Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peran Orangtua Jadi Penentu Kesuksesan Penerapan Kurikulum Merdeka, 3 Ibu Ini Ceritakan Faktanya

KOMPAS.com - Keterlibatan orangtua menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan penerapan Kurikulum Merdeka.

Orangtua diharapkan dapat mengubah paradigma berpikir anak-anak, bahwa sekolah bukan hanya tempat penitipan anak, tetapi juga tempat untuk menerima proses pembelajaran.

Orangtua juga diharapkan dapat terlibat aktif, mendukung semua kegiatan anak-anak mereka dengan baik, supaya tujuan pemerintah untuk menghadirkan generasi Indonesia yang mengamalkan Profil Pelajar Pancasila dapat tercapai.

Salah satu orangtua murid Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al Irsyad Al Islamiyyah Bandung, Adhya Utami Larasati mengungkapkan bahwa penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah anaknya membuat ia dapat melihat dengan jelas "koridor" pendidikan.

Koridor tersebut dipandang sebagai jalur bagi anak Adhya dalam mengembangkan bakat berdasarkan karakteristik anak.

Melalui Kurikulum Merdeka, ia juga mulai mengerti apa yang ingin dicapai dari Profil Pelajar Pancasila, sebagai karakter dan kompetensi yang diharapkan tumbuh melalui proses pembelajaran anak.

“Melalui poin beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, anak-anak diajarkan beribadah, belajar adab. Kemandirian juga menjadi fokus dari Profil Pelajar Pancasila,” ujar Adhya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (20/10/2023).

Sebagai orangtua, lanjutnya, ia juga ikut bergotong royong untuk melatih kemandirian anak dengan melatih life skill dan mengajarkan mereka bertanggung jawab dengan propertinya sendiri.

Adhya mengungkapkan, Kurikulum Merdeka membuatnya dapat melihat perkembangan anak secara berkala, terutama dalam pelaksanaan P5.

Ia merasa bahwa anaknya berbahagia melaksanakan proyek dan melihat anak-anak mulai mengerti bagaimana pola bekerja sama dengan tim.

“Saya melihat anak-anak sangat antusias menyiapkan ekspo P5 untuk presentasi proyek mereka. Mereka belajar gotong royong. Meskipun ada proyek pribadi seperti menanam tanaman di rumah dan lainnya, tapi ekspo dalam P5 mengajarkan mereka cara kerja berkelompok,” ucap Adhya.

Menurutnya, kerja berkelompok mengajarkan anak-anak untuk lebih menekan sifat individualistik mereka.

Meski begitu, keterlibatan orangtua dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka bukan tanpa tantangan sama sekali.

Adhya merasa pernah menghadapi tantangan membersamai anak dalam penerapan Kurikulum Merdeka, tapi tantangan tersebut dapat diatasi seiring dengan waktu.

Ia mengungkapkan bahwa tantangan terbesar adalah memberikan pemahaman pada anak. Contoh, ketika anaknya melaksanakan proyek menanam tanaman di rumah saat kelas I. Saat itu, tanamannya kurang bisa tumbuh dengan baik, sementara guru meminta laporan perkembangannya.

“Saat dia menanam, tanamannya tidak tumbuh dengan baik, tidak seperti teman-temannya. Gurunya minta membuat laporan untuk progres pertumbuhan. Anak saya merasa sulit menyampaikannya. Jadi saya berikan pemahaman bahwa ia harus menyampaikan progresnya secara jujur. Proyek ini juga melatih kejujuran,” imbuh Adhya.

Adhya mengungkapkan bahwa dengan implementasi Kurikulum Merdeka peranan orangtua dalam proses pembelajaran anak menjadi lebih besar.

Sebab, orangtua diharapkan lebih terlibat dan hal tersebut merupakan tanggung jawab dari mereka.

Ia merasa bahwa proses pembelajaran, termasuk pelaksanaan berbagai proyek dimudahkan, karena adanya interaksi antara guru dan orangtua murid yang lain.

“Kami selalu berkomunikasi terkait perkembangan anak dan hal ini sangat membantu untuk melihat kendala pembelajaran apa saja yang dialami anak. Guru juga sangat aktif menyosialisasikan jika ada pengumuman,” ucap Adhya.

Tujuan Kurikulum Merdeka tercapai bila ada kolaborasi

Sementara itu, salah satu orangtua murid dari Kelompok Bermain (KB) Bintang Ceria, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim), Eltri Enggar mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka, setiap orangtua harus siap terkejut dengan berbagai hal yang diminta dan diungkapkan anak.

Sebab, menurutnya butuh upaya tambahan ketika melakukan pendampingan pada anak saat pembelajaran.

“Banyak orangtua berpikir bahwa proses pembelajaran anak hanya merupakan tanggung jawab sekolah dan pendidikan anak diserahkan sepenuhnya ke sekolah. Padahal tujuan dari Kurikulum Merdeka hanya akan tercapai bila ada kolaborasi antara sekolah, orangtua, dan anak itu sendiri,” tutur Eltri.

Ia menceritakan bagaimana perkembangan anaknya saat masuk tamana kanak-kanak (TK) dan menerima pembelajaran yang menerapkan Kurikulum Merdeka.

