KOMPAS.com - Klaim terkait ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) ramai diperbincangkan pekan lalu. Hoaks terkait topik itu pun beredar di media sosial.
Berbagai informasi keliru soal kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, juga masih ditemukan.
Selain itu, beredar pula hoaks bertema politik, pembagian hadiah, hingga phishing mengatasnamakan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Untuk memudahkan masyarakat mengidentifikasi kebenaran informasi tersebut, berikut ringkasan penelusuran fakta sejumlah klaim keliru di media sosial sepanjang pekan ini.
Bambang Tri Mulyono mengajukan gugatan terkait dugaan ijazah palsu Jokowi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Senin (3/10/2022).
Gugatan itu terkait ijazah SD, SMP, dan SMA yang dituding palsu saat Jokowi mengikuti Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2019 lalu.
Kendati demikian, gugatan itu menggiring narasi di media sosial hingga mengeklaim bahwa ijazah S1 Jokowi juga palsu dan dia bukan alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM).
Beredar pula video yang mengeklaim bahwa rektorat UGM mengakui kecurangan ijazah Jokowi.
Setelah ditelusuri Kompas.com, Sabtu (15/10/2022), tidak ada informasi valid dalam video yang dapat membuktikan klaim tersebut.
Faktanya, Rektor UGM Ova Emilia justru menjamin keaslian ijazah S1 Jokowi.
Sebuah video menampilkan sejumlah sepeda motor terendam banjir dan disebut peristiwa itu terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (12/10/2022).
Ada potongan video berbeda yang ternyata lokasi kejadiannya bukan di Bogor, melainkan di Vietnam pada 26 Juli 2022.
Cuplikan lainnya berasal dari video banjir yang terjadi di Bogor, pada Senin (5/2/2018).
Potongan-potongan video itu tempatkan dalam konteks keliru sehingga memunculkan narasi keliru terhadap dampak bencana yang sebenarnya.
Penelusuran fakta selengkapnya dapat dibaca di sini.
Narasi di media sosial mengeklaim bahwa istilah "kadal gurun" atau "kadrun" pertama kali diucapkan oleh Lukman Njoto atau Nyoto, wakil ketua CC Partai Komunis Indonesia (PKI) di masa Pemilu 1955.
Narasi itu hoaks. Sejarawan dan pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali menjelaskan, istilah Kadrun pertama kali muncul pada Pilkada DKI Jakarta 2012 yang digunakan untuk memecah belah, kemudian semakin ramai digunakan pada 2019.
"Isitilah ini untuk memecah belah sebenarnya. Isitilah kadrun menjadi disinformasi ketika dinarasikan sudah ada sejak zaman PKI. Ini tidak benar," ujar Asep.
Adapun pada Pemilu 1955, persaingan sengit justru terjadi antara Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
"Ini tidak terlepas dari PNI yang memenangi pemilu dan Masyumi. PKI sendiri sebenarnya tidak menang," jelas Asep.
Baca fakta selengkapnya di sini.
Sebuah video dengan thumbnail akademisi Ade Armando, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh, dan Jokowi beredar di media sosial.
Narasi dalam video itu mengeklaim bahwa Jokowi mengancam Partai Nasdem tidak bisa ikut Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dalam video, disertakan pula cuplikan ketika Surya Paloh duduk dengan Anies.
Tidak ada sumber kredibel yang mengonfirmasi terkait ancaman Jokowi terhadap Nasdem.
Kompas.com menelusuri pemeberitaan terkait keterlibatan Jokowi dalam keputusan Nasdem dan ditemukan bahwa Jokowi menyatakan tidak ingin mengomentari langkah Partai Nasdem yang telah mengangkat Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden.
Selain itu, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem, Hermawi Taslim menjelaskan bahwa hubungan Nasdem dengan Jokowi baik-baik saja.
Beredar pesan melalui aplikasi Whatsapp, mengatasnamakan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) berbagai provinsi, seperti Jawa Tengah dan Kalimantan Barat.
Pesan itu menawarkan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) bagi guru dan pegawai yang belum lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Terkait hal ini, Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN), Satya Pratama menegaskan, pesan tersebut hoaks.
"Pasti hoaks. Tunggu saja pengumuman resmi dari Kemenpan-RB dan BKN," kata Satya seperti diwartakan Kompas.com, Selasa (11/10/2022).
Sistem penerimaan dan pengangkatan PNS tidak dilakukan dengan menghubungi nomor Whatsapp.
Pengadaan PNS dilakukan melalui seleksi nasional di bawah tanggung jawab Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dan BKN.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.