Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kemerdekaan dan Pendidikan Kita

KITA baru saja merayakan hari ulang tahun (HUT) kemerdekaan yang ke-76. Selama lebih dari tujuh dekade, kita melakukan berbagai kegiatan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa yang sebelumnya tergerus oleh para penjajah.

Pertanyaannya sekarang, sudah sejauh mana pencapaian kita dalam bidang pendidikan?

Apakah kita sudah mendekati tujuan pendidikan sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, mencerdaskan seluruh anak bangsa?

Apakah setelah 76 kita hidup dalam alam kemerdekaan, bidang pendidikan kita juga benar-benar sudah merdeka?

Pencapaian kita

Harus diakui bahwa kita telah berjuang membangun dunia pendidikan kita, sehingga kita pun meraih banyak kemajuan dan mengalami kemerdekaan yang sesungguhnya.

Misalnya, dalam hal infrastruktur pendidikan, pada akhir 1949 negara kita memiliki 24.775 sekolah rendah dan menengah serta sejumlah kecil sekolah tinggi dan akademi serta universitas di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten, Solo dan Yogyakarta. Hingga 1960, kita telah memiliki 181 buah perguruan tinggi.

Setelah tujuh dekade, jumlah sekolah dan perguruan tinggi kita telah bertambah pesat. Data statistik terakhir, (2018), jumlah sekolah dari jenjang SD sampai Sekolah Lanjutan Atas (SLTA), termasuk Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia mencapai 307.655 sekolah, terdiri atas 169.378 sekolah negeri dan 138.277 sekolah swasta, Kini, kita memiliki 2.694 perguruan tinggi.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada semua jenjang usia muda pun terus meningkat. Pada 1994, APS anak 7-12 tahun sebesar 94,06 persen, anak usia 13-15 tahun 72,39 persen, usia 16-18 tahun 45,31 persen dan 19-24 tahun 12,80 persen.

Pada 2020, APS anak 7-12 tahun sebesar 99,21 persen, anak usia 13-15 tahun 95,21 persen, usia 16-18 tahun 71,44 persen dan 19-24 tahun, 22,53 persen.

Hingga awal dekade 2000-an, alat pembelajaran yang luas dipakai adalah papan tulis hitam, kapur, dan penggaris kayu dan buku tulis. Sekarang sudah Sebagian besar siswa telah menggunakan komputer dan proyektor digital.

Dalam hal kurikulum, selama 70 tahun ini, telah terjadi 10 kali pergantian kurikulum, dengan muatan, metode pendekatan dan kualitas yang terus disesuaikan dengan keadaan zaman.

Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947, misalnya, berorientasi politik dengan mengganti sistem pendidikan Belanda, menjadi pendidikan asli buatan Indonesia. Melalui kurikulum inilah pertama kali Pancasila menjadi landasan dasar pendidikan di Indonesia.

Kemudian, Kurikulum Pendidikan 1975 menekankan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PSSI) atau pendidikan satuan pelajaran. Kurikulum Pendidikan 1984, berorientasi pada keahlian dengan metode pembelajaran yang disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

Pada 2006 diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan peluang kepada tenaga pendidik untuk mengembangkan rencana pembelajaran secara mandiri dengan penyesuaian pada kondisi daerah tempat sekolah berada.

Terakhir, Kurikulum 2013 yang memiliki aspek-aspek yang menjadi pokok penilaian meliputi aspek sikap dan perilaku, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.

Ketika diangkat sebagai Mendikbud, Nadiem Makarim meluncurkan Merdeka Belajar. Kini sudah memasuki episode keenam dengan fokus pada transformasi pendidikan tinggi agar mampu mencetak lebih banyak lagi talenta-talenta yang mampu bersaing di tingkat dunia.

Pada masa pandemi Covid-19, Kemendikbud melakukan sejumlah terobosan yang dilakukan secara cepat dan masif. Misalnya, dengan memberikan bantuan Dana BOS Afirmasi dan BOS
Kinerja untuk mengurangi dampak keterpurukan ekonomi sekolah negeri dan swasta.

Di samping itu, Kemendikbud juga menghadirkan kurikulum dan modul pembelajaran dalam kondisi khusus untuk meringankan kesulitan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.

Selanjtunya, berdasarkan basis data portal Rumah Belajar, total pengguna baru Rumah Belajar pada  2020 sebanyak 7,79 juta dengan pengunjung portal Rumah Belajar sebanyak 105,532 juta.

Yang masih perlu dibenahi

Selain berbagai pencapaian sebagaimana disebutkan di atas, harus diakui pula dunia pendidikan kita belum benar-benar merdeka.

