Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jelajah Sejarah lewat Tiba Bersua di Kotabaru Yogyakarta

KOMPAS.COM - Sabtu, 22 Oktober di Kotabaru, Yogyakarta, workshop Tiba Bersua berhasil diselenggarakan. Tiba Bersua adalah inisiatif dan panggilan aksi nyata yang tumbuh dari kepekaan dan kontribusi pemuda dalam isu-isu sosial.

Workshop Tiba Bersua terselenggara sebagai salah satu rangkaian Festival Sastra Yogyakarta (FSY) yang bertujuan untuk mengangkat warisan sejarah dengan seni memotret dan menulis lewat jalan-jalan di Kotabaru.

Kegiatan Tiba Bersua yang menjadi rangkaian Festival Sastra Yogyakarta ini juga mendapat dukungan dan kerja sama dari RUBI Community yang memberdayakan dan mendukung perempuan-perempuan dalam kegiatannya sebagai beauty influencer.

Hal ini membuat Tiba Bersua menjadi lebih inklusif dan diharapkan ke depannya mampu berkontribusi lebih baik.

40 peserta workshop Tiba Bersua diajak menjelajahi Kotabaru yang menjadi bagian integral dari Yogyakarta. Pasalnya, selain kental dengan arsitektur megah yang lekat dengan sejarah, Kotabaru juga memuat bangunan yang mengandung multikulturalisme.

Sebelum penjelajahan, peserta Tiba Bersua berkumpul di Raminten’s Kitchen untuk mendapatkan pembekalan mengenai esensi mengambil foto yang berpengaruh pada objek dan subjek foto, utamanya dalam hal liputan.

Hal ini dilakukan agar peserta dapat menangkap lensa sejarah melalui fotografi yang indah selama perjalanan di Kotabaru.

Tiba Bersua "Walking Tour"

Hal yang paling menyenangkan dari jalan-jalan Tiba Bersua adalah semua gedung dan landmark yang dikunjungi memiliki cerita sejarah yang unik dan belum banyak diketahui.

Bersama petutur sejarah dari Paksi Paras Alit, atau yang sering disapa Mas Paksi dan Hendra Himawan, peserta pertama-tama walking tour ke bangunan heritage kental dengan kolonial Belanda yang sekarang digunakan menjadi bruderan.

Peserta juga melihat secara nyata isu lingkungan sosial yang menarik, sebab di sudut jalan raya besar terdapat gunungan sampah. Padahal terdapat plang yang berbunyi, "Warga menolak membuang sampah di sini."

Yang menarik dari Kotabaru adalah fenomena multikulturalismenya.

Peserta menyaksikan kemegahan Gereja St. Antonius Padua dan HKBP dengan kultur protestan yang letaknya dekat, juga mendapati Masjid Syuhada dengan kultur Muhammadiyah yang sudah berdampingan sejak 1952 tak jauh dari sana.

Kedekatan ini menegaskan Kotabaru menghargai keberagaman kultur dan agama. Saat semua umatnya beribadah di waktu yang bersamaan, suaranya berkumandang berpadu dan menjadi titik multikulturalisme di Kotabaru.

Setelah mengagumi multikulturalisme, perhentian selanjutnya adalah Babon Aniem yang bernuansa oriental dan berisi monumen. Karena tempat ini menarik secara visual, banyak dari peserta Tiba Bersua mengambil kesempatan untuk memotret foto dan merekam video.

Terakhir, ada keunikan lain yang menantang kemegahan arsitektur Kotabaru. Sebuah kali bernama Kali Code memisahkan wilayah elit Kotabaru dan wilayah perkampungan sehingga membentuk dinamika yang kontras secara visual.

Keunikan ini disaksikan oleh para pesertaTiba Bersua sebelum kembali ke titik awal, Raminten’s Kitchen.

Jelajah sejarah yang dilakukan selama Tiba Bersua berlangsung hakikatnya mengingatkan kita tentang bagaimana ruang dan waktu saling terhubung membentuk sebuah peristiwa yang nantinya akan menjadi sejarah unik.

Hal ini membuat jalan seperti boulevard pun memiliki sejarahnya.

Menjadi Karya Tulisan dan Fotografi

Selain mengelilingi Kotabaru, peserta Tiba Bersua juga melakukan praktik menulis dan fotografi sebagai tantangan untuk berkarya. Karya-karya tersebut diharapkan dapat menangkap seluruh momen yang ada di Kotabaru agar masyarakat luas mendapatkan inspirasi dan menikmatinya.

Wisnu Nugroho, atau yang kerap disapa Mas Inu adalah Pemimpin Redaksi Kompas.com yang menjadi narasumber dalam workshop ini. Melalui paparannya, ia bercerita tentang pengalamannya selama menjadi peliput dan jurnalis.

“Yang paling melekat dari materi Mas Inu adalah dia bilang “Saat menjalankan profesi sebagai jurnalis, kita harus mengutamakan fakta dan menghindari asumsi," ujar Safura.

Dibalik headline dan berita yang bagus, ada kebulatan tekad untuk mencari berita yang faktual.

Mas Inu juga menekankan jurnalis mencoba segala cara untuk menggunakan metode yang out of the box. Tantangannya, kualitas data dan fakta untuk berita yang dihasilkan bergantung pada kemampuan jurnalis mendekatkan diri pada subjek dan objek yang ia jadikan berita.

Tidak hanya itu, setelah melihat hasil tulisan peserta Tiba Bersua, dapat dipelajari bahwa hasil foto yang tercantum dalam headline sangat berpengaruh pada kualitas beritanya.

Memotret tidak boleh hanya bagus secara visual, tetapi juga harus ada pesan tertentu yang menjadi fokus. Hal ini berarti foto harus bisa menggambarkan isi tulisan yang akan menjadi berita.

Maknanya, karya tulis dan fotografi secara berkaitan dapat memenuhi kesempurnaan satu sama lain.

Lewat penuturan Mas Inu, diharapkan tumbuh keinginan dan minat peserta Tiba Bersua untuk terjun dalam dunia peliputan dan jurnalisme.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/10/30/103550071/jelajah-sejarah-lewat-tiba-bersua-di-kotabaru-yogyakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke