KOMPAS.com - Sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja berkedok magang di Jerman, pada Oktober hingga Desember 2023.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan, pihak kepolisian tengah menyelidiki dugaan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tersebut.
Saat ini kepolisian telah menetapkan lima tersangka, yaitu SS (65), AJ (55), dan MZ (60) yang berdomisili di Indonesia, serta ER (39) dan AE (37) berdomisili di Jerman.
Dikutip dari Kompas.id, modus penipuan dugaan eksploitasi itu yakni perusahaan yang terlibat, PT CVGEN dan PT SHB mendatangi kampus agar mahasiswa ikut program magang di Jerman.
Mereka menjanjikan program magang tersebut ke dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan dapat dikonversi menjadi 20 satuan kredit semester (SKS).
Setelah ditelusuri, program tersebut bukanlah magang, melainkan ferienjob yang meliputi kerja fisik paruh waktu saat musim libur.
Adapun tujuan Jerman memberlakukan ferienjob adalah untuk mengisi kekurangan tenaga kerja fisik.
Terpisah, Plt Kepala Biro Kerja Sama Hubungan Masyarakat (BKHM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Anang Ristanto menegaskan bahwa MBKM tidak pernah bekerja sama dengan ferienjob, dilansir dari Kompas.com, Minggu (24/3/2024).
Selain itu, mahasiswa dibebankan dengan biaya Rp 6 juta untuk keberangkatan dan dana talangan sebesar Rp 30-50 juta yang pengembaliannya dilakukan dengan memotong upah kerja tiap bulan.
Baca juga: Kata Kemendibudristek soal Dugaan Kasus TPPO Berkedok Magang Mahasiswa di Jerman
Guru Besar Hukum Pidana yang juga mantan Wakil Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho buka suara terkait kasus dugaan TPPO berkedok magang di Jerman.
Ia menegaskan, apabila dilihat lebih jeli lagi, kasus tersebut sebenarnya bukan magang, melainkan praktek kerja lapangan yang diatasnamakan menjadi magang.
Menurutnya, konsep magang yang tidak jelas akhirnya dipertanyakan dan banyak orang, termasuk akademisi dinilai kurang paham, yang akhirnya dapat terjebak dalam kasus seperti ini.
“Magang sebetulnya mengarahkan mahasiswa di suatu pekerjaan. Misalnya mahasiswa hukum magang, ya diarahkan menjadi notaris, menjadi pengacara, hakim, dan sebagainya. Sementara dalam kasus ini, mahasiswa tidak diarahkan sama sekali,” ungkap Hibnu saat dihubungi Kompas.com, Minggu (24/3/2024).
Hibnu berpendapat, seharusnya magang menjadi ajang untuk mendongkrak pengetahuan mahasiswa di bidangnya, jadi tidak hanya bekerja begitu saja.
Akibatnya, mahasiswa yang dikirim ke Jerman tanpa prosedural, di sana dipekerjakan sebagai buruh kasar, bukan sebagai mahasiswa magang.