Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menembus "World Class University" Melalui Paten

Ikhtiar menuju WCU telah dirumuskan pertama kali di dalam dokumen Higher Education Long Term Strategi (HELTS) 2003-2010 yang merupakan Visi Pendidikan Tinggi Indonesia dalam upaya meningkatkan peran pendidikan tinggi di Indonesia dalam konteks persaingan global sehingga mampu memperkuat daya saing bangsa.

Di dalam dokumen HELTS tersebut, dirumuskan tiga strategi utama pengembangan pendidikan tinggi, yaitu: (1) daya saing bangsa (nation's competitiveness), (2) otonomi dan desentralisasi (autonomy), serta (3) kesehatan organisasi (organizational health).

Ketiga strategi utama untuk menuju WCU tersebut merupakan satu kesatuan. Bahwa pendidikan tinggi dapat meningkatan daya saing bangsa, jika organisasi pendidikan tinggi dalam kondisi sehat dan baik, serta memiliki otonomi dalam mengelola masing-masing institusinya sehingga mampu menghasilkan lulusan bermutu tinggi, mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan, melakukan pembaruan dalam proses perkembangan budaya bangsa, serta mampu memberikan layanan yang bermutu dan bermanfaat bagi Masyarakat (Ditjendikti, 2004).

Salah satu indikator partisipasi pendidikan tinggi dalam meningkatan daya saing bangsa, yang juga merupakan salah satu indikator WCU baik versi Times Higher Education (THE) maupun Quacquarelli Symonds-World University Rankings (QS-WUR) adalah jumlah keluaran (outcomes) penelitian dan pengembangan berupa:

Pertama, publikasi pada jurnal ilmiah internasional bereputasi dan/atau publikasi pada jurnal terindeks dalam basis data internasional bereputasi; dan/atau kedua, paten rancangan dan karya teknologi yang terdaftar di HaKI secara internasional.

Kedua indikator menunjukkan reputasi akademik kualitas kinerja dan kekuatan PT dalam bidang penelitian dan pengembangan; pengaruh dan dampaknya bagi komunitas keilmuan serta bagi kemajuan pendidikan tinggi, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi secara luas.

Pada pemeringkatan WCU versi QS-WUR, 8 (delapan) kinerja PT dijadikan parameter, di antaranya adalah reputasi akademik (academic reputation) (30 persen), dan indeks sitasi atas publikasi ilmiah yang dihasilkan (citations per faculty ratio) (20 persen).

Seperti halnya pada pemeringkatan WCU versi THE, kinerja PT yang dijadikan parameter adalah research (volume, income, & reputation) (30 persen), citations (research influence) (30 persen), dan industry income (knowledge transfer) (2.5 persen).

Semua indeks pada pemeringkatan WCU versi QS-WUR maupun THE tersebut mengukur kualitas riset yang dihasilkan (termasuk publikasi dan paten yang dihasilkan), kemitraan akademik, dampak strategis, keinovatifan pendidikan, serta jumlah dan dampak riset dan inovasi yang dihasilkan terhadap pendidikan dan masyarakat luas.

Kinerja publikasi

Dalam kurun waktu 9 tahun terakhir (2014-2023), kebijakan pemerintah (Kemdikbudristek) masih difokuskan pada peningkatan jumlah publikasi pada jurnal ilmiah internasional bereputasi dan/atau publikasi pada jurnal terindeks dalam basis data internasional bereputasi.

Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk: (1) persyaratan khusus bagi Dosen/Peneliti yang ingin mengusulkan kenaikan jabatan akademik sebagai Profesor, baik secara regular atau loncat jabatan; (2) kewajiban khusus tiga tahunan bagi Dosen dengan jabatan Lektor Kepala dan Profesor; dan (3) persyaratan kelulusan bagi mahasiswa program Doktor (S3).

Dampaknya memang sangat signifikan, dalam kurun waktu 1996—2022 jumlah artikel yang dipublikasikan pada jurnal bereputasi dan terindeks Scopus sebanyak 311.467 dokumen, jumlah artikel yang disitasi sebanyak 303.489 sitasi, dengan jumlah sitasi sebanyak 1.756.261 dan indeks sitasi (H-indeks) sebesar 288.

