Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Thailand disebut telah mengakhiri hubungan bisnis dengan produsen vaksin Covid-19, Pfizer, dalam sejumlah narasi yang beredar di media sosial.
Hal itu dikaitkan dengan kondisi Putri Kerajaan Thailand, Bajrakitiyabha Narendiradebyavati, yang mengalami koma sejak 14 Desember 2022 lalu.
Kondisi tersebut diklaim akibat vaksin Covid-19 produksi Pfizer. Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau hoaks.
Informasi yang menyebut Thailand memutuskan hubungan bisnis dengan Pfizer ditemukan di akun Facebook ini, ini, ini, dan ini.
"Thailand akan melakukan banned terhadap vaksin Pfizer setelah Putri Raja Thailand menjadi korban Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)," tulis salah satu akun pada Sabtu (11/2/2023).
Berikut penggalan narasi lainnya yang diunggah pada Senin (13/2/2023):
Thailand menjadi negara pertama di dunia yang menyatakan kontrak Pfizer batal demi hukum.
Seorang juru bicara pemerintah Thailand mengatakan kepada Profesor Sucharit Bhakdi minggu ini bahwa negaranya dapat segera menjadi yang pertama di dunia yang membatalkan dan membatalkan kontraknya dengan raksasa farmasi Pfizer.
Menurut Bhakdi, juru bicara mengatakan, mengacu pada "vaksin" eksperimental perusahaan, bahwa "kami akan memastikan bahwa Thailand adalah negara pertama di dunia yang menyatakan kontrak ini (dengan Pfizer) batal."
Terkait Putri Bajrakitiyabha yang mengalami koma, Bangkok Post memberitakan bahwa dia mengalami infeksi bakteri mikoplasma yang mengakibatkan aritmia parah.
Sejauh ini belum ditemukan kejadian infeksi mikoplasma yang disebabkan pemberian vaksin Covid-19.
Asisten Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins, Stuart Ray mengatakan, cara kerja vaksin tidak memungkinkan seseorang mengalami infeksi mikoplasma.
"Infeksi bakteri seperti mikoplasma akan menjadi kejadian tersendiri," ujarnya dikutip dari AP News, 8 Februari 2023.
Sucharit Bhakdi yang disebut dalam narasi yang beredar merupakan pensiunan ilmuwan Jerman-Thailand.
Dilansir Snopes, 7 Februari 2023, Bhakdi diklaim telah berbicara dengan anggota pemerintah Thailand atau keluarga kerajaan secara langsung.
Padahal sebenarnya Bakhdi berbicara dengan aktivis di Thailand yang kemudian mengirim informasi tersebut kepada keluarga kerajaan.
Sosok Bhakdi sendiri merupakan penganut teori konspirasi Covid-19 dan vaksin. Dia acap kali menyebar informasi keliru seputar virus corona dan merupakan pendiri kelompok anti-lockdown di Jerman.
Tidak ada bukti yang mendukung bahwa pernyataan Bhakdi valid.
Web yang dikutip oleh narasi di Facebook, yakni Daily Bell, merupakan situs yang dengan terang-terangan mendeskripsikan bahwa mereka tidak memercayai CDC, FDA, USDA, dan WHO. Itu adalah situs yang kerap menyebarkan konspirasi seputar Covid-19.
Sejauh ini, vaksin Covid-19 produksi Pfizer masih direkomendasikan dan digunakan di Thailand.
Juru bicara Pfizer Trupti Wagh mengatakan, vaksin Covid-19 mereka masih digunakan secara global.
"Dengan ratusan juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech Covid-19 bivalen Pfizer-BioNTech asli dan Omicron BA.4/BA.5 yang diadaptasi secara global, profil manfaat-risiko dari vaksin kami tetap positif untuk semua indikasi dasar dan kelompok usia," kata Wagh, dikutip dari USA Today, Selasa (14/2/2023).
Seorang pejabat Institut Vaksin Nasional Thailand juga mengonfirmasi bahwa negaranya belum memiliki rencana untuk meninjau kembali kontrak negara tersebut dengan Pfizer atau produsen vaksin lainnya.
"Tidak ada perintah untuk menghentikan atau memperlambat penggunaan atau mempertimbangkan kembali penggunaannya,” katanya kepada AP News.
Narasi soal pemutusan hubungan bisnis antara Thailand dan Pfizer merupakan hoaks. Thailand masih menggunakan vaksin Covid-19 produksi Pfizer.
Adapun kondisi yang dialami Putri Kerajaan Thailand, Bajrakitiyabha Narendiradebyavati, bukan karena vaksin Covid-19 dosis penguat atau booster, melainkan infeksi bakteri mikoplasma.
Narasi yang beredar di media sosial berdasarkan pendapat penganut teori konspirasi, tanpa ada bukti atau dasar atas klaimnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.