Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kajian Magister Teknik Unkris: Perlu Review Landasan Hukum Pengelolaan Pulau Tidung

Kompas.com - 28/07/2022, 20:42 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Magister Teknik Universitas Krisnadwipayana (Unkris) melakukan kunjungan lapangan ke Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta sebagai bagian dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kegiatan digelar selama dua hari yakni 23-24 Juli 2022 tersebut dikelola Mahasiswa S2 dengan melibatkan 12 mahasiwa S2 angkatan tahun 2020 terkait dengan ilmu penataan kawasan pesisir dan pulau kecil.

Bidang kajian pembangunan perkotaan dan wilayah didampingi tiga orang dosen pembimbing yakni Aca Sugandhy, Kasman, dan Susetya Herawati.

Kegiatan field trip dilakukan di Pulau Tidung sebagai salah satu pulau kecil yang berada di tengah Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.

 

Tim mencoba mengkaji apakah penataan Pulau Tidung sudah sesuai dengan fungsi zonasinya di zona perlindungan ataukah di zona pemanfaatan atau permukiman.

“Dari kajian lapangan mengenai aspek penataan ruang dan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan untuk pulau kecil, kondisi Pulau Tidung kenyataannya menunjukan telah terbangunnya pemukiman penduduk berjumlah sekitar 5.000 kepala keluarga dan kegiatan kepariwisataan yang tidak tertata secara zonasi," ungkap Aca Sugandhy.

Dosen Senior Prodi Magister Teknik Kajian Perkotaan dan Wilayah (KPPW) dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/7/2022) menjelaskan, pemanfaatan ruang kawasan perumahan, perdagangan, pendidikan, tempat souvenir dan peruntukan tanah permukiman sesuai hak-hak peruntukan tanahnya tidak jelas.

Di samping itu tim juga menemukan fakta bahwa pelaksanaan pembangunan yang secara teknik arsitektur, kontruksi dan termasuk mitigasi dan penanggulangan bencana rob tidak mempertimbangkan ekosistem pulau kecil serta tidak memperhatikan estetika lingkungan.

“Menarik perhatian juga untuk dikaji sistem angkutan di pulau kecil yang menggunakan sepeda kayuh, sepeda motor dan betor (becak motor).

Baca juga: Penelitian: 48 Persen Anak Muda Indonesia Masih Bercita-cita Jadi PNS

 

Sepeda motor dan betor yang berpotensi pada pencemaran udara dan kebisingan, bila tidak ada pengaturan berpotensi pula dapat menyebabkan kecelakaan dengan lalu lalangnya penduduk, anak-anak dan parawistawan di ruas jalan yang lebarnya 3 m dan diperkeras dengan cornblok yang layaknya untuk pedistrian (pejalan kaki),” lanjut Aca.

Landasan hukum Pengelolaan KawasanTaman Nasional Kepulauan Seribu sebagai kawasan pelestarian alam bahari yang berupa kumpulan gugusan kepulauan kecil, jelas Aca, dimulai dengan SK Menteri Pertanian No. 527/kpts/Um/7/1982 yang menetapkan wilayah seluas 108,000 hektar Kepulauan Seribu sebagai Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu.

Pada tahun 1995 SK Menteri Kehutanan no 161/Kpts-II /95 menetapkan sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

Kemudian pada Tahun 2004 melalui keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan No. Sk 05/IV –KK/2004 menetapkan pembangian lahan seluas 4,449 ha sebagai zona inti yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.

Kemudian zona perlindungan seluas 26.284,50 ha berfungsi sebagai penyangga zona inti taman nasional dan zona pemanfaatan seluas 59.634,50 ha yang berfungsi sebagia pusat rekreasi dan kunjungan wisata serta zona permukiman seluas 17.121 ha sebagai peruntukan pusat pemerintahan dan dan perumahan penduduk masyarakat.

Landasan hukum pengelolaan KawasanTaman Nasional Kepulauan Seribu dalam kenyataan di lapangan kata Aca, batasannya menjadi tidak jelas untuk masing-masing fungsinya dan keberadaannya apakah di zona inti, penyangga atau zona pemanfaatannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com