Sebagai langkah tegas untuk menindak kecerobohan Omar Dhani, pada 14 Oktober 1965, Soekarno memerintahkannya untuk melawat ke negara-negara Eropa dan Asia dalam rangka menjalin kerja sama dengan AURI. Sebelumnya, Omar telah mengajukan pengunduran diri tetapi ditolak.
Omar Dhani bersama anak dan istrinya menjalankan tugas ke luar negeri selama 6 bulan 3 hari. Pada 20 April 1966, Omar sekeluarga memutuskan kembali ke Indonesia karena rasa tanggung jawab.
Begitu mendarat di Semplak, Bogor mereka langsung ditempatkan di bungalow AURI di Cibogo. Mereka tidak diperbolehkan untuk keluar.
Omar Dhani pun diadili dalam Sidang Mahkamah Militer Luar Biasa dan dinyatakan bersalah.
Baca juga: Film Pengkhianatan G30S PKI dan Rekayasa Sejarah
Dalam Sidang Mahkamah Militer Luar Biasa, Omar Dhani memberikan pernyataan bahwa dia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh personel-personal AURI.
"Segala perbuatan dan tindakan anggota-anggota AURI yang saya pimpin selama 1.409 hari, yaitu dari tanggal 18 Januari 1962 sampai tanggal 27 November 1965 adalah menjadi tanggung jawab saya penuh," kata Omar Dhani.
Berlandaskan pernyataan itu, segala keterlibatan tamtama, bintara, dan perwira AURI dalam G30S dilimpahkan kepada Omar Dhani selaku KASAU.
Dikutip dari Harian Kompas, 6 Desember 1966, Omar Dhani dikenai Pasal 110 Ayat 2, Pasal 108 Ayat 1, dan Pasal 55 Ayat 1 KUHP atas tuduhan memberi kesempatan kepada orang lain atau keterangan untuk melakukan pemberontakan bersenjata.
Baca juga: Soeharto, Pembubaran PKI, dan Murkanya Presiden Soekarno
Omar Dhani juga dituding terlibat G30S karena kawasan PAU Halim Perdanakusuma kerap dijadikan tempat latihan bagi para Pemuda Rakyat, salah satu organisasi di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Atas tuduhan ini, Omar dikenai Pasal 110 Ayat 1, Pasal 107 Ayat 1, dan Pasal 108 Ayat 1 KUHP.
Hakim memberi vonis hukuman mati untuk Omar Dhani pada 25 Desember 1966.
Hukuman Omar Dhani pada akhirnya diubah, dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup. Dia mendapat keringanan berdasarkan Surat Keputusan Presiden tertanggal 14 Desember 1980.
Sri Wuryanti, istri Omar Dhani kembali mengajukan grasi kepada presiden yang saat itu telah dijabat oleh Soeharto. Grasi yang merupakan hak prerogatif presiden, di mana terpidana mendapat pengampunan.
Dengan persetujuan Omar Dhani, istrinya mengirim surat permohonan grasi kepada Soeharto sebanyak tiga kali, yakni 7 April 1993, disusul 25 Agustus 1994 dan 12 Oktober 1994.
Dikutip dari Harian Kompas, 29 Juli 1995, terdapat terpidana lainnya yang bernasib sama seperti Omar, yakni mantan Wakil Perdana Menteri I/Menteri Luar Negeri Dr Soebandrio dan mantan Kepala Staf Badan Pusat Intelijen Brigjen Polisi R Soegeng Soetarto. Keduanya juga terlibat G30S.
Baca juga: Di Balik Perbedaan Istilah Gestapu, Gestok, hingga G30S...