Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marsinah, Buruh Perempuan yang Dibungkam karena Menuntut Hak

Kompas.com - 12/04/2023, 20:15 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Nama Marsinah lekat dengan sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

Dia adalah aktivis buruh perempuan di PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik arloji yang berlokasi di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Dikutip dari buku Marsinah: Campur Tangan Militer dan Politik Perburuhan Indonesia (1999), Marsinah ditemukan tewas pada 9 Mei 1993 sekitar pukul 11.00, di sebuah gubuk tengah sawah, Desa Jegong, Kecamatan Wilangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Baca juga: Kisah Marsinah, Aktivis Buruh yang Dibunuh pada Masa Orde Baru

Hasil otopsi RSUD Nganjuk pada 10 Mei 1993 menunjukkan, Marsinah telah meninggal dunia sehari sebelum jenazahnya ditemukan.

Penyebab kematiannya yakni akibat tusukan benda runcing. Perutnya luka sedalam 20 sentimeter, dagunya memar, lengan dan pahanya lecet, selaput dara robek, dan tulang kelamin bagian depan hancur akibat dimasuki benda tumpul.

Menuntut hak buruh

Dikutip dari Harian Kompas, 10 November 1993, kematian tragis Marsinah berhubungan erat dengan aktivitasnya dalam organisasi buruh SPSI unit kerja PT CPS.

Pada waktu itu, buruh di PT CPS digaji Rp 1.700 per bulan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri 50/1992 yang menetapkan UMR Jawa Timur adalah Rp 2.250.

Marsinah dan rekan-rekannya kemudian berunjuk rasa menuntut kenaikan upah pada 4 Mei 1993. Marsinah tampil dengan sederet argumentasi yang merepotkan pimpinannya.

Baca juga: Buruh Kenang Perjuangan Marsinah lewat Film

Bahkan, Marsinah dengan lantang menentang permintaan Direktur PT CPS agar para pekerja terus bekerja seperti biasanya. Dia bersama teman-temannya melakukan aksi mogok kerja.

"Tak usah kerja," salah satu kata yang terucap dari Marsinah ketika unjuk rasa.

Dilansir Kompas.com, aksi para buruh PT CPS menuntut haknya itu kemudian diintervensi oleh militer. Hal itu biasa terjadi pada era Orde Baru ketika militer merangsek ke semua bidang.

Militer leluasa mencampuri urusan ketenagakerjaan karena Surat Keputusan Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas) Nomor 02/Satnas/XII/1990 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 342/Men/1986.

Aturan ini digunakan rezim Orde Baru untuk mengendalikan dan memantau aktivitas buruh. Aparat keamanan memiliki kewenangan untuk menertibkan para buruh melawan pemilik perusahaan.

Pada 5 Mei 1993, sebanyak 13 buruh digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo karena dianggap telah menghasut rekan-rekannya untuk berunjuk rasa.

Baca juga: Mengenang Marsinah, Simbol Perjuangan Kaum Buruh yang Tewas Dibunuh

Lantas, mereka dipaksa mengundurkan diri dari PT CPS. Alasannya, para buruh itu dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan lain bekerja.

Pada hari yang sama, Marsinah dikabarkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan 13 rekannya.

Namun, sekitar pukul 22.00, Marsinah menghilang. Keberadaannya tidak diketahui hingga jenazahnya ditemukan di Nganjuk pada 9 Mei 1993.

Pelaku pembunuhan Marsinah

Dilansir Kompas.com, kasus pembunuhan Marsinah mendapatkan reaksi keras dari masyarakat dan para aktivis HAM.

Para aktivis kemudian membentuk Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) dan menuntut pemerintah menyelidiki dan mengadili para pelaku pembunuhan

Pada 30 September 1993, pemerintah membentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur untuk menyelidiki kasus Marsinah.

Baca juga: Cerita Marsinah Pahlawan Buruh yang Terbunuh pada 8 Mei 1993

Selanjutnya, delapan orang petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi.

Salah satu orang yang ditangkap adalah Kepala Personalia PT CPS, Mutiari, yang kala itu sedang hamil. Selain itu, pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga turut ditangkap dan diinterogasi.

