Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memutus Rantai Kekerasan Polisi Pasca-tragedi Kanjuruhan

Kompas.com - 06/10/2022, 19:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wacana reformasi di Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali mencuat pasca-tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10/2022).

Per Selasa (4/10/2022) pukul 10.00 WIB, tercatat ada 131 korban tewas dalam kericuhan yang terjadi setelah pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya itu.

Penggunaan gas air mata untuk mengendalikan massa dinilai menjadi penyebab timbulnya korban jiwa.

Pertandingan derbi Jawa Timur yang hanya dihadiri suporter Arema FC itu berjalan dengan tertib hingga peluit terakhir dibunyikan.

Kemudian, sejumlah Aremania memasuki lapangan untuk memberikan dukungan terhadap pemain Arema FC yang kalah 2-3 dari Persebaya.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Profesor di Inggris Soroti Tindakan Polisi

Akan tetapi, penonton yang memasuki lapangan semakin banyak sehingga polisi berusaha membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata. Tembakan gas air mata juga diarahkan ke tribune.

Akibatnya, penonton di area tribune mencoba menyelamatkan diri. Mereka berdesak-desakan dan banyak orang pingsan karena kekurangan oksigen, dan ratusan orang pun meninggal.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengeklaim penggunaan gas air mata untuk mengendalikan massa sesuai prosedur. Sedangkan, FIFA melarang penggunaan gas air mata untuk mengurai massa di stadion.

Kini, pemerintah telah membentuk tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) untuk mengungkap penyebab tragedi tersebut.

Momentum reformasi Polri

Kendati demikian, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, Tragedi Kanjuruhan seharusnya menjadi momentum reformasi Polri.

Menurut Erasmus, reformasi diperlukan untuk memutus rantai kekerasan yang kerap dilakukan anggota Polri ketika berhadapan dengan warga sipil.

Berdasarkan data Amnesty International Indonesia, Polri memiliki rekam jejak penggunaan kekerasan berlebihan yang mengakibatkan korban warga sipil.

Pada 2020, Amnesty menghimpun data kekerasan polisi selama aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja antara 6 Oktober sampai 10 November.

Baca juga: Desakan Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan Menguat, Penanganan Polisi Jadi Sorotan

 

Pintu keluar tribun 13 Stadion Kanjuruhan.KOMPAS.COM/Imron Hakiki Pintu keluar tribun 13 Stadion Kanjuruhan.

Amnesty mendokumentasikan setidaknya 411 korban penggunaan kekuatan polisi di 15 provinsi selama aksi demonstrasi berlangsung. Organisasi itu juga mencatat 6.658 orang ditangkap di 21 provinsi. 

Oleh sebab itu, Erasmus menilai, evaluasi perlu dilakukan terkait ranah atau kewenangan Polri yang dinilai sangat luas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Elkan Baggott Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas Indonesia

[HOAKS] Elkan Baggott Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] MK Larang Anies dan Ganjar Mencalonkan Diri sebagai Presiden

[HOAKS] MK Larang Anies dan Ganjar Mencalonkan Diri sebagai Presiden

Hoaks atau Fakta
Akun Instagram Palsu Wasit Shen Yinhao Bermunculan Setelah Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Akun Instagram Palsu Wasit Shen Yinhao Bermunculan Setelah Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Ronaldo Kritik Kepemimpinan Wasit Indonesia Vs Uzbekistan

[HOAKS] Ronaldo Kritik Kepemimpinan Wasit Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang karena Ada Kecurangan

[HOAKS] Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang karena Ada Kecurangan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] RSJ di Kendari Kebanjiran 50 Pasien akibat Efek Obat PCC

[HOAKS] RSJ di Kendari Kebanjiran 50 Pasien akibat Efek Obat PCC

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Tidak Benar Tabung Elpiji Kosong Bisa Terisi Lagi Setelah Diguyur Air Panas

[KLARIFIKASI] Tidak Benar Tabung Elpiji Kosong Bisa Terisi Lagi Setelah Diguyur Air Panas

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! Bill Gates Lepaskan Nyamuk Penyebar Kaki Gajah di Bali

[VIDEO] Hoaks! Bill Gates Lepaskan Nyamuk Penyebar Kaki Gajah di Bali

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Najwa Shihab Wawancarai Beckham soal Bisnis Judi Online

[HOAKS] Najwa Shihab Wawancarai Beckham soal Bisnis Judi Online

Hoaks atau Fakta
Memanfaatkan Fitur Google untuk Mencari Artikel Cek Fakta

Memanfaatkan Fitur Google untuk Mencari Artikel Cek Fakta

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Belum Ada Bukti Rafael Alun Korupsi Rp 3.000 Triliun

[KLARIFIKASI] Belum Ada Bukti Rafael Alun Korupsi Rp 3.000 Triliun

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Manipulasi Video Ledakan Asteroid Saat Menabrak Bulan

[KLARIFIKASI] Manipulasi Video Ledakan Asteroid Saat Menabrak Bulan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Ronaldo Berikan Pujian kepada Timnas Indonesia U23

[HOAKS] Ronaldo Berikan Pujian kepada Timnas Indonesia U23

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com