KOMPAS.com - Malcolm X dikenal sebagai salah satu aktivis di Amerika Serikat (AS) yang menentang rasisme, juga seorang mualaf yang memperkenalkan Islam di negara itu.
Namun, hidupnya berakhir dengan tragis karena tewas ditembak. Seperti diberitakan History, dia menjadi bagian dari pejuang penghapusan rasisme yang terjadi di AS, setelah ayahnya dibunuh supremasi kulit putih dan tanpa ada proses hukum terhadap pelakunya.
Ia lahir di Negara Bagian Nebraska, AS pada 1925 dengan nama Malcolm Little. Ayahnya diduga dibunuh pada 1931, setelah mereka pindah ke negara bagian Michigan.
Anak laki-laki cerdas itu pun masuk panti asuhan, namun keluar dari sekolah. Ia lalu terlibat peredaran narkotika dan masuk penjara di usia 21 tahun karena kasus pencurian.
Baca juga: KISAH MISTERI: Teka-teki Pembunuhan Aktivis HAM Ternama AS, Malcolm X
Pada saat menjalani hukuman, ia bertemu pemimpin kelompok Nation of Islam bernama Elijah Muhammad. Meski menggunakan kata Islam, namun kelompok ini lebih dikenal karena pandangan konservatif, terutama terkait orang kulit hitam.
Elijah memberinya doktrin secara intens dan berhasil mengubahnya berpikir bahwa orang kulit putih adalah setan. Nama Malcom X pun diambil untuk membuang identitas Afrika yang dianggapnya lekat dengan korban perbudakan.
Setelah enam tahun dipenjara, ia bebas dan menjabat sebagai petinggi Nation of Islam untuk wilayah Harlem, New York. Ia menyerukan orang kulit hitam untuk melawan diskriminasi dari orang kulit putih, dengan cara apa pun yang diperlukan.
Ia menjelma sebagai orator terkenal yang dikagumi komunitas Afrika-Amerika di seluruh negeri.
Baca juga: Putri Malcolm X Akan Angkat Kisah Ayahnya ke Layar Lebar
Namun, sejumlah aksinya justru dianggap terlalu keras hingga Elijah sendiri mengeluarkannya dari Nation of Islam.
Lepas dari kelompok itu, Malcolm berangkat haji ke Arab Saudi dan pulang sebagai El-Hajj Malik El-Shabazz.
Pada 1964 ia mendirikan Persatuan Afro-Amerika untuk mengadvokasi korban rasisme, dan tidak lagi menyerang orang kulit putih. Saat menjalankan ibadah haji, dia mendapat kesadaran bahwa semua ras memiliki kesamaan sebagai hamba-Nya.
Baca juga: Ada Kesaksian Baru atas Kematian Malcolm X, Pihak Keluarga Minta Penyelidikan Dibuka Kembali
Sikapnya telah lebih moderat, namun ia kemudian ditembak di atas panggung Audubon Ballroom, New York, pada 21 Februari 1965.
Malcolm X tewas setelah tidak lagi menyalakan api kebencian terhadap orang kulit putih. Dia meninggalkan empat anak perempuan dan seorang istri.