KOMPAS.com - Sampai saat ini, persoalan sampah masih terus dibahas. Tentu karena sampah dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan.
Di Indonesia, sampah plastik juga menjadi sorotan dunia. Bahkan berdasarkan studi yang dirilis oleh McKinsey and Co. dan Ocean Conservancy, Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan penghasil sampah plastik terbesar nomor 2 setelah China.
Merespons hal ini, beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) mengambil kebijakan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai.
Baca juga: Akademisi UNS: Ini 3 Alasan Harus Cegah Timbulnya Sampah Makanan
Melansir laman Universitas Sebelas Maret (UNS), Jumat (21/5/2021), Kepala Program Studi Ilmu Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNS, Dr. Prabang Setyono, M.Si., membeberkan pandangannya.
Menurutnya, kebijakan tersebut sebenarnya benar namun ada yang kurang tepat dan perlu disempurnakan.
"Instansi seperti Kemendikbud-Ristek, perlu menemukan solusi berdasarkan penelitian untuk menciptakan plastik degredable yang mudah terurai," terangnya.
Selain itu, Pemda masih menarik dengan nominal yang tidak bisa dikatakan kecil dari produsen plastik. Namun, setelah plastik beredar di masyarakat luas, penggunaan plastik diimbau untuk diminimalisir.
Karena itu, Dr. Prabang menuturkan terdapat 8 platform yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Pertama adalah mengenai perencanaan. Level perencanaan harus memperhatikan keberlangsungan sampah plastik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
Baca juga: Webinar Undip: Kelola Sampah Plastik Jadi Sumber Daya
2. Platform kedua adalah perlindungan yaitu hak konsumen yang terjamin dan juga industri plastik harus dilindungi keberlangsungan industrinya.
3. Kemudian platform pemanfaatan, seandainya plastik sudah menjadi sampah, hal tersebut dapat dijadikan sumber daya yang berfungsi sebagai produk baru, bukan dijustifikasi sebagai limbah saja.
4. Selanjutnya adalah mengenai pengendalian, salah satunya adalah dengan cara asumsi pengurangan penggunaan plastik, asalkan tidak fatalistik.
Yaitu dengan tidak sama sekali dilarang namun diganti dengan istilah penggunaan plastik secara bertanggungjawab.
5. Platform selanjutnya adalah pengelolaan. Bicara mengenai pengelolaan, perlu adanya hal yang tepat. Seperti tempat pembuangan akhir sampah yang harus benar-benar diperhatikan, tidak hanya dibiarkan begitu saja hingga bertumpuk.
Pengelolaan harus dilakukan secara serempak dari hulu sampai ke hilir yang dianalogikan dalam dunia kampus, sampah yang ada dapat dipilih sesuai jenisnya lantas diperhatikan bagaimana akhir dari sampah tersebut.
6. Platform pengawasan yang berfungsi untuk memonitor sampah-sampah yang telah ada.
7. Selanjutnya adalah pemeliharaan, banyak infrastruktur sampah yang tidak terurus. Hal ini seharusnya dapat dipelihara agar dapat dioptimalkan fungsinya.
8. Terakhir adalah penegakan hukum, perlu adanya kebijakan yang adil antara industri pembuat plastik dan masyarakat yang menggunakan plastik.
Dr. Prabang berpesan untuk memakai produk plastik secara bertanggungjawab. "Pakailah produk-produk plastik secara bertanggungjawab," katanya.
Baca juga: Akademisi UII: Ini Cara Mengelola Sampah Masker Sekali Pakai
"Institusi perguruan tinggi bisa menindaklanjuti dengan meneliti ke hulunya dan menemukan produk pengganti plastik atau subsidi plastik yang ramah lingkungan. Dengan begini, dapat mengurangi sekaligus menyelesaikan masalah," tegas Dr. Prabang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.