Artinya, dalam aspek pendidikan kita masih jauh tertinggal di badingkan dengan negara tetangga seperti Malysia, Filipina, Thailand, apalagi Singapura.

Pada akhir 2020 lalu data Bank Dunia menyebutkan bahwa para kepala sekolah di Indonesia lebih cenderung menunjukkan kekurangan infrastruktur dan materi di sekolah mereka.

Misalnya, 29 persen kepala sekolah di Indonesia menunjukkan kekurangan materi yang besar. Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Meksiko (20 persen), Filipina (14 persen), dan Brazil (10 persen).

Hal lain yang menjadi pekerjaan rumah bagi semua kita adalah kondisi infrastruktur yang kurang berkualitas.

Merujuk data Kemendikbud, jumlah kelas SD, SMP, SMA dan SMK dalam kategori rusak berat pada tahun 2015 mencapai 78.974. Kemudian kategori rusak total sebanyak 74.436. Jika dijumlah, kelas kategori rusak berat dan total sebanyak 153.410.

Pada 2017, jumlah kelas kategori rusak berat dan total naik pada tahun 2017 menjadi 129.780. Kelas SD, SMP, SMA/SMK yang rusak berat 78.441 dan rusak total 51.339. Bukannya turun, jumlah kelas rusak berat dan total semakin bertambah.

Pada 2019 jumlah kelas rusak berat dan total mencapai 141.752. Bahkan, pada 2020 disebutkan sekitar 70 persen jumlah kelas pada setiap jenjang pendidikan kondisinya rusak ringan/sedang maupun rusak berat.

Hal lain yang juga perlu dibenahi adalah akses pendidikan yang belum merata, baik dari segi geografis, maupun dari aspek gender.

Persentase penduduk di pedesaan yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat Sekolah Dasar lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkotaan.

Kesenjangan juga bisa dilihat berdasarkan pada gender antara perempuan dan laki-laki. Proporsi penduduk perempuan dibanding laki-laki yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD.

Sementara itu, pada jenjang SMP dan SMA terlihat bahwa proporsi penduduk laki-laki yang tamat SMP/sederajat dan SMA/sederajat lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan dengan kesenjangan yang cukup nyata pada tamatan SMA/sederajat.

Peta jalan pendidikan

Untuk mengejar ketertinggalan kita dalam dunia pendidikan, kita memang mesti segera merancang dan menerapkan peta jalan pendidikan dengan sejumlah program prioritas.

Dari aspek pendanaan, misalnya, belakangan ini kita sudah mengalokasi anggaran 20 persen. Anggaran pendidikan untuk 2019 adalah Rp 491 triliun, peningkatannya lebih dari 3 kali lipat sejak 2001.

Tentu saja jumlah anggaran itu relatif masih kurang bila dibandingkan dengan cakupan bidang pelayanan yang sangat beragam dan cakupan wilayah Indonesia yang sangat luas.

Namun, hal itu dapat disiasati dengan menerapkan manajemen keuangan yang efisien transparan dan akuntabel untuk mencegah terjadinya kebocoran anggaran.

Dengan begitu, kita dapat memperbaiki ruangan kelas yang rusak dan memberikan reward yang semakin layak bagi para guru/dosen.

Hal lain yang juga mendesak untuk dikembangkan adalah digitalisasi pendidikan yang berlaku menyeluruh dan merata.

Berkenaan dengan itu kita sangat mendukung upaya sinergi dan kolaborasi antara kementerian dan lembaga.

Misalnya, sinergi dan kolaborasi antara Kemedikbudristek dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan PLN untuk mengidentifikasi sekolah-sekolah di wilayah mana saja yang perlu segera disediakan jaringan listrik dan jaringan internet.

Ketersediaan infrastruktur listrik dan telekomunikasi (internet) dapat menjadi solusi bagi sejumlah persoalan di bidang pendidikan.

Sebab, dengan listrik dan jaringan internet, sekolah-sekolah berpeluang untuk mengakses materi pendidikan terkini. Internet dapat memungkinkan pendidikan secara online sebagaimana diberlakukan selama pandemi Covid-19 ini.

Kiranya, melalui peta jalan pendidikan dan program prioritas yang tepat, kita secara bertahap mengatasi berbagai masalah, sehingga kesenjangan akses ke pendidikan yang berkualitas secara bertahap dapat diatasi.

Dengan begitu, kita tidak hanya berhenti menggaungkan merdeka belajar tapi dunia pendidikan kita benar-benar berada dalam iklim kemerdekaan sejati. 

https://www.kompas.com/edu/read/2021/08/30/150034771/kemerdekaan-dan-pendidikan-kita

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke