KOMPAS.com - AD (17) seorang santriwati di sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Sikur, Lombok Timur dikabarkan mendapatkan rudapaksa yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren berinisial LM (40).
"Saya diminta bersedia (melayani), maka dijanjikan surga, jika tidak saya dan keluarga diancam akan disiksa di akhirat, saya takut, saya tak berdaya," kata AD pada Senin (8/5/2023), dilansir dari Kompas.com, Selasa (9/5/2023).
Dalam kejadian tersebut, AD menyatakan pelaku memaksanya dengan dalih agama, mengatakan bahwa tindakannya tersebut dilakukan atas perintah nabi.
Baca juga: Remaja di Deli Serdang Bunuh dan Perkosa Balita 4 tahun, Bisakah Dihukum Kebiri?
AD menjelaskan, awalnya dia belajar dengan lancar di pondok pesantren tersebut. Namun, pada 2022, ia didatangi oleh kakak tingkat yang memintanya melayani pimpinan pondok yang mereka panggil dengan sebutan Mamiq (Bapak).
Ketika jam belajar selesai, AD mengaku dipanggil untuk menemui LM. Pelaku sengaja membujuk korban dengan dalih agama, kemudian melakukan aksi bejat itu beberapa kali.
Lebih lanjut, korban mengungkapkan bahwa 13 temannya bahkan dikeluarkan dari pondok karena menolak paksaan LM.
Para korban sama-sama mengaku diancam. Pelaku menyebut keluarga korban akan mendapatkan masalah di akhirat kalau perintahnya ditolak.
Melihat banyak santri bernasib sama, korban akhirnya melaporkan kejadian ini. Orangtua salah satu korban, AA (50), mengaku sangat terpukul. Ia kemudian melaporkan kejadian itu ke Polres Lombok Timur.
Sementara para korban mendapat perlindungan dan pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB), Dinas Sosial Kabupaten Lombok Timur, dan Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Mataram (BKBH Unram).
Saat ini, pimpinan ponpes LM telah ditangkap, ditetapkan tersangka, dan ditahan di sel Mapolres Lombok Timur.
"Modus tersangka ini meyakinkan korban anak, bahwa hubungan mereka telah direstui oleh nabi kemudian korban termakan bujuk rayu tersangka sehingga terjadilah pemerkosaan tersebut," terang Kasat Reskrim Polres Lombok Timur AKP Hilmi Manosson Prayogo, Sabtu (6/5/2023).
Sementara itu, Direskrimum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Rustiawan berharap agar korban-korban yang lain berani untuk melapor jika mengalami kasus serupa.
Baca juga: Pemerkosaan Anak oleh Keluarga Dekat, Apa Penyebab dan Pencegahannya? Ini Kata Psikolog
"Setelah dilakukan pendalaman dan investigasi, yang bersangkutan bukan pimpinan ponpes karena TKP bukan ponpes, hanya kos asrama penampungan santri, tidak memiliki izin operasional ponpes, hanya tempat mondok. Santrinya sekolah di luar," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/5/2023).
Waryono mengatakan, kasus ini murni terkait dengan masalah individu dari pelaku. Tidak berhubungan dengan posisi pimpinan ponpes di tengah masyarakat.