Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertimbangan Politis Anugerah Nobel

Kompas.com - 21/12/2023, 22:18 WIB
Jaya Suprana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

SAYA setuju pertimbangan kemanusiaan pada keputusan dewan penilai Nobel untuk mempersembahkan anugerah Nobel kepada Ibu Teresa dan Albert Schweitzer.

Namun saya tidak setuju pertimbangan politis anugerah Nobel bagi Barrack Obama dan Aung San Su Kyi.

Barrack Obama memperoleh anugerah Nobel pada saat belum berbuat apapun karena baru saja dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat.

Sementara Aung San Su Kyi belum berbuat banyak bagi negerinya kecuali dicekal sebagai tahanan rumah oleh rezim militer yang sedang berkuasa di Myanmar.

Kemudian dalam perjalanan waktu, sikap Aung San Su Kyi yang tidak membela kaum Rohingnya ditindas di Myanmar membuat banyak pihak menuntut anugerah Nobel terhadap putri jenderal Aung San dicabut.

Saya juga kecewa bahwa mahasastrawan Rusia, Leo Tolstoy dinominasikan oleh para cendekiawan dan budayawan Rusia ke komite nobel pada 2002 , 2003, 2004, 2005 dan 2006, namun konsisten ditolak oleh dewan penilai Nobel yang antipati terhadap radikalisme sikap politis Leo Tolstoy memusuhi gereja.

Meski tidak pernah menerima anugerah Nobel, namun Leo Tolstoy menurut selera subyektif saya pribadi tetap lebih terkemuka ketimbang Turgenev, Gogol, Chekov, Gorky, Sholokhov maupun Dostoyevski.

Sebagai warga Indonesia jelas saya kecewa bahwa Pramoedya Ananta Toer batal memperoleh anugerah Nobel akibat pertimbangan politis demi tidak melukai perasaan rezim Orba yang pada masa itu masih sedang berkuasa.

Sementara pertimbangan politis makin terasa pada anugerah Nobel bagi para sastrawan Rusia yang eksplisit bersikap oposisi terhadap rezim Uni Sowyet seperti Ivan Bunin, Boris Pasternak, Aleksandr Solzhenitsyn, dan Josef Brodsky.

Sekadar tambahan informasi, para mahasastrawan non-Rusia seperti Strindberg, Ibsen, Zola, Proust, Frost, Henry James, James Joyce, Tennese Williams, Edith Wharton juga tidak pernah memperoleh anugerah Nobel yang memang mustahil lepas dari selera subyektif para anggota dewan juri yang semuanya tetap manusia biasa, mustahil sempurna.

Jean Paul Sartre malah menolak anugerah Nobel atas pertimbangan politis subyektif diri sang mahasastrawan dan mahapemikir Perancis sendiri.

Boris Pasternak juga menolak bukan atas kehendak diri sendiri, tetapi akibat tekanan politis dari rezim Uni Sowyet yang pada masa itu masih belum bubar.

Setelah Uni Sowyet bubar, akhirnya pada 1989, penghargaan Nobel diterima oleh putra Boris Pasternak, Evgenii atas nama almarhum ayahnya pada suatu upacara kehormatan yang diselenggarakan khusus untuk mengenang Boris Pasternak di Stockholm.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com