Menurut Wempi, kesulitan akses air bersih selama bertahun-tahun menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya sanitasi.
Sebelum jaringan air bersih dibangun, warga terbiasa memotong saluran pembuangan atau "leher angsa" yang ada di kloset mereka. Tujuannya, agar kotoran langsung jatuh ke tangki septik tanpa perlu diguyur air.
Namun, hal itu menyebabkan gas dari kotoran yang menumpuk di tangki septik menguar dari lubang kloset dan menghasilkan bau tidak sedap.
Baca juga: Mengenal Tujuan 6 SDGs: Air Bersih dan Sanitasi Layak
Wempi mengatakan, dengan adanya jaringan air bersih, warga dibantu pemerintah desa mulai mengganti kloset mereka dengan kloset yang lebih sehat.
Pemerintah desa telah menyalurkan 26 kloset sehat dari target awal 50. Kloset sehat ini rencananya akan dibagikan secara bertahap ke seluruh rumah tangga di Basmuti.
Kendati saat ini akses air bersih sudah jauh lebih baik, kata Wempi, namun masih ada pekerjaan rumah yang harus dirampungkan.
Misalnya, keterbatasan kapasitas penampungan air yang hanya bisa menampung 8.700 liter. Hal ini menghambat penyaluran air ke lebih banyak warga.
Wempi mengungkapkan, pemerintah desa telah menganggarkan penambahan tandon air berkapasitas 30.000 liter pada tahun ini untuk mengatasi permasalahan tersebut.
"Tujuannya ke depan, 30.000 (liter air) ini bisa kita distribusikan ke dusun-dusun yang belum terjangkau. Kita juga akan lanjutkan perluasan jaringan (air bersih)" kata Wempi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.