Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peningkatan Anggaran Penelitian dan Pertaruhan Reputasi Akademik

Pemerintah memahami dan menyadari bahwa riset merupakan proses pendorong dari suatu kemajuan, dan perguruan tinggi merupakan garda terdepan untuk mewujudkannya.

Hasil kajian Research & Development World (R & D World) menyebutkan besaran anggaran riset yang berasal dari APBN dan non-APBN bersifat fluktuatif dari tahun ke tahun.

Anggaran riset 2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (2022), kemudian naik lagi menjadi 12,10 miliar dollar AS (2023), lalu kembali turun menjadi 4,5 miliar dollar AS (2024).

Rasio anggaran riset juga masih sangat rendah, yaitu antara 0,2 persen-0,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam 10 tahun terakhir. Angka ini kalah jauh dibandingkan China (2,08 persen), Singapura (1,98 persen) ataupun Malaysia (1,15 persen) (World Bank, 2023).

Rendahnya anggaran riset menimbulkan keprihatinan tidak saja di kalangan perguruan tinggi (PT), tetapi juga di kalangan anggota Parlemen.

Kondisi ini menunjukkan kementerian dan BRIN belum mampu mengonsolidasi anggaran untuk keperluan riset dan pengembangan anggaran untuk kegiatan pendukung manajemen kelembagaan.

Seperti juga dilaporkan dalam dokumen Peta Jalan SDGs Indonesia Menuju 2030 (Bappenas, 2023), tantangan utama pengelolaan riset dan pengembangan di Indonesia antara lain rendahnya anggaran riset serta pengelolaan dana riset yang belum optimal dan efisien.

Idealnya, anggaran riset untuk Indonesia yang PDB nasional besar adalah 1 persen, jika ingin memajukan kualitas riset, membudayakan pola pikir ilmiah, dan meningkatkan komersialisasi produk penelitian, serta menjadikan riset dan inovasi sebagai sumber pertumbuhan utama ekonomi nasional.

Konsisten dengan hal itu, mulai 2023 Kemdikbudristek melakukan klasterisasi PT berdasarkan kinerja riset dan pengabdian masyarakat yang sudah dilakukan verifikasi oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) perguruan tinggi masing-masing.

Data kinerja didasarkan pada hasil penilaian 7 (tujuh) indikator, yaitu penulis (author), afiliasi (affiliation), jurnal (journal), penelitian (research), pengabdian kepada masyarakat (community service), kekayaan intelektual (intellectual property rights), dan buku (book), yang diperoleh dari portal SINTA.

Setiap PT dapat melihat hasil pengukuran kinerja pada menu (tab) Metrics Cluster pada profil perguruan tinggi masing-masing.

Ketujuh indikator penilaian klasterisasi tersebut diukur dari jumlah atau produktivitas kinerja yang dihasilkan oleh PT.

Pertama, penulis (author), diukur dari jumlah dosen yang menjadi penulis utama (first author) pada publikasi jurnal ilmiah, baik nasional maupun internasional.

Kedua, afiliasi (affiliation), diukur dari jumlah kerja sama atau netwoks yang berhasil dibangun oleh PT dengan PT lain atau dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Ketiga, jurnal (journal), diukur dari jumlah publikasi ilmiah yang diterbitkan pada jurnal nasional terakreditasi dan jurnal internasional bereputasi.

Keempat, penelitian (research), diukur dari jumlah penelitian yang dilakukan dibandingkan jumlah dosen/penulis.

Kelima, pengabdian kepada masyarakat (community service), diukur dari jumlah pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan.

Keenam, kekayaan intelektual/KI (intellectual property rights), juga diukur dari jumlah KI yang dihasilkan (dari hak cipta hingga paten).

Ketujuh, buku (book), juga diukur dari jumlah publikasi buku yang dihasilkan oleh para dosen/penulis.

Selain indikator afiliasi kelembagaan, unsur pembagi keenam indikator klasterisasi lainnya adalah dosen/penulis (author).

Artinya, berapapun jumlah kepenulisan (authorship), penelitian, publikasi, pengabdian kepada masyarakat, buku, dan KI yang dihasilkan oleh PT sebagai bukti kinerjanya, dibagi dengan jumlah dosen/penulis yang berafiliasi pada PT.

Semakin banyak jumlah dosen/penulis, maka jumlah yang diperlukan oleh keenam indikator tersebut juga semakin banyak.

Klasterisasi PT 2024 didasarkan pada hasil olahan kinerja PT periode 2020—2022 dari 943 PTN dan PTS Indonesia.

Hasil klasterisasi menetapkan 47 (5 persen) PT masuk klaster Mandiri; 194 (21 persen) PT masuk klaster Utama; 277 (29 persen) PT masuk klaster Madya, dan 425 (45 persen) PT masuk klaster Pratama (Kemdikbudristek, 2023). Dari data tersebut, terbanyak berada pada klaster Madya dan Pratama.

