Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Rizky Nauvalif
KOMPAS.com - Smartphone adalah barang yang tak lepas digenggam orang-orang di zaman digital ini. Di sana, ada banyak aplikasi yang menarik dicoba. Beragamnya aplikasi ini pun disesuaikan dengan perkembangan zaman, termasuk aplikasi kencan daring (dating apps).
Jika dulu orang-orang berkenalan dengan pasangan lewat temu langsung, kini dating apps bisa mempermudah kita untuk mencari belahan jiwa. Tak hanya itu, kita juga bisa mengobrol dan berkenalan dengan orang baru di sana.
Itulah mengapa dalam siniar Balada +62 episode “Kukuh & Dwik Ketagihan Dating Apps” dengan tautan dik.si/Balada62S2E4, Kukuh & Dwik mengaku ketagihan bermain dating apps.
Melansir Metro, penelitian telah menemukan bahwa sembilan dari sepuluh jomblo kecanduan aplikasi kencan. Sementara itu, setengahnya lagi berpendapat mereka banyak menghabiskan waktu untuk melakukan swipe up.
Saat menemukan orang yang cocok, kita menjadi enggan melepas smartphone. Hal ini disebabkan lonjakan endorfin atau adrenalin ketika kita berhasil membangun percakapan yang menyenangkan.
Terlebih, jika kita dipuji dan divalidasi oleh orang lain, meskipun belum tahu identitasnya asli atau tidak. Tentu saja, hal ini bisa meningkatkan rasa percaya diri.
Baca juga: Memandang Geliat Skena Musik Indonesia
Begitulah yang dirasakan Hodgins. Dalam artikelnya yang dipublikasikan Huffpost, perempuan ini bahkan mengecek aplikasi kencan terlebih dahulu saat bangun tidur. Ia melakukan ini untuk mengecek apakah dia mendapat afirmasi atau tidak.
Ada pula Andrea Gil yang bercerita dalam El Pais. Menurut wanita 36 tahun ini, aplikasi kencan sudah seperti game. Dengan cepat, ia menelusuri profil orang-orang; jari-jarinya bergerak dengan lincah ke kanan kiri sampai tidak ada yang tersisa.
Dr. Martin Graff, Psikolog Siber, mengatakan bahwa semakin dekat manusia dengan teknologi, semakin jelas pula ketergantungan kita pada benda tersebut. Begitu pula aplikasi kencan yang mayoritas penggunanya tidak menyadari bahwa mereka kecanduan.
Tanpa sadar, mereka membuka aplikasi itu dan melakukan kegiatan serupa setiap harinya, yaitu mencari orang yang cocok dan men-swipe-nya ke kanan (jika cocok) atau ke kiri (jika tak cocok).
Aktivitas ini tampak seperti game untuk mencari pasangan. Perilaku swipe ini terkadang terjadi secara cepat sebelum kita menyadari ada yang menarik. Ternyata, perilaku yang berulang dalam aplikasi kencan ini juga dapat dikatakan sebagai gamifikasi.
Dalam Standard, Natasha Dow Schüll, penulis Addiction by Design, mengatakan, “Gamifikasi adalah saat developer menerapkan elemen game ke aspek kehidupan lainnya, untuk menarik perhatian, memotivasi interaksi, dan mendorong pendapatan.”
Dalam mayoritas aplikasi kencan (atau yang terkenal, seperti Tinder), untuk terhubung dengan orang baru, Tinder meminta pengguna untuk men-swipe profil kandidat ke satu sisi atau sisi lain, yang artinya menerima atau menolak mereka.
Perilaku ini tidak ada habisnya karena jumlahnya yang tak terbatas. Kita dapat melakukan swipe sampai kapan pun dan Tinder akan selalu menghadirkan profile baru di layar ponsel kita.