Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Buku Cetak Sulit Digantikan "Ebook"

Sayangnya, Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan budaya membaca terburuk di dunia. Harus diakui atau tidak, masyarakat kita lebih cenderung menyukai YouTube, menonton televisi, atau "memelototi" media sosial.

Sejalan dengan fenomena tersebut, industri perbukuan di nusantara kian memprihatinkan. Hal itu dibuktikan semakin banyaknya toko buku yang berguguran hingga maraknya penjualan buku bajakan di marketplace.

Di sisi lain, keberpihakan pemerintah untuk menyejahterakan penulis profesional juga jauh panggang dari api. Salah satu indikatornya adalah tingginya pajak royalti buku.

Anak-anak zaman now menghabiskan berjam-jam saban hari untuk berselancar di dunia maya. Pada saat bersamaan, hasrat generasi muda untuk membaca buku agaknya kian mengenaskan.

Tak mengejutkan bila bangsa kita saat ini sangat mudah diadu domba, gampang "termakan" berita palsu (hoax), dan begitu aktif mengomentari apa saja meski minim pengetahuan.

Mengapa buku kian ditinggalkan?

Sejatinya buku cetak maupun buku digital penuh dengan pengetahuan dan kebijaksanaan. Buku memiliki kemampuan untuk membiarkan imajinasi kita mengalir tanpa batas.

Buku juga membantu kita mencapai wawasan dan perspektif baru. Bahkan seringkali membantu kita mengatasi situasi sulit dalam hidup kita.

Sayangnya, budaya membaca di negeri kita belum beranjak membaik meski sudah puluhan tahun terlepas dari era penjajahan. Hal ini agaknya diperparah dengan kuatnya budaya bertutur di berbagai daerah.

Kita semua menyadari manfaat membaca buku. Mulai dari membantu meningkatkan keterampilan komunikasi dan kosa kata, meningkatkan daya ingat, memudahkan proses tidur hingga menghilangkan stres.

Apa yang orang tidak sadari adalah manfaat membaca buku cetak dibandingkan buku digital (ebook).

Pertama, meningkatkan konsentrasi. Membaca buku fisik terbukti meningkatkan konsentrasi anak-anak, yang mungkin sering terganggu saat membaca buku elektronik.

Pasalnya, tingginya intensitas untuk beralih antaraplikasi dan gelombang notifikasi yang terus menerus dapat menyebabkan berkurangnya tingkat konsentrasi.

Studi yang dilakukan dengan 400 mahasiswa di 5 negara berbeda menemukan bahwa 86 persen lebih suka membaca teks yang lebih panjang di media cetak, dengan 92 persen mengatakan itu meningkatkan konsentrasi mereka.

Secara umum, buku cetak menawarkan lebih sedikit gangguan kepada pembaca. Dengan eReading, pengguna biasanya memiliki akses ke internet, dan oleh karena itu, jutaan potensi gangguan hanya dengan sekali klik.

Pembaca digital memang lebih cenderung menghabiskan waktu untuk memindai kata kunci daripada memahami keseluruhan teks yang mereka konsumsi.

Menurut temuan kajian yang dirilis Mental Floss, 67 persen siswa mengklaim bahwa mereka dapat melakukan banyak tugas dengan membaca secara digital, sementara hanya 41 persen yang menyatakan mereka dapat melakukan banyak tugas saat membaca buku cetak.

Kedua, mengurangi ketegangan mata. Buku elektronik lebih cenderung menyebabkan ketegangan mata dibandingkan dengan buku cetak.

E-book sering membuat mata kita terasa lelah, yang dapat mengakibatkan penglihatan kabur, kering, dan iritasi.

E-book tidak hanya dapat menyebabkan ketegangan mata, tetapi juga dapat memengaruhi kemampuan kita untuk tidur.

Temuan studi yang dilakukan oleh tim di Harvard Medical School mengungkapkan bahwa ketika membandingkan kemampuan pembaca e-book dan buku cetak untuk tidur, pembaca e-book membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur karena pancaran cahaya dari perangkat elektronik.

Menurut Mayo Clinic, aktivitas yang membutuhkan perhatian langsung kita seperti melihat layar untuk sekolah atau pekerjaan, menyebabkan kita kurang berkedip.

Semakin sedikit kita berkedip, semakin kering mata kita, yang secara langsung dapat memengaruhi penglihatan kita.

Peningkatan waktu layar juga dapat menyebabkan Computer Vision Syndrome (CVS). Menurut American Optometric Association, CVS ini dapat mencakup gejala seperti kelelahan mata, penglihatan kabur, mata kering, bahkan nyeri leher dan bahu.

Sindrom ini dapat berkembang dari penggunaan komputer, tablet, eReader, dan bahkan ponsel dalam waktu lama.

Meskipun membaca dalam cahaya redup dapat menyebabkan kelelahan mata, buku cetak tidak memberikan tekanan yang sama pada mata kita seperti salinan digital.

Karena banyak dari kita menghabiskan berjam-jam di depan layar sepanjang hari, membaca buku cetak bisa menjadi waktu yang tepat untuk mengistirahatkan mata kita.

Ketiga, pengalaman yang lebih menyenangkan. Pengalaman membaca secara keseluruhan jauh lebih menyenangkan saat membaca buku cetak.

Perangkat elektronik seperti Amazon Kindle mungkin terasa lebih nyaman bagi sebagian pembaca. Namun, banyak yang masih percaya bahwa membolak-balik halaman kertas atau mencoret-coret untuk menandai bagian yang penting sulit digantikan kepuasannya dengan canggihnya fitur Ebook Reader.

Studi dari Oxfam yang melibatkan 2.000 responden di Inggris menemukan bahwa 46 persen orang menikmati pengalaman membalik halaman dan 42 persen lebih menyukai nuansa buku fisik di tangan mereka ketika dimintai pendapat tentang buku cetak Vs e-book.

Meskipun komunikasi digital kini menjadi aspek umum dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak dapat disangkal bahwa kebutuhan akan buku kertas masih sangat terasa di era modern ini.

Keempat, tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melakukan studi internasional pada 2018 yang menyelidiki perbedaan nilai ujian antara siswa yang terutama membaca buku cetak Vs buku digital.

Hasilnya luar biasa dan menunjukkan manfaat yang drastis bagi siswa yang terpaku pada buku cetak.

Bahkan menurut hasil temuan yang dirilis Kqed, di antara siswa dengan latar belakang sosial ekonomi yang sama, mereka yang membaca buku dalam format kertas mencetak skor 49 poin lebih tinggi pada Program Penilaian Siswa Internasional, yang dikenal sebagai PISA. Itu sama dengan hampir 2,5 tahun belajar.

Sebagai perbandingan, siswa yang cenderung lebih sering membaca buku di perangkat digital hanya mendapat skor 15 poin lebih tinggi daripada siswa yang jarang membaca – selisih pembelajaran kurang dari satu tahun.

Seiring dengan nilai tes, pemahaman umum telah ditemukan jauh lebih baik dengan buku cetak. Menurut Science News Explore, dalam penelitian pada 2018 yang menganalisis lebih dari 171.000 pembaca, pemahaman membaca ditemukan lebih kuat dengan buku cetak daripada dengan teks digital.

Kelima, membantu tidur lebih nyenyak. Banyak orang beralih ke membaca untuk bersantai setelah menjalani pekerjaan melelahkan dengan harapan membantu mereka tertidur.

Sayangnya, menggunakan perangkat digital untuk membaca sebelum tidur dapat menghambat siklus tidur kita.

Pada 2014, ilmuwan Harvard melakukan penelitian yang melibatkan peserta membaca sebelum tidur dengan buku cetak atau eReader.

Studi mereka menemukan bahwa peserta yang menggunakan eReader membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur, merasa kurang lelah sebelum tidur, dan memiliki tingkat melatonin yang lebih tertekan daripada mereka yang membaca buku cetak.

Ditemukan juga bahwa kualitas tidur ini, lebih buruk pada orang yang menggunakan pembaca digital. Pembaca digital juga melaporkan kesulitan untuk bangun keesokan paginya.

Keenam, sederhana. Salah satu manfaat terbesar dan paling mendasar dari buku cetak adalah buku-buku itu membuat semuanya tetap sederhana.

Mereka dapat dibaca dalam cahaya apa pun, tanpa harus khawatir tentang silau dari matahari atau pantulan. Mereka tidak memerlukan baterai, pengisi daya, internet, atau sumber daya tambahan apa pun.

Karena kesederhanaannya, buku cetak membantu kita fokus hanya pada apa yang kita baca. Ini tentu berbeda dengan membaca buku digital yang "hanya" mengandalkan unsur kepraktisan.

Ketujuh, merekatkan hubungan emosional. Aspek sentimental dari buku cetak adalah sesuatu yang tidak bisa diabaikan. Ada perasaan sangat istimewa terkait dengan meminjamkan buku kepada teman yang tidak bisa kita tinggalkan.

Bagi banyak orang, perpustakaan adalah tempat aman dan nyaman yang membangkitkan kenangan indah.

Penelitian telah menunjukkan bahwa pada umumnya orang membuat lebih banyak hubungan emosional dan psikologis dengan buku kertas fisik dibandingkan digital.

Ini bisa jadi karena nuansa, aroma, catatan yang mereka coret di pinggir, halaman yang mereka tandai, dan bahkan toko tempat mereka membeli buku.

Keterikatan keseluruhan pada buku fisik tidak dapat disangkal dan tidak dapat direplikasi atau diganti oleh eReader.

Nah, bagaimana dengan Anda? Kapan terakhir Anda membaca buku cetak? Seberapa sering Anda membaca ebook?

Terlepas dari buku cetak atuapun Ebook yang lebih kita sukai, sejatinya tidak menjadi permasalahan. Yang perlu kita bangun adalah kebiasaan membaca buku agar kita tetap "waras".

"Buku adalah jendela dunia." Agaknya ungkapan ini harus senantiasa kita sampaikan kepada generasi muda yang sejak kecil sudah dimudahkan (tapi juga terperdaya) oleh internet. Setuju?

https://www.kompas.com/edu/read/2023/07/28/110320871/buku-cetak-sulit-digantikan-ebook

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke