Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen Unair: Doktrin Radikalisme Sasar Media Sosial

Kompas.com - 09/04/2021, 10:10 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu publik sempat dihebohkan peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan penyerangan di Mabes Polri.

Usai melancarkan aksinya, para pelaku selalu meninggalkan surat wasiat yang memicu kecurigaan publik bahwa pelaku saling memiliki keterikatan satu sama lain.

Baca juga: Rektor: Lulusan IPB Punya Tiga Ciri yang Melekat

Setelah dilakukan investigasi ditemukan fakta, pelaku bom bunuh diri di Gerbang Gereja Katedral Makassar dan penyerangan Mabes Polri merupakan usia produktif.

Sosok L, pelaku bom bunuh diri yang merupakan laki-laki berusia 26 tahun. Sedangkan ZA merupakan pelaku penyerangan Mabes Polri perempuan berusia 25 tahun.

Kedua pelaku masih dalam rentang usia produktif.

Hal itu menimbulkan hipotesis di kalangan masyarakat, bahwa usia produktif lebih mudah terpapar oleh ideologi kekerasan dan radikalisme.

Kejadian kedua peristiwa itu langsung disoroti oleh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Ilham Nur Alfian.

Ilham mengaku doktrin ideologi kekerasan dan radikalisme tidak ada konotasinya dengan masyarakat usia produktif.

"Saat ini konteksnya adalah model doktrinasi ideologi kekerasan dan radikalisme tersebut dilakukan di media sosial," ucap dia melansir laman Unair, Jumat (9/4/2021).

Ilham menyebut, terorisme modern menyasar pada propaganda virtual dengan bantuan media untuk melipatgandakan teror dan pelaku teror di suatu negara, termasuk Indonesia.

Baca juga: Rektor Unesa: Masalah Radikalisme Cukup Serius dan Kompleks

"Serangan teroris modern mengalami penurunan dalam hal kualitas, namun meningkat dalam hal popularitas," katanya.

Usia produktif mudah terpapar radikalisme

Dia menegaskan, aktivitas masyarakat usia produktif yang gemar berselancar di media sosial menjadi alasan bahwa mereka mudah terpapar oleh ideologi kekerasan dan terorisme.

"Konteks penggunaan propaganda virtual inilah kelompok milenial atau saat ini masuk usia produktif pasti sangat berisiko dan rentan menerima doktrin kekerasan dan terorisme, karena aktivitas mereka memang berselancar di media sosial," jelasnya.

Masyarakat yang terpapar oleh propaganda virtual cenderung melancarkan pola serangan terorisme yang bersifat "Lone Wolf".

Mereka cenderung melakukan aksinya dengan skala kecil dan acak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com