Dengan jumlah artikel dan indeks sitasi tersebut telah menempatkan Indonesia pada peringkat ke-39 dunia; peringkat ke-3 ASEAN; dan peringkat ke-9 Asia di bawah Malaysia dan Singapura.

Di Kawasan Asia terdapat 2.823 jurnal bereputasi dan terindeks Scopus yang diterbitkan oleh berbagai PT, lembaga riset dan/atau lembaga lainnya dari negara China, India, Jepang, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, Indonesia, dll.

Dari jumlah tersebut Indonesia telah menerbitkan 115 (4.07 persen) jurnal bereputasi pada kategori Q1 (15 Jurnal); Q2 (11 Jurnal); Q3 (38 Jurnal); Q4 (22 Jurnal), dan Non-Q (29 jurnal).

Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-3 ASEAN setelah Singapura (229 jurnal), dan Malaysia (223 jurnal); dan peringkat ke-7 Asia setelah Taiwan (170 jurnal) dan Pakistan (126 jurnal).

Sebanyak 89 jurnal terbitan dari Indonesia juga telah terindeks Web of Science (WoS) atau 21 persen dari total 407 jurnal yang diterbitkan oleh negara-negara ASEAN, dan telah menempatkan Indonesia pada peringkat ke-3 setelah Singapura (150 jurnal), dan Malaysia (92 jurnal).

Kinerja Paten

Jumlah paten (terdaftar dan sederhana) yang bisa dihasilkan Indonesia sangat jauh jika dibandingkan dengan jumlah publikasi.

Data DJKI-WIPO menunjukkan dalam kurun waktu 1987—2023 jumlah paten yang dihasilkan sebanyak 158.633 paten atau sekitar 50 persen dari total publikasi bereputasi.

Dengan jumlah paten tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-3 ASEAN setelah Singapura (232.612 paten) dan Malaysia (191.114 paten).

Dari total paten tersebut, sebenarnya hanya 12.607 (7.95 persen) paten yang dihasilkan oleh PT, terutama PT yang masuk jajaran WCU dan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).

Mereka mendominasi kepemilikan paten hingga 52,24 persen dari keseluruhan paten yang dimiliki oleh semua PT di Indonesia.

Sepuluh PT yang memiliki jumlah paten terbanyak secara berurutan versi SINTA adalah UNAND (1.249 paten); UNDIP (921 paten); IPB (919 paten); ITB (707 paten); UGM (669 paten); UI (650 paten); UB (639 paten); UNHAS (541 paten); UM (480 paten); dan UNESA (381 paten).

Dari 10 PT pemegang paten terbanyak tersebut, tidak semuanya merupakan PT pemilik publikasi terbanyak.

Sepuluh PT pemegang publikasi Scopus terbanyak versi SINTA adalah UI (31.435 publikasi); ITB (23.236 publikasi); UGM (22.976 publikasi); UNAIR (15.705 publikasi); IPB (14.588 publikasi); ITS (13.853 publikasi); UNDIP (12.902 publikasi); UB (12.315 publikasi); UNPAD (12.118 publikasi); dan UNS (11.989 publikasi) (17/10/2023).

Jika dicermati lebih jauh, dari seluruh paten yang dihasilkan oleh PT tersebut (12.607 paten), hanya 345 (2,74 persen) paten yang telah berstatus “published”, lainnya sebanyak 1.534 (12 persen) paten masih berstatus “Filed”, 1.846 (14,6 persen) berstatus “Examined", bahkan 1.954 (15 persen) paten berstatus “withdrawn” (ditolak).

Artinya, bahwa kinerja PT dalam menghasilkan Paten sangat jauh jika dibandingkan kinerja publikasi.

Rendahnya kinerja PT dalam menghasilkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam bentuk Paten merupakan tantangan yang harus disikapi oleh civitas academica.

PT seharusnya menjadi institusi akademik penghasil paten yang produktif, disamping lembaga/institusi riset dan industri.

Paten memiliki kedudukan strategis dan berkaitan erat dengan fungsi PT dibandingkan dengan jenis KI lainnya. Penciptaan Paten merupakan salah satu darma PT yang harus dilakukan oleh civitas academica melalui aktivitas riset/pengembangan/pengkajian.

Paten juga merupakan bukti nyata kompetensi kampus dalam melakukan invensi (proof of university competence in making inventions) selain publikasi ilmiah.

Apalagi jika kemudian paten yang sudah “published” tersebut bisa diaplikasikan pada Dunia Usaha dan Industri (DUDI), serta dikomersialkan sebagai pendukung peran PT dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada pemeringkatan WCU versi THE secara spesifik memasukkan paten pada kinerja industry income (knowledge transfer), dengan total kontribusi skor sebesar 2.5 persen.

Kinerja ini mengukur kemampuan PT untuk membantu industri dengan inovasi, penemuan, dan konsultasi yang saat ini telah menjadi misi inti universitas secara global.

Di satu sisi, kategori ini mengukur aktivitas PT dalam melakukan transfer pengetahuan dengan melihat berapa banyak pendapatan penelitian yang diperoleh PT dari industri (disesuaikan dengan paritas daya beli), dibandingkan dengan jumlah staf akademis yang ada.

Di sisi lain, kategori ini juga mengukur sejauh mana dunia usaha bersedia membayar untuk penelitian dan sejauh mana PT mampu untuk menarik pendanaan di pasar komersial (THE, 2023).

Kebijakan pendidikan tinggi mungkin terkesan “ambigu” dalam hal pengakuan dan penghargaan terhadap paten (Farisi, 2023).

Sejalan dengan upaya Kemdikbudristek untuk meningkatkan kualitas PT melalui klasterisasi kinerja penelitian dan pengabdian kepada masyarakat berbasis SINTA (Metric Cluster), PT terutama PT yang masuk WCU versi QS-WUR maupun THE, dan PTN-BH sudah selayaknya dan seharusnya memberikan prioritas pada penciptaan Paten dan Paten Sederhana.

Pada sistem klasterisasi PT tersebut bobot HKI-Paten cukup tinggi. Bobot HKI-Paten (HKI1) adalah 40 sama dengan bobot artikel Scopus Q1 (A1); dan bobot HKI-Paten Sederhana (HKI2) adalah 20 sama dengan bobot artikel Scopus Non-Q (A5).

HKI-Paten juga diakui dan dihargai “setara” dengan publikasi internasional bereputasi sebagai pemenuhan kewajiban khusus dosen dalam tiga tahun pada jabatan akademik Lektor Kepala atau Profesor (PO-BKD 2021).

Untuk mendukung kinerja Dosen dalam penciptaan HKI-Paten, setiap PT sudah seharusnya memiliki Sentra HKI yang memiliki peran sangat penting dan strategis untuk:

Pertama, mendorong program-program riset (inovasi dan invensi) di lingkungan PT berorientasi pada Paten yang bersifat industrial and community driven, berbasis dan berdampak pada kebutuhan DUDI dan masyarakat umum.

Kedua, melaksanakan inventarisasi dan sosialisasi Paten bagi civitas academica di lingkungan PT dan masyarakat.

Ketiga, memberikan layanan informasi tentang pendaftaran, pencatatan, publikasi, dan perlindungan Paten.

Keempat, memicu dan memacu komersialisasi Paten yang telah diperoleh civitas academica.

Kelima, menginisiasi, memfasilitasi, dan mengoordinasikan pelaksanakan program alih teknologi dari Paten yang sudah dimiliki oleh civitas academica.

Berbeda dalam hal publikasi, di mana setiap PT niscaya memiliki lembaga/pusat penerbitan Jurnal Ilmiah, dalam hal Paten tidak semua PT memiliki Sentra HKI.

Dari 4.477 PT yang terdaftar di pangkalan data dikti (PDDIKTI), hanya 73 (1,63 persen) PT (PTN dan PTS) yang memiliki Sentra HKI dan terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) KemenkumHAM.

Dari 9 (Sembilan) PT Indonesia yang masuk peringkat 1000 tertinggi World Class University versi QS World University Rankings 2023 (WCU QS-WUR), semuanya telah memiliki sentra HKI.

Namun, dari 21 PTN-BH hanya 14 PT yang memiliki sentra HKI, yaitu UI, UGM, ITB, Unair, IPB, ITS, Unpad, Undip, UB, UPI, Unnes, UNY, UNS, UNM, dan USU.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/10/18/154451471/menembus-world-class-university-melalui-paten

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke