Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

I-4 Diaspora: Situasi Normal Baru di Korea, Apa Pelajaran Bisa Kita Dapatkan?

Kompas.com - 07/06/2020, 20:17 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis


Oleh: Gregorius Rionugroho Harvianto, PhD

KOMPAS.com - Korea Selatan sejak awal tidak jauh berbeda dengan Indonesia, tidak menerapkan kebijakan lockdown. Pemerintah Korea hanya melakukan pembatasan sosial “strict social distancing” selama bulan Maret dan April.

Bahkan dalam masa strict social distancing tersebut, Pemerintah Korea tetap menyelenggarakan pemilu legislatif.

Sejak 4 Mei 2020 lalu, Pemerintah Korea telah menerbitkan petunjuk baru untuk fasilitas publik, dengan tetap menerapkan social distancing yang lebih rileks, yang mungkin di Indonesia lebih akrab dengan istilah “new normal”.

Fasilitas publik dimaksud yakni restoran, transportasi publik, tempat wisata, bank, tempat ibadah, dan lain-lain. Situasi lebih longgar ini diterapkan setelah zero cases (tidak ada kasus Covid-19) secara nasional selama beberapa hari.

Namun, penerapan social distancing yang lebih rileks ini ternyata memicu terbentuknya beberapa klaster kecil baru yang muncul seperti tempat hiburan malam di Itaewon, gudang logistik Coupang, tempat kursus di Hongwoo Building Seoul, beberapa gereja di Incheon dan Gyeonggi-do.

Baca juga: I-4 Diaspora: Tanpa WHO dan Lockdown, Taiwan Berhasil Lewati Pandemi Covid-19

Dengan mengamati perkembangan saat ini, Pemerintah Korea sendiri telah menetapkan situasi yang dapat diklasifikasikan sebagai “gelombang kedua” jika terdapat kasus baru sebanyak 100 dalam 1 hari.

Indikator ini digunakan pemerintah Korea dalam mengeluarkan kebijakan tipe social distancing masyarakat.

Dalam masa kenormalan yang baru ini, ada beberapa hal menarik dari Korea yang kiranya baik dan buruknya dapat menjadi pembelajaran Indonesia yang saat ini pun sedang bersiap-siap memulai kenormalan yang baru.

Hal ini penting, mengingat kita memang tidak bisa meremehkan virus Covid-19 ini. Korea Selatan, yang terkenal dengan kedisiplinan dan test PCR nya yang masif, saat ini pun masih bisa kecolongan kasus-kasus baru.

1. Meningkatnya jumlah kasus tidak terdeteksi proses transmisinya

Dalam penanganan pandemi ini, Pemerintah Korea selalu transparan dalam memberikan informasi lokasi pasien yang dinyatakan positif. Hal ini menimbulkan kepercayaan tinggi masyarakat kepada pemerintah dalam penanganan Covid-19 ini.

Satu hal menarik dari transparansi data ini, dalam dua minggu terakhir ditemukan fakta terjadi peningkatan jumlah kasus tanpa kejelasan proses transmisinya (9 persen dari total keseluruhan kasus baru).

Sedangkan dalam masa kritis Covid-19 di Korea dua bulan lalu, hanya terdapat 4 persen kasus tidak jelas transmisinya. Kejelasan informasi akan transmisi ini menjadi penting untuk warga Korea dalam memberikan kenyamanan bagi warga saat beraktivitas di situasi baru ini.

2. Test PCR dan pelacakan kontak yang masif

Saat ditemukan kasus baru, pihak KCDC (pemerintah) langsung segera mengumumkan kepada publik melalui alert system yang dapat diterima handphone setiap warga.

Warga yang memiliki riwayat perjalanan segera dihimbau untuk melakukan test PCR dan swakarantina selama 2 minggu.

Bahkan, untuk kasus Itaewon karena berkaitan dengan tempat hiburan malam, pemerintah menegaskan akan menjamin seluruh kerahasiaan identitas 5.517 warga Korea yang memiliki kontak di klub dan bar, agar tidak menimbulkan stigma negatif dari masyarakat.

Termasuk warga yang bertempat tinggal dan mengunjungi Itaewon yang berjumlah sekitar 65.000 orang juga dites dalam waktu seminggu.

Dari pengetesan tersebut, ditemukan 170 kasus positif termasuk tanpa gejala. Pelacakan warga yang dilakukan oleh tim khusus pemerintah (2.162 petugas) ini didapatkan dari transaksi kartu kredit, sinyal telepon dan CCTV di daerah tersebut.

Baca juga: I-4 Diaspora: Belajar Keberhasilan Zero Cases dari Normal Baru Brunei Darussalam

3. Pentingnya pihak swasta mengikuti protokol kesehatan dan menjaga sirkulasi udara

Dari kasus klaster jasa e-commerce Coupang, ada hal lain yang dapat kita pelajari yaitu bahwa dalam pekerjaan di gedung tertutup ini, para pekerja ditemukan tidak melakukan pencegahan dengan baik.

Kasus sederhana, para pekerja yang tidak menggunakan masker karena di dalam gedung.

Termasuk juga hasil temuan yang diungkapkan studi epidemiologi KCDC, sirkulasi udara yang tidak baik di gedung membuat transmisi virus lebih cepat. Dari 3.600 orang dites ditemukan 30 orang positif Covid-19.

4. Penutupan kembali tempat hiburan, fasilitas publik dan tempat wisata

Dalam penanganan klaster baru ini, Pemerintah Korea kembali menghimbau perilaku social distancing di Korea, khususnya wilayah Seoul, Incheon dan Gyeonggi-do.

Begitu ditemukan kasus baru, pemerintah daerah segera menutup kembali tempat hiburan (night club dan bar) dan tempat wisata hingga 14 Juni. Termasuk juga penutupan fasilitas publik seperti perpustakaan dan museum.

Pemerintah (KCDC) dalam hal ini telah meminta masyarakat menghindari pertemuan tatap muka hingga risiko penularan menurun.

Apabila pertemuan tatap muka tidak dapat dihindari, maka penyelenggara kegiatan keagamaan harus mengurangi jumlah peserta, menyediakan absensi, menjaga jarak antar peserta, melakukan pengecekan suhu tubuh dan gejala, dan meminta peserta dan petugas memakai masker dan mencuci tangan.

Baca juga: Belajar dari Perancis, 70 Kasus Covid-19 Ditemukan Setelah Siswa Kembali Sekolah

5. Kewajiban penggunaan masker di tempat publik

Distribusi dan pembelian masker di Korea diatur oleh pemerintah sejak kasus Covid-19 meningkat di Februari.

Sebelumnya, pembelian hanya dibatasi dua per minggu dan pembelian dilakukan di hari tertentu. Saat ini, sejak pertengahan Mei, masyarakat sudah bisa membeli masker sebanyak tiga buah dalam seminggu, dan tidak dibatasi di hari tertentu.

Dalam praktiknya saat ini, transportasi publik seperti bus, kereta, taksi berhak menolak penumpang jika tidak menggunakan masker.

6. Insentif untuk warga dan UMKM

Tidak dapat dipungkiri Covid-19 ini sangat berdampak terhadap perekonomian, khususnya para pelaku UMKM.

Pemerintah Korea memberikan insentif keuangan kepada seluruh warga Korea yang dimana dana tersebut digunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari yang bertujuan kepada perputaran keuangan di dalam negeri.

Insentif tersebut bervariasi dari jumlah keluarga maupun level ekonomi, dari 400.000 – 1.500.000 won korea (sekitar 5 juta hingga 18 juta rupiah).

Secara khusus, ada juga kebijakan di berbagai daerah (salah satunya pemerintah daerah Ulsan) dalam meningkatkan perputaran ekonomi lokal, yaitu adanya potongan harga bagi warga yang berbelanja di UMKM.

Potongan harga ini disubsidi oleh pemerintah, sehingga para pelaku UMKM tetap mendapatkan keuntungan secara utuh.

7. Pentingnya aktivitas pencegahan dalam kehidupan sehari-hari

Dalam praktik kehidupan sehari-hari, ada beberapa hal yang dilakukan di Korea dalam menekan angka kasus positif Covid-19 yang bisa dirangkum sebagai berikut:

a. Duduk di kantin atau restoran kantor secara searah tidak berhadapan. Seandainya harus berhadapan, juga disiapkan partisi penghalang.

b. Pengecekan suhu sebelum memasuki tempat-tempat publik.

c. Restoran membuat form nama dan nomor HP yang memudahkan untuk pelacakan kontak jika terdapat kasus baru.

d. Olahraga seperti sepakbola, basket, baseball dan golf sudah main tanpa penonton. Bahkan semua pemain bola sudah dites Covid-19 oleh federasi sepakbola.

e. Karantina 2 minggu untuk penduduk atau WNA yang baru tiba di Korea, karena banyak ditemukan imported case dari pendatang di bandara.

f. Tombol-tombol di lift diberikan pelindung berbahan Cu yang dapat menghambat transmisi virus.

g. Di kampus dan perkantoran hanya ada satu pintu masuk dan ada absensi termasuk administrasi ruangan yang dituju.

h. Tempat duduk di sekolah dan universitas juga diberikan jarak yang cukup antara satu orang dengan yang lain.

Baca juga: Gerakan Sekolah Menyenangkan: Kurikulum Ketahanan Diri di Normal Baru Pendidikan

Artikel ini merupakan rangkaian kurasi tulisan ilmuwan diaspora Indonesia yang tergabung dalam I-4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional) dan dikumpulkan oleh Dr. Sastia Prama Putri, Sekjen I-4.

Seri tulisan " New Normal" dari berbagai perspektif ilmuwan diaspora beberapa negara ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dan masyarakat memasuki masa "kenormalan baru" di Indonesia.

Penulis: Gregorius Rionugroho Harvianto, PhD, Senior Research Engineer di Benit M Korea (Perusahaan Konsultan Industri Migas dan Petrokimia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com