Louis XVI awalnya mendukung upaya para menterinya, Jacques Turgot dan Jacques Necker, untuk meringankan masalah keuangan Perancis.
Namun, dukungan Perancis untuk melakukan penjajahan justru membawa kerajaan di ambang kebangkrutan.
Baca juga: Kisah Bonnie dan Clyde, Sejoli Kriminal Amerika Serikat...
Turgot pun dilengserkan akibat rekomendasinya kepada kerajaan agar terlibat dalam Revolusi Amerika.
Jatuhnya menteri keuangan tersebut dikaitkan dengan permusuhan Kepala Penasihat Kerajaan Jean-Frederic Phelipe Aux dan Menteri Luar Negeri Charles Gravier, yang tidak lepas dari intervensi sang ratu.
Saat itu Marie-Antoinette tidak tertarik pada politik kecuali berkaitan dengan teman-temannya.
Pengaruh politiknya juga tidak pernah melebihi kekuasaan yang pernah dipegang oleh istri raja sebelumnya, Louis XV.
Namun, kondisi Kerajaan Perancis yang tidak stabil membuat masyarakat justru melampiaskan kesalahan pada Marie-Antoinette.
Gaya hidupnya yang mementingkan seni dan fashion, disebut sebagai pemborosan kerajaan di tengah krisis. Dia juga dituding lebih mementingkan Kerajaan Austria dan menentang reformasi rakyat.
Selain itu, Marie-Antoinette juga dituduh berselingkuh dengan seorang kardinal melalui skandal kalung berlian yang terjadi pada 1785.
Pada 1789, untuk menghindari krisis yang semakin parah, Louis XVI setuju untuk menaikkan pajak. Akan tetapi, tindakan itu justru kian memperparah kepercayaan rakyat Perancis.
Baca juga: 7 Tokoh yang Mati Dipenggal Selama Revolusi Perancis
Pada 1971, terjadi pemberontakan sengit terhadap kerajaan. Ketika Revolusi Perancis pecah, Raja Perancis dan sang ratu terpaksa melarikan diri ke Austria. Mereka tetap menolak monarki konstitusional.
Pemberontakan kembali terjadi. Kerumunan rakyat menyerbu Bastille, simbol kekuasaan kerajaan yang represif pada 14 Juli 1789.
Dikutip dari Britannica, Marie-Antoinette gagal meyakinkan suaminya untuk berlindung dengan pasukannya di Met.
Namun, dia berhasil membujuknya untuk menolak upaya Majelis Nasional Revolusioner untuk menghapuskan feodalisme dan membatasi hak prerogatif kerajaan.
Latar belakang kekalahan militer dari Austria dan Prusia, membuat kepemimpinan revolusioner menjadi semakin teradikalisasi.