Profesor Riset. Namun, jika mengacu pada tugas-tugas Peneliti Ahli Utama (pasal 7 ayat (1)d), tugas dan kewajiban Profesor Riset adalah melakukan penelitian, pengembangan, dan/atau pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dipublikasikan dalam bentuk buku/bab buku, naskah orasi ilmiah, artikel jurnal, prosiding, buku ajar, karya intelektual, dll.

Berdasarkan statistik pendidikan tinggi, saat ini Indonesia baru memiliki 629 (8,03 persen) Profesor Riset dari total 7.833 peneliti.

Mereka tersebar di berbagai unit penelitian dan pengembangan (kementerian/lembaga), seperti BATAN, LIPI, BPPT, LAPAN, BMKG, BAPETEN, BMKG, KEMENAG, KKP, dll.

Semua unit litbang tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang pertama kali dibentuk berdasarkan Perpres 74/2019. Selanjutnya diubah dengan Perpres 33/2021 dan terakhir diubah dengan Perpres 78/2021.

Seperti halnya Profesor Akademisi, keberadaan Profesor Riset secara kuantitas maupun kualitas sangat penting sebagai the guardian of academic and scientific values, dan sebagai parameter untuk menentukan kualitas dan tingkat kebersaingan (competitiveness) sebuah perguruan tinggi secara nasional maupun internasional, dalam bidang riset dan publikasi.

Profesor Kehormatan

Profesor dari jalur kehormatan, atau “Profesor Kehormatan”, adalah jabatan akademik yang diberikan oleh PT sebagai penghargaan kepada setiap orang dari kalangan non-akademik yang memiliki kompetensi luar biasa.

Istilah Profesor Kehormatan ini digunakan pertama kali di dalam UU 12/2012, dan ditindaklanjuti dalam PermendikbudRistek 38/2021. Istilah yang digunakan sebelumnya adalah “Profesor Tidak Tetap” (Permendikbud 40/2012; Permendikbud 88/2013).

Tidak setiap perguruan tinggi berhak dan berwenang untuk memberikan Profesor Kehormatan.

Hanya PT peringkat akreditasi A atau Unggul, serta menyelenggarakan program Doktor yang sesuai dengan bidang kepakaran calon Profesor Kehormatan, yang berhak dan berwenang untuk mengangkat Profesor Kehormatan.

Sekalipun ada judicial review ke MA atas ketentuan ini, MA dalam Putusan 46 P/HUM/2022 mengukuhkan ketentuan a quo dan menolak permohonan yang disampaikan oleh pengacara Heru Widodo (detik.com, 24/08/2022).

Profesor Kehormatan ini diperoleh oleh seseorang non-akademisi/peneliti tanpa harus melalui sistem penjenjangan karier (non-karier) seperti Profesor Akademisi dan Profesor Riset.

Mereka bisa memperoleh Profesor Kehormatan jika berpendidikan minimal Doktor; memiliki kompetensi luar biasa dan/atau prestasi eksplisit dan/atau pengetahuan tacit luar biasa; memiliki prestasi luar biasa yang diakui secara nasional dan/atau internasional; dan berusia paling tinggi 67 tahun.

Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum pada Putusan Nomor: 20/PUU-XIX/2021 (29/03/22) juga menegaskan hal ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com