Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Ferry Timur
Konsultan

Konsultan dan pemerhati pendidikan dasar, Direktur Yayasan Abisatya Yogyakarta

Menggagas Pendidikan yang Memerdekakan

Kompas.com - 19/08/2022, 08:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MELIHAT 77 tahun negara kita. Sekarang terjadi diskrepansi antara harapan dan kenyataan. Cita-cita bangsa kita ialah mewujudkan negara kesejahteraan, sebuah negara yang berdiri pada tiga pilar: pemerintahan yang kuat, pasar yang kompetitif, serta masyarakat sipil yang bebas dan kritis.

Dengan begitu, kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan diharapkan dapat dinikmati oleh semua warga negara, termasuk dalam hal pendidikan.

Hal itu terinspirasi dari model demokrasi sosial, di mana negara sebagai regulator, fasilitator, dan redistributor sumber-sumber daya yang ada dalam masyarakat.

Pasar diberi kebebasan yang sebebas-bebasnya, tapi tetap ikut dalam regulasi negara sebagai koridor aturan main.

Negara menjadi pengawas pasar dan masyarakat sipil. Pajak progresif diberlakukan agar pendidikan, kesehatan, dan pelayanan umum terjangkau oleh semua warga.

Akan tetapi, sekarang kita terjebak dalam neoliberalisme, di mana negara semakin jauh menangani urusan publik.

Pendidikan tidak bisa lagi menjadi alat pembebas dan gagal menjadi alat mobilitas sosial. Justru yang terjadi sebaliknya: pendidikan menjadi alat reproduksi kelas.

Ada filosofi yang diperdebatkan dalam liberalisme. Sayap demokrasi protektif serta sayap yang mengebiri negara dan memberi peran pasar seluas-luasnya.

Yang pertama dipelopori oleh John Stuart Mill dan yang kedua dipelopori oleh Friedrich von Hayek.

John Stuart Mill ini sebetulnya lebih dekat dengan cita-cita UUD 1945. Menurut John Stuart Mill, masyarakat yang kompetitif akan mengembangkan segalanya, tetapi harus ada proteksi terhadap demokrasi.

Kalau tidak diproteksi, demokrasi akan gagal menciptakan SDM-SDM yang baik, seperti yang terjadi di Indonesia.

Apa yang harus diproteksi? Pendidikan dan kesehatan karena akan menghasilkan SDM yang siap untuk bersaing.

Friedrich von Hayek lebih menekankan pada perlindungan hak. Oleh karena itu, ia lebih memihak pada pasar dan kemudian mengebiri negara. Dalam situasi demokrasi yang beku,  Indonesia memilih jalur Von Hayek.

Globalisasi dan potret SDM

Di tengah kebijakan negara yang tidak mau memproteksi sektor publik, terjadi perubahan besar di dunia.

Thomas L Friedman (2005) menyebutnya sebagai the world is flat. Dalam dunia yang berubah sekarang ini pertempuran dan persaingan sudah head to head, ada pergeseran luar biasa yang akan memengaruhi desain pendidikan kita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com