Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Rawan Kecelakaan Kereta Api, Bagaimana Aturan Pembangunan Pelintasan Sebidang?

Kompas.com - 23/07/2023, 08:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pelintasan kereta api (KA) sebidang kerap menjadi lokasi kecelakaan antara KA dan kendaraan.

Pelintasan sebidang kereta api adalah pelintasan antara jalan dan jalur rel kereta api yang berada pada bagian tanah yang sama.

Pengamat transportasi yang juga akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno mengatakan, sebanyak 87 persen kecelakaan masih terjadi di pelintasan sebidang.

Paling baru, dalam sehari terjadi tiga kecelakaan lalu lintas di pelintasan kereta api.

Kecelakaan itu melibatkan KA Brantas relasi Jakarta-Blitar dengan truk trailer di Kota Semarang, Jawa Tengah, KA Kuala Stabas dengan truk bermuatan tebu relasi Tanjung Karang-Baturaja di Desa Blambangan Pagar, Kecamatan Blambangan, Kabupaten Lampung Utara, Lampung, dan KA Sri Bilah Utama dengan minibus Nissan Jukedi di Km 02+800 relasi Rantauprapat-Medan, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara pada Selasa (18/7/2023).

Beberapa hari setelah kecelakaan terjadi, PT Kereta Api Indonesia (KAI) wilayah Dive IV Tanjungkarang Lampung menutup sejumlah pelintasan kereta api sebidang.

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (21/7/2023), penutupan pelintasan KA sebidang ini sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Pelintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dengan Jalan pasal 5 dan 6.

Baca juga: Alasan Mengapa Kereta Api Tidak Bisa Berhenti Mendadak

Sebagian pelintasan kereta api tak berizin

Sementara itu di Semarang, terdapat 350 perlintasan kereta api. Sebagian dari pelintasan tersebut tidak berizin resmi. Beberapa juga tidak dilengkapi dengan rambu-rambu informasi.

Manajer Humas KAI Daop 4 Semarang Ixfan Hendri Wintoko mengatakan, puluhan pelintasan sudah ditutup.

"Sudah puluhan kita tutup untuk mengantisipasi menjadi pelintasan yang lebih besar dan liar," ucapnya, dilansir dari Kompas.com, Jumat (20/7/2023).

Menurut Ixfan, pelintasan yang tidak resmi artinya perusahaan belum mendaftarkan lintasan ke PM 94.

"Enggak resmi itu pihak warga atau desa itu membuat pelintasan sendiri, tidak masuk dalam PM 94. Yang resmi itu masuk PM 94 ada registrasinya,” kata dia.

Ixfan khawatir pelintasan tidak resmi yang dibuat warga bakal terus membesar dan membahayakan keselamatan.

Lantas bagaimana aturan pembangunan pelintasan sebidang kereta api?

Baca juga: Berapa Rata-rata Kecepatan Kereta Api di Indonesia?

Regulasi pembangunan pelintasan sebidang

Djoko Setijowarno mengatakan, aturan pembangunan pelintasan sebidang kereta api telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com