Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Suka Duka Mahasiswa Tingkat Akhir Selesaikan Skripsi di Tengah Corona

Kompas.com - 03/04/2020, 07:30 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KOMPAS.com - Dalam situasi normal, tugas akhir skripsi tak jarang jadi momok bagi setiap mahasiswa. Proses pengerjaan skripsi yang menyita waktu, tenaga, biaya, dan pikiran membuat mahasiswa serasa ingin segera menyelesaikannya.

Lalu, bagaimana jika mengerjakan skripsi di tengah situasi pembatasan fisik (physical distancing) lantaran wabah pandemi corona?

Kompas.com mewawancarai sejumlah mahasiswa tingkat akhir di berbagai kampus untuk berbagi kisah penyusunan skripsi di tengah wabah corona.

1. Ravinska Minerva Azura (Planologi/ Perencanaan Wilayah dan Kota ITB, 2016)

Ravinska atau akrab disapa Kaka saat ini sedang mengerjakan tugas akhir tentang kebencanaan dan mengambil lokasi penelitian di Daerah Aliran Sungai Citarum Bandung.

Dalam situasi darurat corona, ia mesti melakukan segala aktivitas kuliah dan bimbingan skripsi secara online.

Seluruh persiapan skripsinya saat ini telah memasuki tahap pengambilan data. Namun, situasi corona mengharuskan ia mengubah metode pengambilan data yang awalnya survei primei menjadi studi literatur karena mengikuti imbauan kampus.

"Rencananya awalnya adalah setelah dasar teorinya mantap kemudian selesai dengan analisis spasial, saya bakal melakukan triangulasi data, yaitu dengan survei primer ke lokasi yang keluar di hasil penelitian. Selain itu, juga mau melakukan wawancara ke beberapa stakeholders terkait baik dinas maupun pemerintah daerah," ujar Kaka saat dihubungi Kompas.com.

Pengubahan lingkup pengerjaan tugas akhir tersebut di ITB adalah bentuk respon untuk menjamin keamanan mahasiswa di situasi pandemi corona. Dengan demikian, persiapan skripsi yang Kaka lakukan menjadi agak kacau.

"Dukanya adalah jadi agak kacau semua persiapan yang sudah dilakukan untuk pengambilan data. Mau tak mau survei primer mesti dihilangkan atau diubah caranya biar bisa aman dan tak mesti keluar rumah," ujarnya.

Baca juga: Wabah Corona, Skripsi Mahasiswa Tingkat Akhir Terancam Tak Selesai

Hambatan lainnya yang ia rasakan adalah pencarian data untuk analisis. Ia menyebutkan data untuk bahan analisis yang biasanya diperoleh di dinas-dinas terkait sulit untuk diakses.

"Karena gak cuma banyak yang bentuknya hard copy, data soft copy pun banyak yang lokasi penyimpanannya di kantor dinas. Mesti kerja pintar sih di kondisi seperti ini dan selalu berusaha mengomunikasikan hambatan ke dosen pembimbing, biar sama-sama ada jalan keluarnya dan jadinya bisa meminimalisir kerugian," kata Kaka.

Ia mengatakan networking dalam kondisi saat ini menjadi sangat berguna untuk mendapatkan data pendukung skripsinya. Menurutnya, hal terpenting dan memudahkan mahasiswa untuk mengerjakan skripsi saat ini yaitu transparansi pemerintah dalam data dan keaktifannya dalam mengunggah data ke website sehingga bisa diakses publik.

"Karena sebagai mahasiswa pasti ada waktu di mana kita membutuhkan itu, salah satunya kaya sekarang. Saya kira seharusnya kita sudah ada dalam periode kemudahan mengakses data," ujar Kaka.

Meskipun demikian, ia mengapresisi ITB lantaran pihak kampus bisa memahami kondisi yang terjadi saat ini dan mengambil langkah strategis. Ia tak menampik ada beberapa kenyataan pahit yang mesti ia telan dalam penyusunan skripsinya.

"51 persen (yakin lulus semester ini) kalau data-datanya dapat," tambah Kaka.

2. Nugi (Ilmu Sejarah UNS, 2016)

Sebagai mahasiswa Ilmu Sejarah, Nugi harus melakukan penelusuran arsip dan literatur pendukung lainnya sebagai pendukung dalam penyusunan skripsi.

Nugi mengatakan, ia terhambat untuk melakukan penelitian ke berbagai instansi karena keterbatasan akses di tengah corona.

Selain itu, ia merasakan kesulitan untuk melakukan wawancara ke narasumber untuk menyelesaikan skripsi. Ia pun pesimis skripsinya selesai di semester ini.

"Kalau skripsi selesai semester ini tak mungkin. Minimal selesai di semester 9," kata Nugi saat dihubungi Kompas.com.

Dalam proses pencarian literatur skripsi, Nugi mesti datang ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta.

Sementara, ANRI saat ini sedang menutup pelayanannya ke publik.

"Akses perpustakaan juga ditutup, padahal buku sebagai penunjang utama skripsi," ujar Nugi.

Saat ini, Nugi harus mengeluarkan uang ekstra untuk membeli literatur-literatur penunjang penulisan skripsi. Ia mengatakan akses perpustakaan juga ditutup di tengah kebijakan kampus terbaru.

"Padahal buku sebagai penunjang utama skripsi. Pengeluaran skripsi jadi bertambah ya itu diantaranya kesulitan mencari literarur. Mau tak mau beli online," ujar Nugi.

Baca juga: Jika Skripsi Tak Selesai, Mahasiswa Tingkat Akhir Minta UKT Semester Selanjutnya Gratis

Ia berharap juga ada pengembalian UKT semester yang sedang berjalan saat ini sebesar 50 persen. Menurutnya, saat ini mahasiswa di UNS tak bisa menggunakan fasilitas di kampus.

"Saya minta Mas Nadiem, kalau bisa UKT semester ini dialihkan untuk semester depan," ujar Nugi.

Ia pun kesulitan untuk melakukan bimbingan skripsi dengan dosen pembimbingnya. Menurut Nugi, ada keterbatasan komunikasi untuk melakukan bimbingan skripsi secara online.

3. Fikri (Ilmu Sejarah UI, 2014)

Ilustrasi skripsi.Dok. Istimewa Ilustrasi skripsi.

Fikri saat ini berada di ujung tanduk. Ia saat ini tengah menjalani tahun keenam perkuliahannya.

Fikri terus berjuang untuk menyelesaikan skripsinya di bawah tengah ancaman Drop Out (DO) jika tak bisa menyelesaikan skripsi semester ini. Saat ini, ia mesti melakukan wawancara secara online untuk melengkapi informasi untuk pengerjaan skripsi.

"Itu yang agak berat sih. Belum tentu yang dihubungi juga bisa. Terus narasumber banyak yang sibuk mendadak dengan Work From Home," kata Fikri saat dihubungi Kompas.com.

Sulitnya mencari literatur juga dirasakan Fikri. Ia tak bisa mengunjungi tempat-tempat untuk melihat arsip yang ia butuhkan sebagai data pendukung skripsi.

"Saya juga mau pinjam buku ke beberapa kenalan di Tangerang Selatan, Jakarta Selatan, sama Jakarta Pusat jadi tak bisa karena sementara mereka tak terima tamu. Buku-bukunya susah didapatkan online," katanya.

Selain itu, Fikri tak bisa melakukan wawancara mendalam ke beberapa narasumber skripsi di lapangan. Menurutnya, proses pengerjaan skripsinya tak cukup dari sekedar riset.

"Makanya harus ke lapangan juga, mencari berkas-berkas, mengunjungi narasurmber sekalian berkontak sama pihak narasumber lain," tambahnya.

Dalam proses pengerjaan skripsi, tak jarang ia merasa kesepian di indekos. Rekan-rekan indekost Fikri sudah banyak yang pulang ke rumah masing-masing dan juga hampir tak ada teman untuk mengerjakan skripsi bersama.

"Hampir tak ada teman buat ngerjain bareng karena yang diajak bareng pun takut buat ketemu-ketemu dan takut saling nularin. Ada sih paling satu dua," ujar Fikri.

Baca juga: Mahasiswa Tingkat Akhir Unpad yang Terancam DO dapat Kebijakan Khusus, Apa Itu?

Di kesulitan saat ini, Fikri masih terus menghubungi narasumbernya sambil mengecek penulisan skripsinya. Ia juga mencicil untuk membuat daftar singkatan, tabel, istilah, peta, daftar pustaka, dan lainnya.

Meski dikepung kesulitan, Fikri tetap bersyukur dengan kondisi yang ia jalani. Fikri bersyukur karena mendapat dosen pembimbing skripsi yang mudah dihubungi, selalu memberi semangat, dan memberikan umpan balik.

Ia berharap wabah pandemi corona ini cepat selesai sehingga wisuda semester genap 2020 bisa terselenggara. Dengan begitu, orangtuanya dari Bengkulu bisa melihat Fikri diwisuda.

"Maklum, mereka (orangtua Fikri) belum pernah nengokin sejak saya jadi mahasiswa tahun 2014. Saya targetkan akhir April skripsi sudah jadi seluruhnya dan siap sidang," kata Fikri.

4. Kiki (Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Tanjung Pura, 2016)

Dalam dua mingga masa karantina, Kiki merevisi skripsi yang telah ia kerjakan. Baginya, bimbingan secara online tak lebih seru dibandingkan secara tatap muka.

"Tapi masing-masing ada kelebihan dan kekurangan. Karena selalu stay di rumah, jadinya semangat agak kendor, kalau dulu kan nunggu dosen sama-sama terus cerita-cerita, ngobrol-ngobrol sama teman," kata Kiki saat dihubungi Kompas.com.

Physical distancing ini menyebabkan agenda wawancara bersama narasumber skripsinya gagal. Ia merasa ada kemungkinan skripsi yang ia susun tak selesai semester ini.

"Saya kesusahan mencari cerita untuk diterjemahkan ke Bahasa Inggris, kemudian, dibuat videonya," ujar Kiki.

Dalam mencari literatur untuk skripsinya, ia menggunakan perpustakaan digital yaitu IPusnas dan IKalbar. Kiki merasa kecewa lantaran koleksinya yang tak lengkap sehingga tak bisa menunjang penulisan skripsi.

"Perpustakaan digital tak memadai sama sekali. Kecewa saya. Saya malah ga ketemu buku cerita rakyat Kalimantan Baratnya," tambah Kiki.

Baca juga: Wabah Corona, Masa Studi Mahasiswa Tingkat Akhir yang Terancam DO Diperpanjang 1 Semester

Skripsi yang ia susun menggunakan metode kualitatif. Kiki sedang mengembangkan learning resource untuk pembelajaran narrative text bahasa Inggris menggunakan cerita rakyat Kalimantan Barat.

Ia juga merasa physical distancing ini berpengaruh terhadap kondisi kejiwaannya. Ia merasa kesepian karena tak bisa pulang ke kampung halamannya di tengah wabah corona ini.

"Bapak saya kehilangan pekerjaan, soalnya bapak saya tukang masak. Saya tak punya uang untuk pulang kampung dan uang yang ada untuk bertahan hidup sampe ke depannya. Tak tahu kan corona ini sampai kapan. Saya khawatirnya wabah ini bikin krisis, dan bisa-bisa sampai setahun ke depan baru normal lagi," ujar Kiki.

Ia pun masih menyisihkan tabungannya untuk pengerjaan skripsi. Tahap pengerjaan skripsi setelah penyempurnaan proposal nantinya adalah menyewa jasa kartunis untuk membuat produknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com