KOMPAS.com - Hoaks di media sosial berkembang seiring adanya konspirasi mengenai kebocoran dokumen dari perusahaan farmasi Pfizer.
Pfizer menjadi salah satu produsen vaksin Covid-19 bekerja sama dengan BioNTech.
Di kalangan kelompok antivaksin, topik mengenai kebocoran dokumen Pfizer kerap dijadikan bahan untuk membuat dan menyebar disinformasi.
Namun, benarkah ada dokumen Pfizer yang bocor?
Simak klaim di media sosial, serta fakta-fakta yang menepis klaim tersebut.
Isu tentang kebocoran dokumen Pfizer kerap disangkutpautkan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA).
Dilansir dari AFP, 16 Maret 2022, isu ini berawal dari pengajuan akses data dari Freedom of Information Act (FOIA) kepada FDA pada Agustus 2021, terkait semua data yang digunakan untuk persetujuan vaksin Pfizer-BioNTech Covid-19.
Mulanya, FDA mengatakan akan merilis 500 halaman per bulan, dari total 330.000 halaman data dari permintaan FOIA.
Pada Januari 2022, seorang hakim Texas memutuskan bahwa FDA harus merilis dokumen lebih dari 12.000 halaman sebelum 31 Januari, kemudian 55.000 halaman setiap 30 hari sebelum 1 Maret 2022.
Data ini dapat diakses di laman Public Health and Medical Professionals for Transparency (PHMPT).
Hingga Selasa (18/5/2022), tercatat ada 238 dokumen Pfizer yang dapat dibaca dan diakses oleh publik di sini.
Sehingga, klaim di media sosial yang menyebut Pfizer memiliki dokumen rahasia yang bocor adalah salah.
Faktanya, dokumen terkait perizinan vaksin Covid-19 dari Pfizer dapat diakses publik dan dipublikasikan secara bertahap.
Beredar pula dokumen yang diklaim sebagai daftar efek samping vaksin Pfizer.
Kompas.com, pada 24 Maret 2022, juga menemukan sebaran hoaks yang mengaitkan data efek samping Pfizer dengan virus ensefalitis Jepang (JE).