Eltri merasa banyak hal mengejutkan yang terjadi terkait dengan perkembangan kreatifitas anaknya.

“Anak saya bukan tipikal yang terlalu aktif pada awalnya. Tapi saya melihat perkembangannya, ia mulai membuat boneka kertas sendiri dari potongan kertas dan kaus kaki. Saya sendiri tidak pernah mengajarkan cara membuat boneka kertas,” imbuhnya terkait praktik baik dari implementasi Kurikulum Merdeka yang dilihat dari anaknya.

Selain boneka, lanjut Eltri, sang anak juga menyusun kasur, selimut, infus, alat kejut jantung. Baginya untuk anak seusia ini dengan pemikiran sejauh itu cukup luar biasa.

Senada dengan Eltri, salah satu orangtua murid dari SDIT Al Furqan Palangkaraya Hayu Hartanti mengungkapkan soal pola perkembangan anak yang mengejutkan karena Kurikulum Merdeka sudah mengikuti perkembangan zaman.

Ia merasa bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sudah menyediakan serangkaian panduan berdasarkan tahapan-tahapan kesiapan anak dalam mengikuti Kurikulum Merdeka.

“Tugas orangtua di rumah adalah memperbanyak komunikasi dengan anak. Peran orangtua sangat penting bagi anak, terutama saat anak kita kesulitan,” tegas Hayu.

Ia juga merasa bahwa Kurikulum Merdeka sudah disesuaikan dengan minat dan bakat anak.

Menurut Hayu, apabila minat dan bakat anak sudah ditemukan sedari dini, orangtua dapat merefleksikan pembelajaran untuk mendukung masa depan anak.

“Orangtua, turut bertugas untuk mendukung agar anak kita menjadi penerus generasi yang lebih hebat,” imbuhnya.

Pentingnya kolaborasi orangtua dan sekolah

Kesadaran orangtua melakukan kolaborasi dengan sekolah untuk mengembangkan potensi anak diberi peluang besar melalui Kurikulum Merdeka.

Sebagian orangtua semakin menyadari, bahwa proses pembelajaran anak tidak semata-mata harus bertumpu di sekolah.

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang dikembangkan melalui Kurikulum Merdeka turut mendorong kolaborasi dan gotong royong antara sekolah dan orangtua. Dalam artian, gotong royong akan turut menciptakan pendidikan yang menyenangkan bagi anak.

Kurikulum Merdeka merupakan salah satu program kebijakan di bawah payung gerakan Merdeka Belajar.

Kurikulum Merdeka dirancang sebagai upaya pemulihan pembelajaran dikembangkan oleh Kemendikbudristek dalam kerangka yang lebih fleksibel, fokus pada pemberian materi esensial, serta pengembangan karakter dan kompetensi murid.

Melalui kerangka tersebut murid diharapkan dapat menerima pembelajaran yang lebih bermakna dan mendalam.

Selain itu, Kurikulum Merdeka menyediakan waktu yang lebih banyak untuk pengembangan kompetensi dan karakter melalui P5.

P5 merupakan kegiatan kokurikuler yang memberikan kesempatan kepada murid untuk mempelajari tema-tema atau isu penting sehingga murid dapat melakukan aksi nyata dalam menjawab isu-isu tersebut.

Adapun isu penting tersebut, seperti perubahan iklim, anti radikalisme, kesehatan mental, budaya, wirausaha, teknologi, dan kehidupan berdemokrasi, sehingga murid dapat melakukan aksi nyata dalam menjawab isu-isu tersebut.

Hingga Tahun Ajaran 2023/2024, lebih dari 80 persen satuan pendidikan di Indonesia telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

Kurikulum tersebut, selain mengutamakan gotong royong antara sekolah (guru dan kepala sekolah) dan orangtua, juga turut mengedepankan gotong royong dengan seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah (pemda) dan dinas pendidikan.

Bagi orangtua murid, inilah saatnya menceritakan pengalaman bermakna dan menyenangkan dalam mendampingi anak dalam pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka.

Kemendikbudristek mengajak orangtua dari murid yang bersekolah di semua jenjang untuk dapat menceritakan pengalaman nyata orang tua dalam mendampingi anak belajar dengan Kurikulum Merdeka melalui #CeritaKurikulumMerdeka.

Jenjang pendidikan itu, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan sanggar kegiatan belajar (SKB).

Para orangtua murid dapat mengikuti #CeritaKurikulumMerdeka dari Jumat (20/10/2023) hingga Jumat (3/11/2023). Peserta terpilih dari kegiatan ini berkesempatan mendapatkan hadiah menarik berupa laptop, tablet dan uang pembinaan.

Informasi selengkapnya mengenai ajakan ini dapat disimak melalui https://kurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum-merdeka/potretcerita/ dan simak informasi terbaru di kanal media sosial Instagram @kurikulum.merdeka.

Mari serentak bergerak ciptakan pembelajaran berkualitas bagi semua karena #SemuaMuridIstimewa.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/10/20/101434871/peran-orangtua-jadi-penentu-kesuksesan-penerapan-kurikulum-merdeka-3-ibu-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke