Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membedah Perilaku Ekonomi oleh Pemenang Nobel di Buku Misbehaving

Penulis: Zia Anshor

KOMPAS.com - Apakah ilmu ekonomi rasional? Bisa dibilang begitu. Sebenarnya, Ilmu ekonomi yang mainstream isinya mengenai angka, logika, rasionalitas.

Misalnya, Kalau permintaan naik, harga naik. Kalau penawaran naik, harga turun. Atau contoh "rasional" nya lain dari seperti kalau suku bunga naik, orang menabung. Kalau suku bunga turun, orang mengambil kredit.

Jadi, ekonomi itu sebetulnya sangat presisi, logis, dan bisa diprediksi. Bisa juga lho meramal masa depan. Misalnya, kalau anda menabung 10 persen dari gaji Anda tiap bulan, maka ketika pensiun anda punya uang untuk biaya hidup.

Lalu, kenapa manusia tetap saja mengalami masalah ekonomi? Di situlah bedanya. Ilmu ekonomi mainstream itu rasional. Manusia-nya tidak.

Keresahan hubungan manusia dan ekonomi, sebetulnya menjadi perhatian salah satu ahli ekonomi peraih Hadiah Nobel, Richard Thaler. Sejak 1970-an, ia mempertanyakan apakah tepat menggunakan ilmu ekonomi yang logis–rasional untuk menjelaskan keadaan manusia.

Dari berbagai pengamatannya, Thaler lalu menuangkannya di dalam autobiografinya, Misbehaving: Terbentuknya Ekonomi Perilaku (GPU, 2020).

Dalam bukunya, Thaler menunjukkan banyak hal anomali mengenai ekonomi yang ia kumpulkan. Misalnya, fakta jika manusia seringkali tidak berperilaku rasional sesuai ilmu ekonomi. Akhirnya, prediksi ilmu ekonomi seperti di atas, seringkali tidak terjadi.

Contohnya, Seorang pembeli lebih memilih membeli sepeda motor dengan kredit berjangka panjang dibanding jangka pendek atau membeli tunai sekalian.

Padahal, pembeli jadi membayar lebih mahal kalau memilih kredit jangka panjang untuk barang yang nilainya turun seiring waktu.

Karena hal ini Thaler mengatakan, ilmu ekonomi mainstream didasari anggapan bahwa manusia adalah makhluk rasional, logis, jago menghitung, tak beremosi, berpandangan jauh. Menurut Thaler, gambaran inilah yang disebut “Ekon”.

Sosok ini memang banyak muncul di buku, teori, dan model ekonomi. Tapi tak ditemukan di dunia nyata. Manusia sungguhan tidak punya emosi, tidak selalu bisa menghitung, dipengaruhi berbagai naluri, dan lebih cenderung berpandangan jangka pendek lah yang ada di dunia nyata. Itu menurut Thaler.

Ia berpendapat, ilmu ekonomi mainstream mungkin tidak keliru, tapi mungkin berlakunya bukan untuk manusia.

Itulah sebabnya, manusia sering sekali sukar berperilaku rasional dalam membuat keputusan ekonomi. Misal, kita tahu menyisihkan 10 persen gaji untuk tabungan di masa depan bisa membuat kita lebih untung. Atau, menginvestasikan tabungan yang menguntungkan di masa depan.

Tapi, seberapa banyak manusia yang sanggup menabung dan menjalankan hal ini? Godaan belanja, gaya hidup, akhirnya mengorbankan rencana pada masa depan. Alhasil, gaji habis dan tidak tersisa untuk tabungan atau investasi. Rasional? Tidak. Kesenangan yang dekat dan terasa sesaat terasa lebih kuat daripada kesenangan masa depan yang lebih besar.

Padahal secara rasional seharusnya kesenangan lebih besar pada masa depan itu lebih memuaskan daripada kesenangan saat ini yang nilai ekonominya sama besar.

Contoh lainnya, saat kita melihat barang yang harganya sedang didiskon besar, lalu langsung membelinya tanpa berpikir.

Hal itu karena kita merasa tawaran itu menguntungkan. Biasanya kita baru sadar ketika minggu depannya atau bulan depannya saat melihat barang yang sama, dengan harga diskon yang sama. Lalu tahun depannya harganya tetap harga diskon. Ternyata memang itu harga aslinya. Rasional? Tidak.

Kita kena efek jangkar dan pembingkaian. Harga asli yang ditampilkan seolah “harga diskon” membuat perhitungan kita melenceng menimbulkan perasaan seolah mendapat untung ketika menemukan “harga diskon”. Padahal mau dibeli kapanpun, harganya sebegitu juga.

Thaler menemukan contoh-contoh itu sepanjang kariernya. Manusia itu punya rasa tak suka rugi, rabun jauh, punya masalah pengendalian diri, dan lainnya. Bersama beberapa ahli lain, Thaler lantas mengembangkan cabang baru ekonomi, yakni ekonomi perilaku (behavioural economics).

Tujuannya, menjelaskan fenomena ekonomi dengan memandang manusia bukan sebagai Ekon yang rasional. Melainkan manusia sebagaimana adanya manusia itu sendiri.

Sepanjang buku, Thaler mengisahkan pendapatnya yang silang dengan silang, dengan pemikiran para ahli ekonomi aliran mainstream lainnya.

Misalnya, Milton Friedman dan Benjamin Graham. Thaler juga berkolaborasi dengan ahli-ahli psikologi Amos Tversky dan Daniel Kahneman penulis Thinking Fast And Slow (https://www.gramedia.com/products/thinking-fast-and-slow-cover-baru sudah diterbitkan GPU), yang memberinya ilham mengenai bias psikologis manusia.

Kolaborator lainnya, ada profesor hukum Cass Sunstein; Thaler dan Sunstein kemudian bersama-sama menulis Nudge (https://www.gramedia.com/products/nudge sudah diterbitkan GPU), di antaranya menggunakan prinsip-prinsip ekonomi perilaku untuk merancang kebijakan publik dan arsitektur pilihan.

Misbehaving menceritakan perubahan paradigma di ilmu ekonomi dari pengalaman dan kacamata Richard Thaler. Dari ilmu ekonomi mainstream yang idealis-rasional ke pendekatan ekonomi perilaku diharapkan bisa menjelaskan fenomena ekonomi dengan lebih realistis.

Lalu membantu ilmu ekonomi mencapai tujuannya, mendatangkan kemakmuran bagi manusia. Perubahan itu layak dicermati siapa pun yang berkecimpung di berbagai cabang ilmu ekonomi.

Penasaran? Mau tahu lebih detail? Cek di sini: https://www.gramedia.com/products/misbehaving-pod-bincang-buku

Pengen beli buku ini tetapi dompet tetap aman? Cek di sini: http://bit.ly/voucher_artikel

https://www.kompas.com/edu/read/2021/03/21/143452271/membedah-perilaku-ekonomi-oleh-pemenang-nobel-di-buku-misbehaving

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke