Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Growth Center
Powered by Kompas Gramedia

Sebagai bagian dari KOMPAS GRAMEDIA, Growth Center adalah ekosistem solusi yang memfasilitasi pertumbuhan organisasi dan individu untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka. Growth Center hadir untuk menjadi teman bertumbuh dalam mempercepat pertumbuhan dan transformasi melalui solusi sumber daya manusia berbasis teknologi yang teruji secara saintifik berdampak.

Kami meningkatkan pertumbuhan para individu melalui proses siklus yang berkelanjutan dari menemukan jati diri (discovery) hingga menyediakan pengembangan (development) yang diperlukan. Semua ini hadir dalam produk kami, Kognisi Discovery dan Kognisi Development untuk memfasilitasi individu untuk mengenal dirinya sendiri dan berkembang sesuai dengan keunikan (idiosyncrasy) mereka.

Silakan kunjungi situs kami www.growthcenter.id dan info kolaborasi lebih lanjut bisa kirim surel ke info@growthcenter.id.

 

Kerendahan Hati: Kenapa Penting?

Kompas.com - 10/04/2021, 11:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Arki Sudito*

KOMPAS.com - MASIH ingatkah Anda saat fase awal penyebaran virus Covid-19? Ketika itu, banyak pemimpin dunia beserta jajaran intelektualnya cukup percaya diri bahwa virus ini tidak akan masuk ke negara mereka.

Kemudian setelah penyebaran virus telah terbukti, ada saja yang beranggapan virus ini tidak lebih berbahaya dari sekadar flu biasa dan hanya bisa ditularkan orang dengan gejala nyata, sehingga hanya orang yang menunjukkan gejala diwajibkan memakai masker. Nah, kini kita tahu dampak dari pemikiran seperti itu.

Pemikiran muncul dari pemahaman atas kondisi berdasarkan data dan fakta yang ada. Masalahnya, di dunia yang sangat penuh dengan VUCA (volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity) atau kebergejolakan, ketidakpastian, kompleksitas, dan ketidakjelasan seperti saat ini, data dan fakta yang ada sering kali cepat berubah dan tidak lengkap.

Para pemimpin dan kita semua juga sebagai individu, akan selalu dipaksa untuk membuat keputusan dengan konteks tersebut. Konsekuensinya, keputusan yang diambil bisa saja salah ataupun tidak sesuai.

Ketika membuat keputusan yang salah menjadi sesuatu yang normal di kondisi saat ini, apa yang membedakan antara individu, khususnya pemimpin, menjadi hal yang efektif atau tidak?

Ada banyak jawaban atas perkara ini. Akan tetapi, yang diulas dalam kesempatan kali ini adalah faktor humility atau kerendahan hati.

Baca juga: Meningkatkan Kegigihan dengan Growth Mindset

 

Kerendahan hati oleh Neubauer, Tarling, dan Wade (2017) diidentifikasi sebagai menjadi salah satu karakteristik pemimpin yang lincah atau agile leader—pemimpin yang mampu mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungannya.

Dalam konteks tersebut, yang dimaksud dengan kerendahan hati adalah kesediaan seorang pemimpin untuk mengakui bahwa orang lain tahu lebih banyak darinya, terbuka untuk belajar, serta bersedia mencari masukan.

Kerendahan hati merupakan integrasi dari kesadaran diri untuk belajar dan menghargai kemampuan orang lain.

John Mackey, Steve McIntosh, dan Carter Phipps dalam buku Conscious Leadership (2020) berargumen bahwa pemimpin harus menganggap kerendahan hati sebagai salah satu keunggulan kompetitif.

Pemimpin yang berkesadaran atau conscious leaders adalah mereka yang selalu mencari inovasi dan ide-ide terbaik dari manapun inovasi atau ide-ide tersebut berasal. Untuk bisa melakukan hal tersebut, pemimpin harus dapat mengalahkan ego personal dan organisasinya.

Adam Grant (2021) dalam buku terbarunya Think Again: The Power of Knowing What You Don’t Know menyatakan bahwa orang sering kali salah paham bahwa memiliki kerendahan hati berarti memiliki kepercayaan diri yang rendah.

Salah satu akar kata latin dari kerendahan hati berarti “dari tanah/bumi” (from the earth). Kerendahan hati adalah membumi, mengenali bahwa kita semua adalah makhluk yang penuh dengan kekurangan dan mudah salah, bukan berarti tidak memiliki kepercayaan diri.

Kepercayaan diri adalah ukuran seberapa besar kita mempercayai diri kita sendiri, di mana bukti-bukti menunjukkan bahwa hal tersebut berbeda dengan seberapa besar kita mempercayai metode yang kita pakai.

Kita seharusnya mempunyai kepercayaan diri terhadap kemampuan kita dalam mencapai sebuah tujuan di masa yang akan datang sembari tetap memiliki kerendahan hati dalam mempertanyakan metode atau cara-cara yang digunakan saat ini.

Adam Grant menawarkan konsep mengenai kerendahan hati yang percaya diri, confident humility.

Baca juga: Langkah Awal Mengembangkan Kegigihan

Menurut Grant kerendahan hati yang percaya diri berarti pemimpin memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya sambil menyadari bahwa ia mungkin tidak mempunyai solusi yang tepat ataupun mungkin belum dapat menjawab pertanyaan yang tepat terhadap suatu permasalahan.

Di sisi lain yang masih selaras, Mark Leary (dalam Resnick, 2019) mendefinisikan intellectual humility sebagai kesediaan individu untuk mengakui bahwa pemahamannya mengenai berbagai hal sangat mungkin salah.

Resnick (2019) menyatakan bahwa kesadaran akan keterbatasan pemahaman merupakan suatu karakteristik dari individu yang memberikan ruang untuk kesalahan.

Individu menerima kemungkinan bahwa sangat mungkin ia melakukan kesalahan dan terbuka untuk belajar dari orang lain, baik dari pengetahuan maupun pengalaman orang lain.

Kesadaran akan keterbatasan pemahaman ini banyak dikaitkan dengan berbagai trait atau karakter lain, salah satunya adalah kesediaan mendengarkan sudut pandang yang berbeda dan lebih siap untuk mencari informasi yang bertentangan dengan pandangan umum yang berlaku.

Individu yang memiliki kesadaran akan keterbatasan pemahaman tidak merasa terganggu ketika pemikirannya dikritik ataupun ditantang oleh orang lain. Hal ini menjadi aspek yang krusial dalam proses pembelajaran dan pertumbuhan.

Individu perlu mengenali titik-titik yang tidak diketahui dari sisi intelektual (cognitive blindspot) dan mengakui bahwa pikirannya bukanlah suatu hal yang sempurna serta sangat mungkin kurang tepat dalam memahami suatu hal.

Memiliki kerendahan hati, baik berupa kerendahan hati yang percaya diri maupun kesadaran akan keterbatasan pemahaman, akan membuat kita sebagai pemimpin dan pribadi tumbuh lebih optimal, yang kemudian akan memberikan dampak yang lebih optimal juga.

Nah, apakah menurutmu kamu sudah memiliki kerendahan hati? Silakan cek di sini untuk mengetahui lebih jauh. 

Arki Sudito - Co-founder & CEO Growth Center | Growth Center, HR Business Accelerator - membantu individu menemukan dan mengembangkan potensi diri, agar menjadi versi terbaik diri mereka | Powered by Kompas Gramedia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com