Menurut Tesich, Reagan tidak perlu bersusah-payah menutupi kebenaran dari rakyat Amerika, karena mereka sedari awal sudah takut untuk mengetahuinya.
"Presiden Reagan memahami dengan baik bahwa publik benar-benar tidak ingin mengetahui kebenaran. Jadi dia berbohong kepada kita, tetapi dia tidak harus bekerja keras untuk itu. Dia merasa bahwa kita akan dengan senang hati menerima hilangnya ingatannya sebagai alibi," tulis Tesich.
Tesihc mengatakan, sandiwara Perang Teluk Pertama semakin mengukuhkan kenyataan itu, karena orang Amerika menerima bahwa sensor pers adalah "kejahatan yang perlu".
Masyarakat sepakat hal itu perlu dilakukan ketika pemerintah mengeklaim sensor pers adalah demi kepentingan nasional.
"Kita hanya akan melihat apa yang pemerintah ingin kita lihat, dan kita tidak melihat ada yang salah dengan itu," tulis Tesich.
"Kita menyukainya. Kita merasa bahwa pemerintah menjaga kita," ujarnya.
Dimulainya era post-truth
Tesich kemudian mengakhiri tulisannya itu dengan sebuah kesimpulan yang mengerikan. Kalimatnya tegas mengatakan yang selama ini tidak terkatakan.
Menurut dia: "Kita dengan cepat menjadi purwarupa dari masyarakat yang hanya bisa didambakan monster-monster totalitarian dalam mimpi mereka. Semua diktator hingga saat ini harus berupaya keras untuk menutupi kebenaran."
"Kita, dengan tindakan kita sendiri, menunjukkan bahwa hal itu tidak lagi diperlukan, bahwa kita telah meraih mekanisme spiritual yang dapat menolak kebenaran apapun itu. Dalam cara yang sangat mendasar kita, sebagai masyarakat merdeka, telah dengan sukarela memilih untuk hidup di dunia pasca-kebenaran."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.