KOMPAS.com - Orang dewasa di Korea Selatan memilih memelihara batu untuk digunakan mengusir sepi dan penat selepas seharian berkutat di ruang kerja.
Dikutip dari Business Insider, Selasa (19/3/2024), The Wall Street Journal melaporkan bahwa tren tersebut mulai "mewabah" di Korea Selatan.
Batu peliharaan itu sendiri awalnya hadiah lelucon yang populer pada tahun 1970-an di Amerika Serikat.
Penciptanya, eksekutif iklan bernama Gary Dahl, menjual 1,5 juta batu dengan harga yang berkisar 4 dollar AS atau sekitar Rp 63.000.
Baca juga: Mengapa Banyak Wanita Korea Selatan Memilih Tidak Memiliki Anak?
Jiyoung Sohn dari The Journal yang berbicara dengan para milenial menyebut, banyak anak muda yang beralih ke batu peliharaan untuk membantu mereka melewati masa-masa sulit dalam karier mereka.
Salah satu pemelihara batu adalah Koo Ah-young (33), pekerja yang baru saja merintis kariernya di Seoul.
Ia mengaku tak menceritakan kelelahan bekerjanya kepada siapapun. Hal ini lantaran ia tak ingin keluarganya menjadi khawatir dan mencemaskan kondisinya.
Namun di lain sisi, dirinya merasa kesepian dan butuh teman. Tapi untuk memelihara hewan peliharaan seperti kucing atau anjing butuh tanggung jawab yang terlalu besar karena mereka makhluk hidup.
Sehingga, Koo pun akhirnya memilih "hewan" peliharaan berupa batu, yang diberinya nama Bang-bang-i. Nama itu sendiri memiliki arti “melompat dalam kebahagiaan”.
Ia mengaku setiap hari berbicara dengan batu itu untuk berbagai cerita soal apapun juga, termasuk masalah-masalah kantor.
Ia juga kerap membawa Bang-bang-i pergi berjalan-jalan ke taman atau ke tempat kebugaran.
“Ada rasa tenang, mengetahui bahwa batuan alam ini telah mengalami banyak pelapukan seiring berjalannya waktu hingga mencapai kondisi saat ini,” ujar Koo.
Baca juga: Pemerintah Korea Selatan Minta Warga Tak Makan Tusuk Gigi Goreng
Menurut laporan April 2023 dari Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga, diperkirakan ada 3,1 persen warga Korsel yang berusia antara 19-39 tahun yang masuk dalam kelompok kaum muda penyendiri dan tertutup, dilansir dari CNN (14/4/2023).
Terdapat beberapa faktor yang berperan, termasuk kesulitan keuangan, kesehatan mental, masalah keluarga, dan kesehatan secara keseluruhan.
Perusahaan-perusahaan di Korea Selatan juga mempunyai sejarah dalam mempekerjakan karyawannya secara berlebihan.
Pada Maret 2023, pemerintah berupaya meningkatkan jam kerja dari 52 jam seminggu menjadi 69 jam, namun terpaksa mempertimbangkan kembali rencana tersebut setelah mendapat reaksi keras dari generasi Milenial, Gen Z, dan serikat pekerja.
Menurut data yang diterbitkan oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, Korea Selatan adalah negara yang warganya paling banyak bekerja berlebihan di Asia dan kelima di dunia pada tahun 2022.
Baca juga: Heroik, WNI di Korea Selatan Selamatkan Wanita yang Terjatuh ke Laut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.