Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memutus Rantai Kekerasan Polisi Pasca-tragedi Kanjuruhan

Kompas.com - 06/10/2022, 19:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

"Ranah kepolisian ini kan terlalu luas. Dia mengurusi lalu-lintas, reskrim, keamanan, ketertiban, dan lain-lain. Nah itu perlu dievaluasi. Apakah kewenangan yang sangat luas itu sudah tepat dipegang oleh satu institusi? Karena itu sangat berkaitan," kata Erasmus, kepada Kompas.com, Rabu (5/10/2022).

Kemudian, Erasmus menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap Polri dalam menjalankan tugas. Artinya perlu ada lembaga eksternal yang berfungsi mengawasi apabila terjadi dugaan pelanggaran hukum oleh polisi.

Di sisi lain, Erasmus berpandangan, mekanisme pengawasan yang selama ini dilakukan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tidak maksimal.

"Kompolnas itu dibubarkan saja. Kita perlu satu lembaga yang cukup kuat untuk mengawasi secara eksternal aparat penegak hukum kita," kata dia.

Baca juga: Ramai Tagar #PercumaLaporPolisi Dinilai Harus Jadi Momentum Reformasi Polri

Erasmus menjelaskan, lembaga pengawas eksternal ini bisa memiliki fungsi penuntutan, penyidikan, penyadapan, dan lain-lainnya, khusus terhadap penegak hukum dan hakim.

"Jadi kerjanya mengawasi, enggak usah menangkap kepala daerah yang kecil-kecil. Fokusnya di aparat hukum saja, salah satunya kepolisian," ucapnya.

Selanjutnya, Erasmus menyarankan soal pembenahan sistem rekrutmen anggota Polri. Dia mencontohkan, idealnya seorang penyidik kepolisian merupakan lulusan fakultas hukum.

"Penyidik enggak boleh lagi lulusan PTIK, dia harus lulusan hukum, paham hukum, bisa berdebat secara hukum baru jadi penyidik. Bukan lulusan SMA," kata Erasmus.

Reformasi kultural

Dikutip dari Kompas.id, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengatakan, penanganan aparat dalam Tragedi Kanjuruhan perlu dievaluasi.

Dia berpandangan penanganan aparat cenderung arogan. Ini terlihat dari tendangan, pukulan, hingga kejaran aparat terhadap penonton dalam sejumlah video yang beredar pasca-kericuhan.

”Arogansi aparat masih berlebihan. Ini problem klasik di kepolisian. Artinya, reformasi kultural di kepolisian tidak berjalan dengan benar,” kata Bambang saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Baca juga: Menyoal Pengamanan dan Penanganan Polisi Saat Tragedi Kanjuruhan

Bambang menilai, penggunaan gas air mata kepada penonton tidak tepat. Hal ini seperti menyamakan penonton dengan pengunjuk rasa. Sementara, penonton berhak atas kenyamanan dan keamanan.

Ia menuturkan, persiapan keamanan oleh aparat mestinya dimaksimalkan. Pihak kepolisian umumnya memiliki rencana pengamanan dan rencana kontingensi untuk mengamankan suatu agenda.

Rencana ini disusun berdasarkan informasi intelijen. Umumnya, kepolisian dapat mengukur potensi insiden dan mengantisipasinya berdasarkan informasi tersebut.

Jika insiden tetap terjadi, aparat mesti bertindak sesuai prosedur, seperti memberi peringatan tiga kali dan melokalisasi kerumunan. Tindakan lain yang bisa dilakukan adalah menggunakan water cannon.

”Dalam unjuk rasa, misalnya, ada water cannon, peluru karet, dan gas air mata yang bisa digunakan. Tapi, di Kanjuruhan kita tidak melihat upaya pendekatan yang lebih humanis. Padahal, penonton di pertandingan (sepak bola) itu beda sekali dengan pengunjuk rasa,” kata Bambang.

Baca juga: [KLARIFIKASI] Tragedi Kanjuruhan Bukan karena Ulah Rusuh Aremania

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Rekaman Suara Sri Mulyani Marahi Pegawai Bea Cukai

[HOAKS] Rekaman Suara Sri Mulyani Marahi Pegawai Bea Cukai

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Turbulensi Pesawat ALK, Bukan Singapore Airlines

[KLARIFIKASI] Video Turbulensi Pesawat ALK, Bukan Singapore Airlines

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Donald Trump Pakai Helm dan Seragam Militer

[HOAKS] Foto Donald Trump Pakai Helm dan Seragam Militer

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Korban Serangan Israel di Gaza pada 2014 Dibagikan dengan Konteks Keliru

[KLARIFIKASI] Foto Korban Serangan Israel di Gaza pada 2014 Dibagikan dengan Konteks Keliru

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Muncul Hoaks Warga Rafah Bikin Video Rekayasa Serangan Israel

INFOGRAFIK: Muncul Hoaks Warga Rafah Bikin Video Rekayasa Serangan Israel

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Tidak Benar Gaji ke-13 PNS Akan Dihentikan

INFOGRAFIK: Tidak Benar Gaji ke-13 PNS Akan Dihentikan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Seorang Ibu di AS Disuntik Mati karena Telantarkan Anaknya

[HOAKS] Seorang Ibu di AS Disuntik Mati karena Telantarkan Anaknya

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Helikopter yang Ditumpangi Presiden Iran Terbakar

[HOAKS] Foto Helikopter yang Ditumpangi Presiden Iran Terbakar

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Belum Ada Keputusan Diskualifikasi Timnas Israel di Olimpiade Paris

[KLARIFIKASI] Belum Ada Keputusan Diskualifikasi Timnas Israel di Olimpiade Paris

Hoaks atau Fakta
Dituding Tiru Suara Scarlet Johansson, OpenAI Hapus Fitur Suara dari ChatGPT

Dituding Tiru Suara Scarlet Johansson, OpenAI Hapus Fitur Suara dari ChatGPT

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Video Lama Presiden Iran Naik Helikopter Dinarasikan Keliru

[KLARIFIKASI] Video Lama Presiden Iran Naik Helikopter Dinarasikan Keliru

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Badan Intelijen Iran Gerebek Kedubes India di Teheran

[HOAKS] Badan Intelijen Iran Gerebek Kedubes India di Teheran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pilot Helikopter Presiden Iran adalah Agen Mossad Bernama Eli Koptar

[HOAKS] Pilot Helikopter Presiden Iran adalah Agen Mossad Bernama Eli Koptar

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Mengamuk Usai Sri Mulyani Beberkan Kasus Korupsinya

[HOAKS] Prabowo Mengamuk Usai Sri Mulyani Beberkan Kasus Korupsinya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Puing Pesawat Latih, Bukan Helikopter Presiden Iran

[KLARIFIKASI] Foto Puing Pesawat Latih, Bukan Helikopter Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com