Klaster Madya terdiri dari kelompok kualifikasi perguruan tinggi dengan akreditasi C atau Baik dan memiliki skor SINTA kurang lebih 50 persen dari total PT binaan Kemikbudristek yang terdaftar di Pangkala Data Pendidikan Tinggi (PDDikti).

Sedangkan klaster Pratama terdiri dari PT yang terakreditasi minimal C atau Baik serta skor persentil SINTA afiliasi sebesar ≥ 0 dari total perguruan tinggi yang terdaftar di PDDIKTI.

Klasterisasi PT memang tidak dimaksudkan untuk “pemeringkatan” (ranking). Namun demikian, hasil klasterisasi yang mengindikasikan kinerja PT dalam menjalankan tridarma yang tentu saja akan berimbas pada reputasi PT di hadapan masyarakat.

Selain itu, klasterisasi juga sangat penting dalam rangka menyusun peta jalan riset dan rencana strategis PT, mengakselerasi kinerja PT, serta menetapkan kewenangan PT dalam pengelolaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Setiap PT, pada klaster manapun, termasuk PT yang berada pada klister Madya dan Pratama, harus berupaya agar bisa meningkatkan klasterisasinya, dengan cara memaksimalkan pencapaian ketujuh indikator penilaian klasterisasi.

Tentu saja, untuk mengejar dan meningkatkan skor seluruh indikator tersebut tentu berat dan bukan pekerjaan mudah. Yang paling mungkin dan rasional dilakukan oleh PT adalah fokus pada indikator-indikator kinerja yang memang sangat memungkinkan untuk dikejar.

Apapun harus dilakukan oleh PT, karena klasterisasi merupakan pertaruhan PT untuk menjaga kewibawaan dan reputasi akademik di mata publik.

Penelitian, publikasi dan KI merupakan “segitiga emas” bagi setiap PT untuk memperoleh klaster yang lebih tinggi, hingga klaster Mandiri.

Perintah presiden agar Kemendikbudristek untuk meningkatkan anggaran riset dan pengembangan PT merupakan momentum tepat untuk meningkatkan klaster PT.

Apalagi, PT memiliki peran penting dan strategis dalam rangka memperkuat budaya riset dan pengembangan secara nasional, selain Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang merupakan orkestrator riset dan pengembangan bersama Bappenas untuk merancang kebutuhan riset nasional.

Namun demikian, mengutip presiden Jokowi (30/1/2020), “riset jangan hanya sampai atau jadi laporan, dan ditaruh di lemari".

Produk (keluaran) riset dan inovasi harus bermanfaat bagi masyarakat dan mendapat rekognisi internasional, dalam bentuk publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi; diseminasi pada konferensi/seminar internasional; mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dapat diterapkan oleh pemangku kepentingan.

Untuk meningkatkan kinerja “segitiga emas” tersebut, PT harus mulai fokus pada target output (produktivitas dosen) dan outcome (multifactor productivity/MFP), bukan pada target capaian indikator input (SDM, anggaran) saja.

Di sinilah tantangannya, karena hasil analisis regulatory impact assessment (RIA) yang dilakukan dosen FEB-UGM) (Pradiptyo & Iman, 2023) menunjukkan bahwa rendahnya kualitas penelitian dosen merupakan permasalahan utama yang dihadapi PT saat ini.

Kebijakan pemerintah (Kemdikbudristek) ditengarai sebagai penyebabnya, dengan membebani dosen dengan tugas-tugas administratif yang kontraproduktif, tanpa mendukung kinerja dosen dalam mencapai intermediate/final outcome, seperti publikasi ilmiah dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Dalam situasi seperti ini, sangat dipahami jika kemudian tercipta crowding out yang menurunkan kualitas penelitian yang justru sangat diharapkan dalam rangka untuk meningkatkan kontribusi PT dalam pemecahan masalah nyata masyarakat (societal impact).

Hasil analisis di atas sejalan dengan data SINTA (11/3/2024) yang juga memperlihatkan tidak sebanding antara jumlah PT (afiliasi) dengan produktivitas riset dan publikasinya.

Jurnal yang diterbitkan baik terakreditasi maupun tidak berjumlah 9.906 jurnal dari 5.578 PT atau setiap PT hanya mampu menerbitkan 1—2 jurnal. Buku yang diterbitkan sebanyak 19.569 judul dari 279.447 dosen, yang artinya tidak setiap dosen menulis buku.

Kekayaan Intelektual yang dihasilkan sebanyak 27.937 KI dari 279.447 dosen, yang berarti juga tidak setiap dosen memiliki KI.

Penelitian yang dihasilkan dosen sebanyak 569.204 judul dari 279.447 dosen, yang artinya setiap dosen rerata membuat 1-2 projek penelitian.

Pengabdian masyarakat yang dilaksanakan sebanyak 58.737 judul dari 279.447 dosen, yang artinya tidak setiap dosen melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.

https://www.kompas.com/edu/read/2024/03/15/113457271/peningkatan-anggaran-penelitian-dan-pertaruhan-reputasi-akademik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke