Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Anak Anggota DPRD Bekasi, Ini Kata Pakar Hukum Unair

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu masyarakat sempat dikejutkan oleh kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh anak anggota DPRD Bekasi, pelakunya berinisial AT.

AT yang berusia 21 tahun menjadi tersangka atas kasus pemerkosaan terhadap anak perempuan berusia 15 tahun.

AT menyerahkan diri dengan diantar oleh ayahnya pada Jumat (21/5/2021).

Atas kasus itu, Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Unair, Amira Paripurna angkat bicara.

Menurut dia, kasus anak anggota DPRD Bekasi itu menerapkan UU perlindungan anak.

"Pelaku ini masuk kategori dewasa sedangkan korbannya adalah anak-anak," kata dia melansir laman Unair, Senin (21/6/2021).

Dia mengaku, kriteria anak yang menjadi korban tindak pidana dalam hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU Sistem Peradilan Anak/UU SPPA.

Adapun isinya menjelaskan anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 18 tahun dan mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindakan pidana.

Dia menjelaskan, pada kasus ini undang-undang yang digunakan adalah UU Perlindungan Anak.

Perlindungan anak yang menjadi korban pemerkosaan juga telah diatur dalam undang-undang.

"Pada prinsipnya, anak yang menjadi korban tindak pidana berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 89 UU Sistem Peradilan Anak," jelas Mira.

Perlindungan yang diberikan, sebut dia, ada beberapa hal.

Pertama, penanganan yang cepat termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.

Kedua, pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan.

Ketiga, pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.

Keempat, pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.

"Selain itu korban juga berhak atas bantuan hukum di setiap tahap pemeriksaan serta proses peradilan dan berhak mendapat rehabilitasi dan jaminan keselamatan lainnya," tutur Mira.

Lanjut Mira menjelaskan, dalam berjalannya proses peradilan meski pelaku berniat untuk menikahi korban atau bahkan meminta maaf, maka tidak akan mempengaruhi hukuman yang akan didapat.

"Menikahi korban dan meminta maaf dari sisi hukum pidana bukanlah alasan penghapusan pidana," jelas dia.

Dia menegaskan, penyelesaian kasus kejahatan seksual seperti yang dilakukan anak anggota DPRD Bekasi dengan menikahkan korban dengan pelaku memang sering terjadi.

Namun ternyata hal ini tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi akan melanggar pemenuhan rasa keadilan terhadap korban.

"Ketika korban dinikahkan dengan pelaku (anak anggota DPRD Bekasi) akan berpotensi mengalami kekerasan seksual untuk kedua kalinya dan membahayakan kesehatan reproduksinya karena akan berpotensi terjadi pemaksaan seks dalam perkawinan," tukas Mira.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/06/21/163627471/kasus-anak-anggota-dprd-bekasi-ini-kata-pakar-hukum-unair

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke