PERNAH sangat viral, bahkan membuat darah kaum muda Indonesia mendidih, satu penelitian yang dilakukan oleh perusahaan Microsoft lewat survey Digital Civility Index (DCI) (Kompas, 03/03/2021).
Terhadap 32 negara yang diteliti tingkat kesopanan warganya di media sosial, Indonesia berada di urutan ke 29. Artinya, tingkat sopan santun atau etika moral orang Indonesia boleh dikatakan rendah.
Lebih lanjut dikatakan bahwa hoaks dan penipuan, ujaran kebencian serta diskriminasi menjadi tiga kunci mengapa nilai etika moral warga negara Indonesia merah.
Memang, bisa dikatakan bahwa hasil penelitian perusahaan raksasa tersebut tepat. Di Indonesia, naiknya persentase penyebaran berita palsu dan penipuan, kebencian, dan diskriminasi menjadi kekhawatiran utama yang dapat memecah belah persatuan.
Terlebih hal ini terjadi di dunia maya, di mana kontrol sosial dan hukum yang serius bisa saja tak berkutik.
Setelah pandemi Covid-19, inovasi pengembangan di media sosial semakin kuat. Tanpa bertatap muka dan bertemu langsung, pertemuan dapat berjalan seperti biasanya.
Perkembangan teknologi ini, di satu sisi sangat membantu, tetapi di sisi lain menjerumuskan banyak orang untuk bertindak semena-mena di media sosial.
Proses penyerapan informasi dari berbagai sumber di dunia maya pun akan jauh lebih mudah diakses. Gaya, budaya, dan trend yang ada di belahan dunia mana pun bisa didapat.
Amat rawan terjadi kegagalan mengolah data di kalangan pelajar yang pada tarafnya sedang membentuk jati dirinya. Apalagi, jika pengawasan dari pihak orangtua, guru dan keluarga tidak ada.
Mereka akan mencoba mengingat dan membiasakan budaya yang bukan jati diri bangsa. Kalau sudah mengakar, ketimpangan ini akan sangat sulit disembuhkan.
Maka, tak heran bahwa terjadi degradasi etika moral di Indonesia dengan 47 persen kasus hoaks dan penipuan, 27 persen ujaran kebencian, dan 13 persen diskriminasi di media sosial dan bahkan di dunia nyata sehari-hari.
Immanuel Kant (1724-1804), seorang filsuf dan pemikir moral, sangat menekankan implementasi nilai etis lewat pengetahuan, moral dan estetika.
Baginya, seseorang akan punya harga diri jika punya nilai moralitas, punya rasa hormat kepada diri sendiri dan orang lain. Implementasi nilai seperti ini sungguh amat perlu, terutama kepada kaum remaja bangsa Indonesia.
Di usia remaja, pengajaran akan jauh lebih mudah diserap, dibudayakan, dijiwai sebagai nilai hakiki dalam dirinya ke depan.
Implementasi nilai etika dan moral bukan melulu bagaimana agar anak sopan santun dalam berbicara atau bertindak.