Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi Tanjung Priok 1984, Apa yang Terjadi?

Kompas.com - 12/09/2023, 07:15 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini, 39 tahun yang lalu atau tepatnya pada 12 September 1984, terjadi kerusuhan berdarah di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kerusuhan yang melibatkan angkatan bersenjata ini merupakan salah satu kerusuhan besar dan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa Orde Baru era Presiden Soeharto.

Sampai saat ini, banyak perbedaan pendapat terkait jumlah korban tewas dan luka-luka dari peristiwa tersebut.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi Tanjung Priok Renggut 24 Nyawa

Baca juga: Sejarah Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998

Asas tunggal Pancasila

Dilansir dari Kompas.com, Kamis (3/8/2023), pada 1980-an, pemerintah Orde Baru sedang gencar-gencarnya untuk menerapkan Pancasila sebagai asas tunggal.

Namun kebijakan ini mendapat protes di kalangan masyarakat. Salah satunya dari kelompok yang bernama Petisi 50.

Kelompok ini terdiri dari sejumlah tokoh seperti Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, mantan Kapolri Jenderal Purn Hoegeng Imam Santoso, mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, dan eks pemimpin Masyumi Mohammad Nasir.

Kelompok tersebut menilai bahwa Soeharto mempolitisasi Pancasila pada saat itu.

Baca juga: Kronologi Kerusuhan Mako Brimob 8 Mei 2018, Tragedi yang Tewaskan 5 Polisi dan 1 Tahanan Teroris

Sebelum kejadian

Pada 7 September 1984, Sersan Hermanu yang merupakan anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) meminta brosur dan spanduk berisi kritikan kepada pemerintah dicopot.

Dilansir dari Kompas.id (13/9/2021), Hermanu mendatangi mushala Assa’addah dan meminta masyarakat untuk mencopotnya.

Keesokan harinya, ia kembali datang dan masih menemukan brosur serta spanduk kritik terhadap pemerintah di dinding mushala.

Ia lantas marah dan mengambil pistol sambil menuding-nuding warga yang ada pada saat itu.

Banyak warga menceritakan, Hermanu masuk ke dalam hingga podium mushala tanpa melepas sepatunya.

Warga pun marah dan meminta Hermanu untuk meminta maaf kepada pengurus dan semua umat Islam.

Melihat kondisi semakin tidak kondusif, pengurus mushala bernama Syarifuddin Rambe dan Ahmad Sahi mencari Hermanu untuk menyelesaikan masalah dengan damai.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi Karaiskakis yang Menewaskan 21 Suporter Sepak Bola

Upaya damai gagal

Hermanu kemudian datang ditemani Sertu Rahmad untuk bersedia berdialog dengan pengurus mushala.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com