Orang-orang yang ditangkap itu diketahui menerima siksaan berat secara fisik dan mental, serta diminta mengakui telah merencanakan penculikan dan pembunuhan terhadap Marsinah.

Selama proses penyelidikan dan penyidikan, Tim Terpadu telah menangkap serta memeriksa 10 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah.

Dari hasil penyelidikan itu disebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya di dekat rumah kos aktivis buruh itu.

Kemudian, Marsinah dibawa ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS.

Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, kemudian dijatuhi vonis 17 tahun penjara. Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.

Baca juga: Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

Akan tetapi, Yudi Susanto kala itu kukuh menyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah dan dirinya hanya menjadi kambing hitam.

Dia kemudian naik banding ke Pengadilan tinggi dan dinyakan bebas. Para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman juga naik banding hingga mereka dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung.

Putusan Mahkamah Agung tersebut tentu mengundang kontroversi dan ketidakpuasan masyarakat.

Para aktivis terus menyuarakan tuntutan agar kasus pembunuhan Marsinah diselidiki dengan terang dan kecurigaan terhadap keterlibatan aparat militer diungkap.

Mengenang Marsinah

Seandainya masih hidup, Marsinah genap berusia 54 tahun pada 10 April lalu. Dia lahir pada 10 April 1969 di di desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.

Dikutip dari Harian Kompas, 28 Juni 2000, tidak ada yang istimewa dari masa kecil Marsinah. Ia tipikal anak perempuan kalangan menengah, tidak terlampau miskin, walaupun tidak kaya.

Marsinah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya. Dia lahir dari pasangan Astin dan Sumini.

Ibunya meninggal saat ia berusia tiga tahun, dan ayahnya menikah lagi dengan dengan Sarini, perempuan dari desa lain.

Baca juga: Munir, Marsinah, hingga Taufiq Kiemas Raih Penghargaan Pejuang Kemanusiaan

Sejak itulah Marsinah kecil diasuh neneknya, Paerah yang tinggal bersama paman dan bibinya, pasangan Suraji-Sini.

Seperti mayoritas anak-anak pedesaan di Indonesia, ia sudah bekerja pada usia dini dan tampak lebih dewasa dari usianya.

Sepulang sekolah, ia membantu neneknya menjual gabah dan jagung untuk mendapatkan upah sekadarnya.

Meskipun kepandaiannya dipandang biasa-biasa saja, tetapi kerajinan, minat baca, sikap kritis dan tanggung jawab Marsinah dianggap menonjol oleh teman-teman dan gurunya.

Setiap tugas sekolah selalu berupaya diselesaikannya. Jika ada penuturan gurunya yang kurang jelas, tidak segan ia mengangkat tangan meminta penjelasan.

Setelah naik kelas VI, dia pindah ke SDN Karangsemi, dan kemudian melanjutkan ke SMP Negeri V Nganjuk pada tahun ajaran 1981/1982.

Marsinah mencoba melanjutkan ke SMA negeri, namun gagal, dan akhirnya ke SMA Muhammadiyah dengan bantuan biaya seorang pamannya yang lain.

Minat bacanya semakin berkembang saat duduk di bangku SMA. Di waktu senggang, Marsinah lebih banyak ke perpustakaan ketimbang bermain.

Namun, cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan ke Fakultas Hukum kandas, karena terbentur biaya.

Tidak ada pilihan lain kecuali mencari lapangan kerja di kota besar. Tahun 1989 ia ke Surabaya, menumpang di rumah kakaknya, Marsini, yang sudah berkeluarga.

Baca juga: Menlu Retno Bacakan Puisi untuk Marsinah, Buruh Perempuan yang Dibunuh 25 Tahun Silam

Setelah berkali-kali melamar kerja ke berbagai perusahaan, akhirnya Marsinah diterima bekerja pertama kali di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut.

Gajinya jauh dari cukup. Untuk memperoleh tambahan penghasilan, ia berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus.

Pada 1990, dia diterima bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), Rungkut, Surabaya, Namun pada awal 1992, Marsinah dipindah pihak manajemen ke pabrik PT CPS lainnya di Porong, Sidoarjo.

Di tempat itulah Marsinah menemui ajalnya, ketika mencoba memperjuangkan haknya sebagai seorang pekerja.

Kematian Marsinah diperingati lewat karya-karya seni, seperti pertunjukan teater berjudul "Nyanyian dari Bawah Tanah" oleh Kelompok Satu Merah Panggung (1994), monolog "Marsinah Menggugat" yang ditulis dan dibawakan Ratna Sarumpaet (1997), dan film berjudul "Marsinah: Cry Justice" garapan sutradara Slamet Raharjo (2000).

Pada 1993, Marsinah ditetapkan sebagai penerima Yap Thiam Hien Award, sebuah penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia kepada orang-orang yang berjasa besar dalam upaya penegakan HAM di Indonesia.

Aku melihat begitu banyak tangan berlumuran darah.....

Aku melihat bagaimana keserakahan boleh terus berlangsung.

Para pemilik modal boleh terus mengeruk keuntungan, para manager dan para pemegang kekuasaan boleh terus-menerus bercengkerama diatas setiap tetes keringatku.

Tapi seorang buruh kecil seperti diriku berani membuka mulutnya menuntut kenaikan upah? Nyawanya akan terenggut

(Marsinah Menggugat - Ratna Sarumpaet)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

INFOGRAFIK: Video Hashim dan Prabowo Terkait Janji Politik Disajikan dalam Konteks Keliru

INFOGRAFIK: Video Hashim dan Prabowo Terkait Janji Politik Disajikan dalam Konteks Keliru

Hoaks atau Fakta
Cahaya Langit Aurora Tidak Terkait Eksperimen HAARP

Cahaya Langit Aurora Tidak Terkait Eksperimen HAARP

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Vladimir Putin Umumkan Rusia Akan Bersatu dengan Yaman

[HOAKS] Video Vladimir Putin Umumkan Rusia Akan Bersatu dengan Yaman

Hoaks atau Fakta
Hoaks Terkait Sandra Dewi, Dijemput Paksa Polisi dan Temuan Emas Batangan

Hoaks Terkait Sandra Dewi, Dijemput Paksa Polisi dan Temuan Emas Batangan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Warga Gaza Buat Video Rekayasa untuk Tarik Simpati

[HOAKS] Warga Gaza Buat Video Rekayasa untuk Tarik Simpati

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Vaksinasi Covid-19 Empat Kali Runtuhkan Sistem Kekebalan

[HOAKS] Vaksinasi Covid-19 Empat Kali Runtuhkan Sistem Kekebalan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pelatih Guinea Takut Suporter Indonesia, Playoff Olimpiade Paris Digelar Tertutup

[HOAKS] Pelatih Guinea Takut Suporter Indonesia, Playoff Olimpiade Paris Digelar Tertutup

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Tentara IDF Menyelamatkan Bayi di Gaza

[HOAKS] Foto Tentara IDF Menyelamatkan Bayi di Gaza

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Timnas U23 Indonesia Lolos ke Olimpiade Paris 2024

INFOGRAFIK: Hoaks Timnas U23 Indonesia Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks Laga Indonesia Vs Guinea Diulang karena Wasit Terbukti Curang

[VIDEO] Hoaks Laga Indonesia Vs Guinea Diulang karena Wasit Terbukti Curang

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Tidak Ada Bukti Boneka Pinocchio Dibuat dari Kulit dan Rambut Budak

[KLARIFIKASI] Tidak Ada Bukti Boneka Pinocchio Dibuat dari Kulit dan Rambut Budak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] FIFA dan AFC Blacklist Timnas Uzbekistan karena Terbukti Doping

[HOAKS] FIFA dan AFC Blacklist Timnas Uzbekistan karena Terbukti Doping

Hoaks atau Fakta
Mitos dan Fakta Seputar Metode Kontrasepsi Vasektomi

Mitos dan Fakta Seputar Metode Kontrasepsi Vasektomi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] WN Rusia Dideportasi karena Bantu Tangkap Mafia Narkoba

[HOAKS] WN Rusia Dideportasi karena Bantu Tangkap Mafia Narkoba

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pada Mei 2024, PSSI Pastikan Indonesia Vs Portugal Digelar September

[HOAKS] Pada Mei 2024, PSSI Pastikan Indonesia Vs Portugal Digelar September

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com