Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Unesa-Komnas Perempuan Dukung Percepatan Pengesahan RUU PPRT

KOMPAS.com - RA Kartini di masa lalu memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum pria.

Berkat perjuangan RA Kartini, saat ini kaum perempuan sudah mendapatkan hak dan pengakuan yang sama.

Namun demikian, tak bisa dipungkiri bahwa kasus kekerasan masih sering menimpa kaum perempuan.

Terlebih perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT). Mereka seringkali mendapatkan perlakuan semena-mena dari majikannya.

Tema ini diangkat menjadi tema diskusi nasional yang diadakan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Diskusi tersebut mengangkat tema "Jejak Juang Kartini; Melindungi Pekerja Rumah Tangga". PPKS Unesa menyoroti kondisi pekerja rumah tangga (PRT) yang perlu jadi perhatian bersama.

Komnas Perempuan mencatat, kasus pelanggaran hak, kekerasan dan penyiksaan terhadap PRT di Indonesia masih terus terjadi. Catatan pada tahun 2020, ada sekitar 17 kasus PRT sepanjang 2019 yang masuk ke Komnas Perempuan.

Banyak PRT jadi korban kekerasan

Jaringgan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) melaporkan, sepanjang 2012 hingga 2021, lebih dari 400 PRT yang mengalami tindakan kekerasan dalam berbagai bentuk, kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi.

Turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Ayik yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga dan pernah mengalami kekerasan oleh majikannya.

Ayik mengaku pernah tersiram air panas satu panci dan majikan tidak membawanya ke dokter. Mereka hanya menyuruhnya merendam kaki di ember berisi air es, sembari tetap menggendong balita yang diasuhnya.

"Saya pun tidak pernah menerima gaji dari majikan. Mereka hanya kasih saya boneka panda besar dan beberapa baju saat saya pamit berhenti," ungkap Ayik seperti dikutip dari laman Unesa, Minggu (24/4/2022).

PRT belum mendapat haknya dalam bekerja

Jumlah kasus yang menjerat PRT mendapat perhatian Rektor Unesa, Prof. Nurhasan. Rektor Unesa mengungkapkan, PRT yang mayoritas perempuan belum mendapatkan hak-haknya dalam bekerja. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan perlakuan diskriminasi hingga kekerasan.

"Kuasa yang tidak setara antara pemberi kerja dan penerima kerja (PRT) membuat posisi pekerja cenderung menjadi obyek tindakan kekerasan," ungkap Rektor Unesa.

Diskusi yang dihadiri narasumber dan Komisioner Komnas Perempuan itu dapat mengkaji lebih dalam dan terang berbagai sisi seputar kondisi PRT dan nantinya bisa melahirkan solusi bagi pekerja rumah tangga.

"Saya harap diskusi ini ada formula yang bisa dihasilkan untuk melindungi PRT dalam negeri. Yang bekerja di luar negeri pun harus jadi perhatian juga," imbuh rektor.

RUU PPRT jadi solusi

Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini memaparkan, para PRT bekerja dalam posisi kerentanan. Pekerjaan mereka belum sepenuhnya dilindungi hukum. Sehingga harus ada jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang tertuang pada Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) .

"Pengakuan dan perlindungan PRT juga menjadi suatu suara kemanusiaan yang diamanatkan dalam ajaran agama dan karena itu menjadi bagian dari segala upaya para pemimpin agama untuk memastkan tidak ada yang tertindas," tandasnya.

RUU PPRT sejauh ini tampak berliku. Sejak pertama kali diusulkan DPR pada 2004, hingga hari ini tak kunjung disahkan.

Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan, menambahkan, saat ini telah terbentuk gugus tugas untuk RUU PPRT sebagai upaya percepatan pengesehan RUU tersebut.

RUU PPRT diharapkan menjadi jaminan perlindungan pada pekerja rumah tangga, pemberi kerja, dan institusi penyalur ketenagakerjaan.

Pada kesempatan itu ia sangat mengapresiasi kepada berbagai elemen masyarakat yang antusias dalam mendorong pengesahan RUU PPRT sebagai undang-undang.

Upah rendah jerat PRT

Ketua Satuan PPKS Mutimmatul Faidah menyatakan, selain kekerasan, banyak PRT yang mendapatkan upah rendah dari beban kerja yang ditanggung. Data Kominfo, lanjutnya, dari 2,6 juta pekerja rumah tangga di Indonesia, 72 persen dari mereka hanya mendapatkan gaji Rp 300.000 per bulannya.

PRT masih dianggap suatu pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian dan tidak memiliki ekonomi. Padahal tugas PRT sangatlah berat dan membutuhkan keahlian tersendiri.

"Kalau tidak ada PRT apa yang terjadi dengan pemberi kerja. Semua pekerjaan ada tantangannya sendiri, beratnya sendiri dan keahliannya sendiri. Jadi harus dihargai," beber dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/04/24/152442871/unesa-komnas-perempuan-dukung-percepatan-pengesahan-ruu-pprt

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke