Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Setop Imunisasi Anak, Apa Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?

Kompas.com - 30/04/2024, 11:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Keputusan menghentikan imunisasi anak karena takut semakin membahayakan si kecil, menuai kecaman dari warganet.

Topik tersebut bermula dari unggahan video TikTok yang kembali disebarkan di media sosial X (dulu Twitter) oleh akun @tanyakanrl, Jumat (26/4/2024) malam.

Tampak dalam video, seorang ibu mengaku menyetop imunisasi setelah anaknya menerima vaksinasi DPT di awal kelahiran dan saat usia 1 bulan.

Namun, setelah menerima vaksin, bukan mengalami demam seperti efek samping yang dijelaskan petugas kesehatan, si anak justru mengeluarkan banyak keringat hingga tangan dan kakinya terasa dingin.

Lantaran takut harus melewati sakit setiap kali imunisasi, atas dorongan hati dan diskusi dengan suami, dia akhirnya memutuskan tak lagi memberikan vaksinasi untuk anak.

"Bukannya imunisasi hak anak? Kenapa malah kaya menormalisasi stop imunisasi?" tulis pengunggah X, menanggapi video tersebut.

Lantas, bagaimana dampak setop imunisasi pada anak?

Baca juga: Daftar 14 Jenis Vaksin untuk Imunisasi Rutin Anak 2024, Gratis!


Dampak setop imunisasi anak

Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (RS UNS) Solo, Aisya Fikritama menjelaskan, menghentikan imunisasi anak akan meningkatkan risiko si kecil terkena penyakit tertentu.

Misalnya, dalam unggahan video, tujuan imunisasi DPT adalah melindungi anak terkena penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.

"Tujuan imunisasi DPT itu kan untuk melindungi anak terkena penyakit itu atau komplikasi yang ditimbulkan kalau sampai kena. Jadi kalau tidak imunisasi, lebih rentan dong," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/4/2024).

Menurut Kementerian Kesehatan, difteri merupakan penyakit menular yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan.

Disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae, bakteri ini menghasilkan racun yang bisa merusak jaringan di hidung dan tenggorokan, bahkan menyebar melalui aliran darah dan merusak organ tubuh.

Sementara pertusis atau batuk rejan disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan.

Pertusis yang tidak ditangani dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius, seperti pneumonia, mimisan, perdarahan otak, gangguan paru-paru, hingga kematian.

Di sisi lain, tetanus adalah penyakit yang disebabkan infeksi Clostridium tetani, bakteri yang banyak ditemukan pada tanah dan kotoran hewan.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com