Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hal Baru dalam Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek 2023, Beda dari Sebelumnya

Maman S Mahayana yang menjadi juri dalam kategori Esai Sastra mengatakan, keberanian itu dapat memperkaya dan mengeksploitasi bahasa Indonesia sehingga memunculkan istilah-istilah baru.

“Di sinilah kebaruannya, keberanian penulis esai menawarkan idiom dan sebagainya yang memperkaya bahasa Indonesia. Penulis esai memang punya kesempatan untuk mengeksploitasi bahasa sehingga kemudian memunculkan istilah-istilah baru,” ujar Maman dalam Sosialisasi Karya Pemenang dan Nomine Kategori Esai Sastra Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek Tahun 2023, Kamis (23/11/2023) di Jakarta.

Menurut dia, masyarakat akan tetap mau membaca karya sastra tersebut walaupun isinya berat, antara lain karena khazanah katanya banyak.

Kriteria kedua yang juga menjadi hal baru dalam Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek tahun ini adalah cara penyajian karya tersebut.

Maman mencontohkan karya kumpulan esai sastra dengan judul Kaki Kata oleh
Nirwan Dewanto yang seolah-olah menggambarkan kondisi geografis suatu tempat, tetapi ternyata juga menceritakan tentang pengaruh sastra dalam hidup penulis itu.

“Misalnya geografi di dalam bukunya Nirwan. Saya pikir dia mau cerita tentang tempat, ternyata tidak. Dia bicara tentang bagaimana pengalaman dia berhubungan dan keterpengaruhan dia dengan sastra,” imbuhnya.

Bicara mengenai penilaian, Maman memastikan bahwa penilaian yang dilakukan adalah obyektif. Dewan juri menilai semata-mata pada karya sastra yang dihasilkan, bukan penulisnya.

“Kami menutup siapa nama pengarangnya. Kami tidak mendasari pernyataan ‘keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat’. Jangan jadikan itu senjata untuk bertindak subyektif. Kalau saya subyektif dan melanggar hati nurani, ya enggak bisa tidur. Maka, penting juga soal obyektivitas itu,” jelasnya.

Selain itu, menurut dia, hasil penilaian pun dapat dipertanggungjawabkan bukan hanya secara akademis dan di hadapan publik, bahkan juga pada hati nurani dan kepada Tuhan.

“Kami bertanggung jawab tidak hanya kepada publik, tetapi juga kepada Tuhan dan hati nurani. Ini yang membuat apa pun yang diputuskan buat saya tenang. Orang juga kalau misalnya mau berdebat, bisa saya perdebatkan. Ada pertanggungjawaban akademisnya,” tutur Maman.

Sementara itu, Nirwan Dewanto sebagai penulis buku berjudul Kaki Kata menerangkan tentang asal-usul pemilihan judul tersebut.

Dia mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat sudah akrab dengan kata-kata bersayap, misalnya berupa metafora dan simbolisme. Kemudian, dia mencoba memilih satu pengertian bahwa kata bersayap itu adalah puisi atau semacam puisi.

Bagi dia, puisi itu akan membawa kita meninggi ke langit, meninggi untuk menghayati sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh bahasa atau komunikasi sehari-hari.

“Kata yang berkaki itu kata yang bisa lari di atas bumi. Jadi kalau kata bersayap itu puisi, maka kata berkaki itu adalah prosa. Kata yang bersayap itu membuat kita itu berpikir tentang sesuatu yang mirip surga,” ucap Nirwan.

“Sedangkan kata berkaki adalah prosa yang membuat kita menghayati kehidupan di bumi. Prosa itu bisa esai, bisa risalah, bisa manifesto, bisa segala macam. Nah, saya mengambil pengertian itu, kata yang berkaki itu saya ambil kakinya itu menjadi kaki kata itu karena saya mau melangkah di bumi sastra Indonesia,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, hadir pula Dewi Anggraeni sebagai salah satu nomine kategori Esai Sastra dalam Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek Tahun 2023. Dia merupakan penulis buku bertajuk Berayun di Antara Keberpihakan dan Autokritik.

Dewi menjelaskan bahwa buku itu mencerminkan minatnya untuk membaca dengan cermat. Sebagai seorang akademisi, dia akan selalu merefleksikan diri dengan apa yang terjadi di dunia akademis.

“Sekarang ini istilahnya karena perkembangan kajian cultural studies sehingga karya sastra itu kan dianggap bagian sebagai produk budaya, dan biasanya argumentasinya itu akan melihat mengenai relasi kuasa. Jadi penelitian itu mengenai bagaimana cara sastra itu diproduksi,” terangnya.

Dia menambahkan, kalau mau membahas kritik sastra, seharusnya kita kembali ke bukunya. Menurut dia, itu merupakan cara yang paling tradisional, tetapi di sisi lain cara itu sekarang mulai menghilang.

Untuk diketahui, Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, menggelar rangkaian Sosialisasi Karya Pemenang dan Nomine Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek Tahun 2023 pada November 2023 di Jakarta.

Sosialisasi ini dibagi berdasarkan kategori penghargaan, yaitu kumpulan puisi, kumpulan cerpen, novel, naskah drama, dan kumpulan esai sastra.

Ketua Tim KKLP Pembinaan Bahasa dan Hukum, Sulastri, menuturkan, peserta yang diundang ke sosialisasi ini berasal dari berbagai latar belakang profesi, antara lain dosen, guru, peminat dan pengkaji sastra, serta jurnalis.

Selain itu, hadir pula para pemenang dan nomine serta perwakilan juri dari setiap kategori.

Berikut ini daftar pemenang Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek Tahun 2023:
1. Zaky Yamani untuk kategori Novel dengan judul karya Kereta Semar Lembu
2. Kiki Sulistyo untuk kategori Kumpulan Puisi dengan judul karya Tuhan Padi
3. Sony Karsono untuk kategori Kumpulan Cerpen dengan judul karya Sentimentalisme Calon Mayat
4. Marhalim Zaini untuk kategori Naskah Drama dengan judul karya “Api Semenanjung” dalam buku kumpulan naskah drama Dilanggar Todak
5. Nirwan Dewanto untuk kategori Kumpulan Esai Sastra dengan judul karya Kaki Kata

https://www.kompas.com/edu/read/2023/11/24/135640771/hal-baru-dalam-penghargaan-sastra-kemendikbud-ristek-2023-beda-dari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke