KOMPAS.com - Karnaval dengan tokoh-tokoh politik mengenakan pakaian adat berbagai daerah berlangsung di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat pada 23 September 2018 silam.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Arief Budiman, melepaskan balon udara sebagai simbol peresmian acara yang disebut karnaval deklarasi kampanye damai tersebut.
Kedua calon presiden (capres) yang akan bertarung adalah Joko Widodo yang mengenakan pakaian adat Bali dan Prabowo Subianto memakai pakaian adat Jawa.
Karnaval itu juga sebagai pembuka masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang akan berlangsung hingga 13 April 2019.
Baca juga: Hoaks Capres Muncul meski Pemilu Masih Lama, Dinilai Ganggu Sehatnya Demokrasi
Kedua capres dan pasangannya beserta tim, menyatakan mendukung kampanye yang damai, tanpa menggunakan isu SARA, politik uang dan hoaks.
Namun hasilnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mencatat ada 1.645 konten hoaks terkait Pilpres 2019 dalam kurun Agustus 2018 sampai April 2019.
Jumlah hoaks terkait pemilu yang muncul saat itu semakin banyak dari bulan ke bulan.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengatakan, praktik politik yang dilihatnya di Indonesia selama ini terdiri dari dua aktivitas.
Pertama, aktor politik bergerak membangun citra positif dirinya sendiri di depan masyarakat.
Kedua, berupaya mengurangi citra positif lawan dengan argumentasi yang disampaikan secara terbuka, maupun jalur-jalur belakang atau secara tersembunyi.
Menurut dia, hoaks dihadirkan elite politik untuk tujuan kedua, yakni menjelek-jelekkan lawan melalui jalur tak langsung, yang sulit ditelusuri.
Baca juga: AJI: Kualitas Demokrasi Jadi Tantangan Pemilu 2024
Kondisi itu diperparah aksi saling balas serangan politik, yang membuat argumentasi terbuka maupun konten hoaks semakin banyak dikeluarkan.
Kecenderungan yang terjadi, bila elite politik saling balas argumentasi secara terbuka, konten hoaks terkait topik yang mereka ributkan pun akan muncul mengikuti.
"Bahayanya kalau serangan itu tadi saling menafikan satu sama lain, itu yang membuat narasi politik kita (di ruang publik) diisi oleh serangan dan hoaks-hoaks itu," kata Ujang melalui telepon, Selasa (21/6/2022).