Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berkah di Balik Pembatalan Prolegnas Prioritas RUU Sisdiknas

Dari jumlah tersebut, RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang sempat diusulkan ke DPR RI tidak masuk di dalamnya.

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat menolak dan tidak memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas 2023.

Baleg DPR meminta pemerintah mengkaji ulang draf dan naskah akademik RUU Sisdiknas yang telah menuai kontroversi.

Keputusan itu diambil saat Badan Legislasi DPR menggelar rapat kerja (raker) bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Selasa (20/9/2022) malam.

Berita ini tentu sangat menggemparkan dan mengecewakan pihak Kemdikbudristekdikti. Mengingat mereka sangat berharap dan antusias agar RUU-Sisdiknas yang telah mengalami 4 (empat) kali revisi, dapat disetujui, sehingga pada akhirnya bisa menggantikan 3 (tiga) UU yang ada, yaitu UU 20/2003; UU 14/2005; dan UU 12/2012.

Ada sejumlah pendapat yang muncul di ruang publik terungkap mengapa RUU Sisdiknas tidak disetujui. RUU dianggap keliru dan cacat sejak dalam pemikiran para perancangnya.

Ada yang menduga, hal ini akibat “salah desain” yang dilakukan oleh 400 orang tim bayangan (shadow team) yang dibentuk Mendikbudristek.

Tim ini pula yang ditengarai sebagai penyebab terjadinya karut-marutnya kebijakan pendidikan nasional, dan tidak menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai dasar Profil Pelajar Pancasila (BeritaSatu, 24/09/2022).

Kajian akademik yang merupakan satu kesatuan dengan RUU, juga ditengarai belum dilakukan secara utuh, dengan mempertimbangkan konteks dan permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan tetapi belum terakomodasi di dalam UU sebelumnya.

Publik pun tentu mafhum, sejak awal penyusunan RUU Sisdiknas tersebut sudah menimbulkan kontroversi dan menghebohkan di ranah publik.

Apakah RUU Sisdiknas masih dalam tahap "perencanaan" (tahap I) atau sudah memasuki tahap "penyusunan" (tahap II). Pihak Kemdikbudristek menyatakan bahwa pembentukan RUU Sisdiknas masih “tahap perencanaan” (tahap I), dan belum disusun Draftnya (Tahap II).

Draft RUU akan disusun dan dipublikasikan setelah disetujui masuk Prolegnas DPR. Namun anehnya, draft RUU justru sudah beredar di publik, yang mungkin saja dalam beberapa versi draft yang berbeda.

Menurut Ketua Komisi X DPR RI, salah penyebab utama mengapa RUU Sisdiknas ditolak dan tidak disetujui untuk masuk prolegnas prioritas 2023 adalah karena proses penyusunannya dianggap tidak transparan dan minim partisipasi publik.

Kemdikbudristek dinilai belum sepenuhnya melibatkan stakeholders di bidang pendidikan dalam menyusun draft RUU Sisdiknas, sehingga RUU tersebut memunculkan banyak polemik dan protes keras terutama dari organisasi/asosiasi, penyelenggara, dan/atau pemerhati pendidikan.

Mereka keberatan terkait substansi draf RUU Sisdiknas yang dianggap tidak sesuai dengan pola pendidikan di Indonesia seperti dinyatakan Ketua Komisi X DPR RI (29/09/2022).

Jika demikian, apa makna dan urgensi forum-forum seperti Diskusi Kelompok Terpumpun, pertemuan, baik melalui webinar, temu wicara/dialog, maupun diskusi yang diadakan oleh publik dengan melibatkan pakar hukum, pakar pendidikan, serta lebih dari 90 lembaga/organisasi yang diadakan sejak Januari hingga Agustus 2022?

Apakah forum-forum tersebut lebih berfungsi sebagai “ruang sosialisasi” daripada sebagai “ruang partisipasi”?

Demikian pula halnya menjadi pertanyaan, apakah laman partisipasi publik secara online yang disediakan oleh Kemdikbudristek di https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/ juga tidak lebih sebagai “ruang sosialisasi” daripada “ruang partisipasi”.

Mengapa? karena masukan, komentar, kritik, persetujuan, dll, yang disampaikan masyarakat hanya diketahui oleh admin Kemdikbudristek, dan bersifat “tertutup” dan “searah”. Publik luas sama sekali tidak mengetahui apa pun perihal pendapat publik tentang RUU Sisdiknas.

Selain itu, penyusunan RUU Sisdiknas juga tidak didahului dan dilengkapi dengan peta jalan atau grand design sistem pendidikan nasional seharusnya menjadi konsep awal yang penting dirumuskan sebelum merancang perangkat peraturan atau undang-undangnya.

Selain itu, identitas para perancangnya sampai sekarang belum pernah dirilis oleh Kemendikbudristek, dan belum diketahui oleh publik.

RUU Sisdiknas dianggap diskriminatif terhadap guru berdasarkan statusnya, dan tidak peka terhadap isu kesejahteraan guru, dengan tidak adanya pasal dan ayat terkait dengan Tunjangan Profesi Guru (TPG), seperti disuarakan oleh sejumlah organisasi guru/pendidik.

Walaupun terhadap isu ini, pihak Kemdikbudristek telah melakukan beberapa kali penjelasan dan memperlihatkan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui RUU Sisdiknas. Seperti disampaikan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/

Peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) juga tidak disebutkan secara jelas dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

Walapun akhirnya dimasukkan dalam RUU Sisdiknas versi Agustus 2022, “madrasah” dan “pondok pesantren” sempat tak dicantumkan juga sebagai satuan pendidikan, dan menuai polemik dan kritik keras di ruang publik.

Demikian pula dengan Sistem Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ), hingga versi terakhir yang diajukan ke DPR RI, sama sekali tidak menyebutkan dan menjelaskan secara eksplisit di dalam norma-norma batang tubuh RUU Sisdiknas (Farisi, 2022).

Publik tentu mafhum, bahwa Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) telah menjadi bagian integral yang tak terpisahkan dalam pembaharuan konstruksi sistem pendidikan nasional sejak UU 20/2003.

Di dalam UU tersebut, PJJ disebutkan pada Ketentuan Umum pasal 1 ayat (15); pasal 13 ayat (2); pasal 31 ayat (1—4); pasal 67 ayat (4), yang mencakup definisi, modus, jalur, jenjang, jenis penyelenggaraan, bentuk, cakupan, sarana dan layanan belajar, sistem penilaian; pidana (penjara dan denda) bagi penyelenggara yang tidak memenuhi syarat.

Di dalam UU 12/2012 juga disebutkan pada Bagian Ketujuh pasal 31 ayat (1—4) terkait dengan definisi, tujuan, penyelenggaraannya.

Sedangkan Sistem Pendidikan Terbuka (SPT) disebutkan di dalam sejumlah pasal di dalam UU 20/2003, seperti pasal 4 ayat (2); pasal 13 ayat (2).

Pada Pasal 4 ayat (2) dan penjelasannya, pendidikan terbuka dimaknai sebagai pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan (multi entry-multi exit system).

Melalui sistem pendidikan terbuka ini, peserta didik dapat belajar sambil bekerja, atau mengambil program-program pendidikan pada jenis dan jalur pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh.

Jikapun ada, PJJ dan SPT disebutkan hanya di bagian Penjelasan Pasal 5 huruf g. Itupun tidak seperti yang dimaksudkan di dalam UU 20/2003, dan tidak sesuai dengan konsep dan praktik PJJ di Indonesia dan dunia.

PJJ dalam naskah RUU-Sisdiknas versi Agustus 2022 diselenggarakan hanya dalam konteks dan jalur pendidikan nonformal yang bersifat alternatif atau komplemen dari jalur pendidikan formal (pasal 46). Yaitu untuk mendukung “prinsip pembelajaran sepanjang hayat” (pasal 5 huruf g, dan penjelasannya).

Karenanya, raib dan hilangnya konsep dan pengaturan tentang PTJJ dalam RUU-Sisdiknas tersebut sangat mengejutkan, dan sulit dinalar.

Ia juga telah menafikan seluruh peraturan-perundang-undangan, serta konsep dan praktik PTJJ yang telah menjadi bagian dalam konsep dan praktik pendidikan nasional sejak tahun 1984 (berdirinya UT) atau tahun 2003 (sejak UU-Sisdiknas), bahkan PJJ di Kawasan Asia dan dunia/global.

Penolakan Baleg DPR RI tersebut bisa dipandang sebagai “berkah di balik musibah” (blessing in disguise). Berkah, karena pihak Kemdikbudristek bisa lebih leluasa dan terbuka melakukan kajian ulang secara komprehensif, dan lebih melibatkan publik luas dalam proses penyusunannya.

Di satu sisi, Kemdikbusristek tentu sangat berkepentingan terhadap RUU Sisdiknas tersebut. Namun juga tidak boleh egois dan menutup aspirasi dan partisipasi publik.

Di sisi lain, masyarakat, organisasi, asosiasi, pemerhati, dan/atau penyelenggara pendidikan pun yang nantinya menjadi “subjek” sekaligus “objek” hukum dari RUU tadi, juga tidak kalah berkepentingan atas RUU yang adil, transparan, dan berpihak kepada semua.

Berbagai komentar, pro dan kontra yang mengitari perjalanan RUU Sisdiknas yang dikhawatirkan oleh DPR akan melahirkan keterbelahan dan “kerusuhan” di masyarakat pun akhirnya bisa dicegah sedini mungkin.

“DPR tidak ingin kerusuhan yang terjadi bertambah parah. Kami bersepakat kemudian untuk pemerintah, khususnya Mendikbudristek untuk membuka ruang dialog dengan stakeholder secara luas kemudian tidak menciptakan kerusuhan yang baru," kata Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya (21/9/2022).

Saat ini, Kemendikbudristek sedang berkoordinasi dengan kementerian-kementerian dan lembaga pemerintah lain untuk mencermati masukan yang telah diberikan oleh Baleg DPR.

Juga belum ada keputusan apakah Kemendikbudristek akan mengajukan kembali RUU Sisdiknas untuk dibahas bersama DPR.

Kita tentu berharap, draf RUU Sisdiknas “baru” yang sudah direvisi dengan mengakomodasi masukan dari berbagai stakeholder bisa dirampungkan dan bisa masuk Prolegnas Prioritas tahun selanjutnya (2024).

https://www.kompas.com/edu/read/2023/01/03/093704671/berkah-di-balik-pembatalan-prolegnas-prioritas-ruu-sisdiknas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke