Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Guru Besar Unair: Tragedi Kanjuruhan Harus Jadikan Pemimpin Mawas Diri

KOMPAS.com - Tragedi Kanjuruhan masih menjadi sorotan publik hingga saat ini. Tak ada yang menyangka, pertandingan bola yang biasanya membawa gegap gempita justru membawa duka.

Karena, kejadian itu membuat 131 orang meninggal dunia.

Koordinator Program Studi Doktoral Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga (Unair), Prof. Fendy Suhariadi menyampaikan duka mendalam atas terjadinya tragedi Kanjuruhan.

"Indonesia kembali harus merelakan anak-anak penerus bangsa sebelum mereka sempat mendarmabaktikan talentanya kepada negeri," ucap dia dalam keterangannya, Selasa (11/10/2022).

Bila ditinjau dari sudut pandang Sumber Daya Manusia (SDM), kata dia, tragedi ini harus menjadi catatan penting bagi para pemimpin untuk terus menjadi pemimpin yang mawas diri.

Pasalnya, dalam SDM dan sportivitas, kedewasaan dituntut lebih rasional dibanding emosional.

"Saat menonton sepak bola, identitas pribadi lebur menjadi identitas kelompok yaitu identitas sebagai suporter, sehingga kita tidak dapat membahas kedewasaan secara individual karena sudah bersifat komunal," ungkap Guru Besar Psikologi Unair ini.

Pada situasi seperti ini, ketergantungan kelompok dengan pemimpin menjadi sangat tinggi.

Untuk itu, penting bagi para pemimpin untuk menjadi pribadi yang mawas diri.

"Di situasi seperti ini, kata pemimpin adalah yang dituruti, sehingga yang harus didahulukan adalah kedewasaan para pemimpin, bukan para kelompok pengikutnya," ucap dia.

Berdasarkan teori sportivitas, pengenalan identitas sebagai musuh hanya terjadi saat pertandingan berlangsung.

Setelah itu, seharusnya sudah tidak ada lagi identitas sebagai rival.

"Namun yang terjadi di sini, emosi individu larut dalam komunal, pemimpin mereka masih merasa adanya identitas musuh, sehingga agak sulit melepaskan identitas komunal tadi menjadi identitas individu," tegas dia.

Prof. Fendy menyarankan, pemimpin haruslah pribadi yang dewasa, mengingat mereka menjadi role model bagi pengikutnya.

Pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang rasional responsif, bukannya reaktif dan emosional.

"Bila pemimpin memiliki keteguhan hati untuk mawas diri, maka identitas komunal akan ikut dalam batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemimpin," tukas dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/10/11/093156571/guru-besar-unair-tragedi-kanjuruhan-harus-jadikan-pemimpin-mawas-diri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke