Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat PJJ, KPAI: Ancam Siswa Putus Sekolah dan Nikah Lebih Dini

Kompas.com - 17/02/2021, 11:56 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dijalankan selama pandemi Covid-19 menjadi pemicu siswa berhenti sekolah.

Pernyataan itu disampaikan Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam siaran persnya, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: Pandemi Covid-19, KPAI Terima Lima Aduan Tunggakan SPP Siswa SD

"Siswa yang putus sekolah karena pernikahan dini atau siswa memilih bantu ekonomi keluarga, karena orangtua kehilangan pekerjaan," ungkap Retno.

Dia mengaku, ketika anak menikah atau bekerja maka secara otomatis akan berhenti sekolah.

Dia menyebut, saat KPAI melakukan pengawasan sekolah di 8 provinsi pada masa pandemi Covid-19, ternyata beberapa Kepala Sekolah menyampaikan ada siswanya yang putus sekolah karena berbagai hal.

"Itu kita pantau Seluruh Pulau Jawa ditambah NTB dan Bengkulu, jadi siswanya ada yang tidak memiliki alat belajar PJJ, kalaupun punya tidak mampu beli kuota internet," jelas dia.

Akibat keadaan itu, siswa selama berbulan-bulan tidak mengikuti PJJ. Pada akhirnya, siswa memutuskan bekerja dan menikah dini.

"Dari temuan KPAI, ada 119 siswa yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya berkisar 15-18 tahun," sebut Retno.

Dia menyatakan, pihak sekolah mengetahui siswanya menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah orangtua siswa.

"Awalnya kita datang ke rumah siswa saat PJJ berlangsung, mereka tak mengumpulkan tugas. Sekolah baru tahu yang bersangkutan mau menikah, sudah menikah, dan sudah kerja," ungkap dia.

Baca juga: Sekolah di Sukabumi Masih Banyak Tidak Bisa PJJ

Dia menerangkan, ada satu kisah inspiratif di Kabupaten Bima dan Lombok Barat, NTB.

Di mana pihak sekolah membujuk siswa dan orangtua untuk melanjutkan pendidikan yang tinggal beberapa bulan lagi ujian kelulusan.

"Usaha para guru di Bima dan Lombok Barat itu patut di apresiasi, karena mereka bisa membujuk siswanya hingga lulus sekolah," tegas dia.

Dari data yang diperoleh, bilang dia, jenis pekerjaan para siswa umumnya sebagai tukang parkir, kerja di tempat cuci motor, dan bekerja di bengkel motor.

Kemudian ada yang kerja di tempat percetakan, jualan bensin di rumah, menjadi asisten rumah tangga (ART), serta membantu usaha keluarganya.

Bahkan, lanjut dia, ada salah satu SMK swasta di Jakarta yang mayoritas siswanya memang dari keluarga tidak mampu.

"Rata-rata per kelas, ada 4 siswanya yang bekerja," ucap dia.

DKI Jakarta miliki KJP Plus

Namun, mereka diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, kalau soal bayaran sekolah (SPP) tidak ada masalah, karena di DKI Jakarta mereka mendapatkan KJP Plus.

"Jakarta ada KJP Plus untuk biaya pendidikan, kalau daerah lain belum tentu dibiayai pemerintah daerah, terutama untuk jenjang SMA/SMK," tutur dia.

Selain itu, aktivitas belajar di rumah tanpa pengawasan orangtua akan berpotensi mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar.

Ini terjadi bila pengawasan orangtua terhadap anaknya sangat lemah.

Baca juga: PJJ Alami Banyak Kendala di Tiap Daerah

"Tidak dapat dihindari terjadinya pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi Covid-19," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com