Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Inggris Serba Mahal, Masihkah Layak Jadi Negara Tujuan Studi?

Lantas masihkah pantas Inggris menjadi negara tujuan studi? Apakah harga yang dibayar oleh mahasiswa Indonesia bakal sebanding dengan kualitas dan layanan yang didapat?

Mulai tahun ini, mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan studi di Inggris harus merogoh kocek lebih dalam. Pemerintah Inggris bakal menaikkan biaya Immmigration Health Surcharge (IHS) hingga 66 persen.

IHS adalah biaya yang harus dibayar pendatang untuk memperoleh layanan kesehatan di Inggris. Biaya bagi mahasiswa dan anak-anak naik dari 470 poudsterling menjadi 776 poundsterling per tahun.

Sedangkan bagi pendamping dewasa harus membayar 1.035 poundsterling, naik dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 624 poundsterling.

Artinya, jika mahasiswa Indonesia ingin melanjutkan studi doktoral empat tahun di Inggris dan membawa pasangan serta dua anggota keluarga, maka biaya yang dikeluarkan bakal tembus 13.452 poundsterling. Ini hampir setara Rp 262 juta (menggunakan kurs 1 poundsterling setara Rp 19.500).

Biaya ini belum termasuk visa, yang lebih dulu merangkak naik. Semula biaya visa dipatok sebesar 363 poundsterling untuk mahasiswa, namun Oktober 2023 naik 35 persen menjadi 490 poundsterling atau nyaris Rp 10 juta perorang.

Kenaikan biaya visa dan IHS perlu menjadi pertimbangan mahasiswa Indonesia yang berencana membawa anggota keluarga ke Inggris, sekalipun ia sudah mengantongi beasiswa.

Pasalnya, jarang sekali ada lembaga pemberi beasiswa yang turut menanggung biaya keberangkatan anggota keluarga. Jadi, bila ingin membawa pasangan dan putra-putri, maka Anda harus merogoh dompet pribadi.

Ketentuan ini hanya berlaku bagi mahasiswa pascasarjana program riset, misalnya, program studi doktoral.

Sedangkan di luar kategori tersebut, mulai 1 Januari 2024, pemerintah Inggris melarang mahasiswa membawa serta keluarga.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak memang sedang getol memperketat aliran masuk imigran, termasuk pendamping mahasiswa asing.

Sebab berdasar data Home Office UK, atau Kementerian Dalam Negeri Inggris, pada Desember 2022, negeri Raja Charles tersebut mengumbar visa kepada 136.000 pendamping mahasiswa (suami, istri atau anak para mahasiswa). Jumlah ini meroket delapan kali lipat dibanding 2019 yang sebanyak 16.000 orang.

Kenaikan biaya IHS dan visa ini bakal memukul calon mahasiswa asing di tengah mahalnya biaya hidup di Inggris.

Data Office of National Statistic UK, alias Biro Pusat Statistik (BPS) Inggris menunjukkan harga pangan dan energi di Inggris melambung. Biang keladinya adalah pandemi Covid-19, ditambah hantaman dampak perang Rusia dengan Ukraina yang tak mereda.

Sepanjang dua tahun, mulai Oktober 2021 hingga Oktober 2023, harga pangan naik 28 persen. Angka ini sama dengan kenaikan harga yang terjadi selama tiga belas tahun, mulai April 2008 hingga Oktober 2021.

Inflasi Inggris bahkan pernah menyentuh 11,1 persen pada Oktober 2022. Ini merupakan rekor tertinggi selama 41 tahun terakhir. Meskipun pemerintah Inggris berhasil menjinakkan inflasi pada Oktober 2023 yang turun menjadi 4,6 persen.

Namun biaya sewa rumah di Inggris masih cenderung tinggi. Ini perlu menjadi perhatian para calon mahasiswa. Sebab, biasanya sewa rumah menjadi komponen pengeluaran terbesar.

Data BPS Inggris pada November 2023, menunjukkan ongkos sewa rumah di Inggris naik 6,2 persen dalam satu tahun terakhir.

Menakar kualitas Pendidikan Inggris

Lantas dengan serangkaian kenaikan biaya di Inggris, masih pantaskah negara monarki tersebut menjadi negara tujuan studi para mahasiswa Indonesia?

Bila mengacu data World University Rangking 2024, sepuluh besar kampus terbaik sejagat masih didominasi universitas di Inggris dan Amerika Serikat.

Lembaga pemeringkat lain, seperti QS Top Universities juga menunjukkan daftar serupa. Kampus sohor di Inggris seperti University of Oxford dan University of Cambridge masih bertengger di urutan atas.

Namun, biaya kuliah di Inggris tidak murah. Memang ini bergantung universitas dan program studi yang dijalani calon mahasiswa.

Ambil contoh, saya menempuh program doktoral bidang Kepemimpinan Pendidikan di University of Nottingham. Biaya kuliah per tahun sebesar 17.500 poundsterling alias nyaris setara Rp 350 juta.

Ini belum termasuk biaya hidup, visa, dan asuransi kesehatan. Total jenderal, biaya studi doktoral selama empat tahun mencapai lebih dari Rp 2 miliar.

Nilai ini hampir setara dengan membangun infrastruktur dasar sekolah negeri di Indonesia. Banyak mahasiswa doktoral jurusan lainnya yang harus membayar biaya kuliah lebih tinggi, misalnya mahasiswa doktoral bidang kedokteran.

Dengan biaya ini memang kita mendapat beragam layanan. Mulai dari program pendampingan studi, akses bebas jutaan artikel jurnal bereputasi, sarana kampus modern, hingga pelatihan bahasa cuma-cuma.

Namun pendidikan tinggi di Inggris bukan tanpa cela. Sebagian dosen di Inggris kerap mogok mengajar. Ini menjadi hal lumrah saban tahun. Alhasil, mahasiswa dirugikan.

Ini terjadi di berbagai kampus di Inggris. Belum lagi relatif tingginya tingkat perpindahan dosen dari satu kampus ke kampus lainnya.

Tak sedikit mahasiswa Indonesia yang tertunda studinya karena dosen pembimbing mereka pindah ke universitas lain.

Mengacu data Higher Education Staff Statistics UK, atau Data Pengajar Perguruan Tinggi di Inggris, hanya 33 persen atau sebanyak 77.475 tenaga pendidik universitas yang dipekerjakan dengan status fixed term contract, alias karyawan tetap.

Tak heran, serikat dosen getol menuntut perbaikan kesejahteraan melalui aksi mogok kerja. Meskipun ini tidak terjadi di semua kampus dan tidak seluruh dosen ikut aksi.

Memang tidak mudah menakar kelayakan program studi di Inggris dari biaya kuliah yang mereka patok dan besarnya biaya hidup.

Meskipun kini Inggris serba mahal, namun daya pikatnya belum pudar. Data Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 2023 menunjukkan Inggris masih menjadi negara favorit tujuan para mahasiswa Indonesia penerima beasiswa.

Kenaikan biaya di Inggris tampaknya belum melunturkan pesona negeri Britania Raya tersebut.

Namun, beragam kenaikan harga dan kebijakan sang perdana menteri semoga dapat menjadi pertimbangan para calon mahasiswa. Setidaknya, mereka yang akan melanjutkan studi di Inggris tahun ini, harus bersiap dengan kondisi yang ada.

https://www.kompas.com/edu/read/2024/01/09/144609771/inggris-serba-mahal-masihkah-layak-jadi-negara-tujuan-studi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke