Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Rizali
Pemerhati pendidikan

Pemerhati pendidikan, Kabid Pendidikan NU Circle, dan Presidium Gernas Tastaka

Hari Kesaktian Pancasila, Catatan Kecil tentang Hapusnya Dendam Masa Lalu

Kompas.com - 01/10/2020, 13:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Melihat Ilham, putra D.N. Aidit dengan tenang dan senyum sedih duduk di kursi ILC semalam, saya kagum kepadanya.

Tanpa harus mengetahui dan mengenalnya, sudah terbayangkan betapa berat dia menjalani hidup dan alhamdulillah terlihat sudah mulai mengendap saat ini.

Jika kita menyaksikan Gubernur Lemhanas Agus W. yang ayahnya adalah tentara korban kekejaman pembunuhan PKI saat itu dan bersanding dengan Ilham, saya menyaksikan sebuah pameran kearifan dahsyat yang mewakili bangsa ini dari keduanya.

Jelas keduanya tak mewarisi apa yang dilakukan oleh orangtuanya, baik atau buruk. Namun, putra seorang yang dimuliakan jelas akan merasakan kemuliaan dan putra seorang yang dianggap sebagai musuh negara, jelas akan merasakannya pula.

Mereka yang terpapar dan belum terbukti anggota PKI saja sudah mengalami nasib sangat terhina, apalagi Ilham.

Baca juga: Hari Kesaktian Pancasila, Nadiem: Lilin Pancasila Tetap Menyala Saat Pandemi

 

Jadi, saya sepakat dengan Salim Said, komunis sebagai ideologi sedang mengalami kebangkrutan dan bertransformasi, namun dendam di alam bawah sadar itulah yg sangat berbahaya.

Saya jelas dalam sebuah skala sangat kecil pernah disakiti, dilecehkan oleh orang lain. Namun saking kecilnya, ibarat kotoran hanyalah debu yang dengan mudah saya kibaskan dan lupalah saya siap yang mengotori saya dengan debu.

Namun, tak mampu saya membayangkan, ketika setiap waktu saya diguyuri lumpur dan memuncak pada sebuah tanggal di sebuah bulan.

Saya pikir tak ada dosa Ibrahim As. meski ayahnya adalah pembuat patung yang dia hancurkan. Sebaliknya, tak ada dosa Nuh As. meski putranya membangkang dan tak selamat dari hukuman-Nya.

Mengingat peristiwa sedih bagi sebagian orang yang mengalami adalah menguak luka lama dan kembali berdarah.

Namun untuk sebagian yang lain adalah sebuah tausiah kebaikan. Jika saya Ilham dan Agus, mungkin saya jauh lebih suka menghindari hiruk pikuk pengoyak luka itu.

Namun mereka memilih tampil menghadapi publik, meski nampaknya terlihat Ilham dan Agus bukan jenis manusia yang suka tampil di depan publik.

Hebat sampeyan berdua.

Betul-betul menjadi "Ilham yang bAgus" bagiku menulis catatan kecil ini...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com