Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Muda Kesepian di Korea Selatan Dimodali Rp 7,6 Juta Per Bulan untuk Bersosialisasi

Kompas.com - 06/01/2024, 13:00 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Mahardini Nur Afifah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Korea Selatan memberikan tunjangan senilai 650.000 won atau sekitar Rp 7,6 juta per bulan bagi anak muda penyendiri atau kesepian.

Tunjangan yang disalurkan lewat Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga ini tujuannya mendorong anak muda agar lebih banyak keluar rumah dan mau bersosialisasi.

Selain pemberian tunjangan, kebijakan ini juga menawarkan dukungan pendidikan, pekerjaan kesehatan, bahkan bantuan untuk memperbaiki penampilan fisik bagi anak muda yang merasa kurang percaya diri. 

Dilansir dari The Guardian, tunjangan untuk anak muda yang kerap dianggap introvert ini diberikan bagi warga Korea Selatan berusia 9-24 tahun, yang terbukti menarik diri dari aktivitas sosial secara ekstrem.

Baca juga: Pemkot di Korea Selatan Ini Beri Bansos Rp 1,2 M untuk Bayi Baru Lahir


Baca juga: Angka Kelahiran Menurun, Kota di Korea Selatan Gelar Perjodohan Massal

Persoalan kesepian di Korea Selatan

Kebijakan pemberian tunjangan bagi anak muda introvert di Korea Selatan dibuat lantaran sekitar 3 persen dari orang muda berusia 19 hingga 39 tahun di Korea Selatan mengalami kesepian atau terisolasi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, kesepian bukan persoalan sepele tapi sudah menjadi ancaman kesehatan global yang mendesak. 

Menurut WHO, dampak kematian akibat kesepian setara dengan merokok 15 batang sehari.

Di Korea Selatan, sebanyak 40 persen anak muda yang terisolasi dan kesepian berasal dari keluarga kurang mampu atau menengah ke bawah.

Tentunya, alasan ekonomi bukanlah faktor tunggal penyebab kesepian di Negeri Ginseng. Ada juga faktor kompleks lainnya.

Seorang remaja yang tidak disebutkan namanya menggambarkan, ia menarik diri dari kehidupan sosial dan mengalami depresi karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Ketika saya berumur 15 tahun, (KDRT) membuat saya sangat tertekan sehingga saya mulai hidup terasing. Saya memilih sering tidur. Tidak banyak pilihan kegiatan selain makan saat lapar. Setelah itu saya kembali tidur,” ungkapnya.

Lantaran beberapa faktor di atas, pemerintah setempat membuat kebijakan yang mendukung kesejahteraan emosional warganya.

Dengan begitu, anak-anak muda yang sebelumnya tertutup dan penyendiri mengembalikan kehidupan sehari-hari mereka dan berintegrasi kembali ke dalam masyarakat.

Baca juga: Fenomena Sologami, Tren Menikahi Diri Sendiri Mulai Marak di Korea Selatan

Masalah kesepian juga dihadapi Jepang

Serupa dengan Korea Selatan, Jepang juga memiliki masalah sejenis, yaitu anak muda cenderung menarik diri dari masyarakat.

Di Jepang, kondisi ini disebut dengan hikikomori yang memiliki arti menarik diri. Jumlah kaum penyendiri di Jepang mencapai hampir 1,5 juta orang, dilansir dari CNN.

Istilah hikikomori sudah lama tercipta, yaitu sekitar awal tahun 1980-an. Namun, belakangan kondisinya semakin memburuk, terutama pasca-pandemi Covid-19.

Orang yang melakukan hikikomori hanya keluar rumah untuk membeli bahan makanan atau sesekali melakukan aktivitas di luar rumah.

Bahkan, dalam kasus yang ekstrem, orang yang melakukan penarikan diri ini tidak meninggalkan kamar tidurnya.

Baca juga: Mengapa Banyak Orang Bernama Kim, Lee, dan Park di Korea Selatan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com