Dokter Arun Venkatesan, direktur Pusat Ensefalitis Johns Hopkins menjelaskan bahwa tidak ada bukti yang membenarkan ensefalitis disebabkan oleh vaksin.
Ensefalitis disebabkan oleh virus, tetapi virus itu berbeda dengan virus penyebab Covid-19. Virus yang menyebabkan ensefalitis yakni virus ensefalitis Jepang atau disebut JE.
Virus itu ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk spesies Culex yang terinfeksi, khususnya Culex tritaeniorhynchus. Selengkapnya baca di sini.
Salah satu akun pengguna Facebook menyebut bahwa bahan dalam vaksin Covid-19 AstraZeneca menyebabkan wabah cacar monyet dan hepatitis mematikan pada anak-anak.
Namun setelah ditelusuri narasi tersebut tidak benar atau hoaks. Klaim mengenai vaksin Covid-19 menyebabkan cacar monyet dibantah oleh epidemiolog Indonesia untuk Griffith University Australia, Dicky Budiman.
Menurut Dicky, belum ada data yang menunjukkan bahwa seorang mengalami cacar monyet setelah melakukan vaksinasi Covid-19.
Sementara itu Direktur Rumah Sakit UNS, Tonang Dwi Ardyanto menjelaskan bahwa vaksin Covid-19 bukan penyebab hapatitis akut pada anak-anak. Dia menjelaskan, tidak ada kasus hapatitis akut yang berkaitan dengan vaksinasi Covid-19.
Di samping itu tidak ada bukti valid atas klaim tersebut. Selengkapnya baca di sini.
Beredar klaim di media sosial unggahan yang mengeklaim bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan Vaccine Acquired Immunodeficiency Syndrome (VAIDS). Setelah ditelusuri, klaim itu tidak benar atau hoaks.
Epidemiolog Indonesia untuk Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa tidak ada vaksin yang dapat menekan atau menimbulkan AIDS.
HIV yang mengakibatkan AIDS ditularkan melalui darah, air mani atau cairan vagina saat berhubungan seksual, dan air susu ibu yang terinfeksi. Sementara, kandungan dalam vaksin Covid-19 tidak menyebabkan AIDS.
Vaksin sendiri dirancang untuk merangsang antibodi agar belajar dan mengenali virus yang telah dilemahkan sebelumnya. Selengkapnya baca di sini.